Kolom
Rabu, 16 September 2015 - 08:31 WIB

GAGASAN : Integritas Pilkada 2015

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Muladi Wibowo (Istimewa)

Gagasan Solopos, Selasa (15/9/2015), ditulis Muladi Wibowo. Penulis adalah anggota Panwaslu Kabupaten Sukoharjo dan dosen di Fakultas Ekonomi Uniba Solo.

Solopos.com, SOLO — Di Jawa Tengah, dari 21 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) terdapat 12 kabupaten/kota yang petahananya maju lagi dalam pilkada.

Advertisement

Rezim pilkada yang pada awalnya merupakan isu lokal/daerah telah berubah menjadi isu nasional seiring dengan berlakunya UU No. 1/2015 juncto UU No. 8/2015.

Pelaksanaan pilkada secara serentak pada akhir tahun ini, pemungutan suara pada 9 Desember 2015. Masyarakat saat ini ada yang merasa suasana tidak berbeda dengan suasana pemilihan umum (pemilu) legislatif dan pemilu presiden karena hiruk pikuk dan isu yang terjadi menjadi wacana nasional.

Jika dicermati, aturan main dalam UU No. 1/2015 juncto UU No. 8/2015 lebih maju dalam mengatur integritas pemilihan. Hal ini terlihat pada aturan yang jelas, sanksi pembatalan pasangan calon kepala daerah yang terbukti memberi mahar politik, melanggar ketentuan anggaran dana kampanye, melanggar larangan kampanye, melanggar ketentuan kampanye di luar jadwal, melanggar aturan kampanye di media massa, dan lain sebagainya.

Advertisement

Dari sisi pengawasan dan pencegahan pelanggaran dalam pilkada, terdapat beberapa pengaturan yang bersifat sebagai  daya dukung meningkatkan integritas penyelengaraan pemilihan.

Pertama, aturan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pilkada. Hal ini diatur dalam Pasal  131  ayat (2) UU No. 8/2015,  yakni partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan pada setiap tahapan pemilihan, sosialisasi pemilihan, pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak pendapat tentang pemilihan, dan penghitungan cepat hasil pemilihan.

Aturan  ini disadari sebagai bentuk eksplisit peran masyarakat yang lebih luas dalam pengawasan pemilihan umum (pilkada) serta telah mampu mendorong Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan jajarannya menyosialisasikan pengawasan kepada masyarakat. 

Kedua, peran Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam pemilu sebelumnya telah memberikan jaminan yang nyata ihwal penyelesaian yang elegan atas ketidakpuasaan peserta pemilu terhadap kinerja penyelenggara pemilu/pemilihan baik itu KPU maupun Bawaslu serta jajarannya.

Advertisement

Ketiga,   keberadaan pengawas tempat pemungutan suara (TPS) sesuai  ketentuan dalam UU No. 8/2015. Pasal 23 ayat (5) UU ini mengatur pengawas TPS berjumlah satu orang setiap TP. Keberadaan pengawas TPS di setiap TPS diharapkan memberikan daya dukung terhadap pencegahan kecurangan dari titik awal pelaksanaan pemilihan, yakni di TPS.

Kempat, fasilitasi dan pembatasan pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala dareah dalam pengadaan alat peraga kampanye (APK) oleh pemerintah.

Tujuan hal ini untuk memberikan kesamaan kesempatan bagi pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah untuk dikenal masyarakat dan sekaligus mendorong pasangan calon lebih aktif dalam melakukan kampanye dialogis dengan masyarakat.

Kelima, peningkatan kewenangan Bawaslu dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) dalam menangani sengkata pemilihan sesuai ketentuan Pasal 135 ayat (1) huruf  UU No. 8/2015.

Advertisement

Sengketa adalah aspek yang tak terelakkan dalam interaksi pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah dengan KPU serta antara pasangan calon dengan pasangan calon yang lainnya.

Sengketa tak dapat dihindari seiring dengan pilihan-pilihan dan keputusan-keputusan. Kewenangan ini memberikan solusi awal bagi pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang tidak puas terhadap keputusan KPU maupun sengketa yang terjadi antarcalon sehingga mengurangi ekskalasi masalah di Mahkamah Agung (MA) maupun Mahkamah Konstitusi (MK).

Salah satu ciri utama integritas pemilu/pilkada adalah hadirnya keadilan pemilu, yakni upaya memastikan bahwa setiap tindakan, prosedur, dan keputusan terkait proses pemilu/pilkada adalah taat hukum. [Baca: Hak-Hak Kepemiluan]

 

Advertisement

Hak-Hak Kepemiluan
Selain itu, pemenuhan hak pilkada/pemilu dilindungi dan ditegakkan sehingga memberi orang-orang, yang percaya bahwa hak pemilu mereka telah dilanggar, kemampuan untuk membuat keluhan, memberikan keterangan, dan menerima putusan.

Regulasi pemilu/pilkada yang baik dan didukung penyelenggara yang berkualitas serta berintegritas menjadi dambaan proses pemilihan yang menghadirkan keadilan pemilu/pilkada. Peran pengawas sangat sentral untuk memastikan kepastian prosedur, aturan main, dan keputusan yang dibuat netral terhadap kepentingan apa pun.

Pengawas dan masyarakat harus didorong untuk bersama-sama mendukung terbentuknya sistem keadilan pemilu/pilkada, yakni sekelompok tindakan atau mekanisme dalam sebuah negara untuk memastikan dan memverifikasi tindakan, tata cara, dan keputusan terkait pemilu/pilkada menaati kerangka kerja hukumnya dan untuk melindungi dan mengembalikan pemenuhan hak pemilu/pilkada (Bambang Eka Cahya Widodo, 2015).

Dengan demikian, tugas pengawas pemilu/pilkada penting dalam menjaga integritas pemilihan agar penyelesaian sengketa pemilihan bisa diselesaikan dengan asas tepat waktu, menyeluruh, dan efektif melalui lembaga yang independen dan netral.

Kata kunci yang efektif  dalam menjaga integritas pemilu/pilkada adalah terpenuhinya hak-hak kepemiluan. Hak dalam pemilu/pilkada secara teoritis berada dalam subkategori hak asasi manusia (HAM) serta beririsan dengan berbagai jenis hak lain.

Secara umum hak tersebut dapat dikategorikan dalam 21 hak pemilu (kompilasi dari berbagai perjanjianiInternasional) yang dijamin oleh hukum internasional.  Oleh sebab itu, dalam pilkada serentak 2015 ada beberapa hal yang perlu dicermati bersama oleh Bawaslu, Panwaslu, dan masyarakat.

Advertisement

Pertama, melindungi hak pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah, misalnya bagaimana memastikan setiap pasangan calon mendapat perlakuan yang sama (imparsialitas).

Selain itu, memastikan distribusi APK dalam jumlah dan mutu yang sama untuk setiap pasangan calon, memastikan kesempatan yang sama dalam kampanye, memastikan mendapat perlakukan yang adil oleh penyelenggara pilkada.

Kedua, melindungi hak pemilih. Mari kita memastikan bersama bahwa pemilih mendapatkan informasi yang sama, pemilih yang punya hak pilih terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT), pemilih mendapatkan undangan, pemilih mendapatkan informasi yang cukup tentang pasangan calon kepala daereah dan wakil kepala daerah.

Selain itu, pemilih merasa aman dan tidak teintimidasi dalam menggunakan hak pilih, pemilih tidak dihalang-halangi ketika menggunakan hak pilih, pemilih yang memiliki keterbatasan/disabilitas terpenuhi haknya, dan lain sebagainya.

Ketiga, menjaga fungsi kampanye sebagai pendidikan politik, Pasal 63 ayat (1) UU No. 8/2015 menyatakan kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik  masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab. [Baca: Pemahaman Keliru]

 

Pemahaman Keliru
Kampanye sering keliru dimaknai sebagai wahana meraih dukungan dan simpati untuk mengimpun suara. Sampai sat ini masih kurang kesadaran bahwa kampanye yang curang, kampanye dengan money politics, kampanye dengan menjelek-jelekkan pasangan calon lain akan membawa tujuan demokrasi semakin jauh dari tujuan idealnya.

Keempat, pencegahan pelanggaran terhadap aturan main.  Peran pencegahan pelanggaran oleh Panwaslu dan masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan pegawai negeri sipil (PNS) betul-betul netral, memastikan KPU melaksanakan tugas sesuai aturan main, mengingatkan pasangan calon dan partai mengikuti peraturan, dan sebagainya.

Kelima, penegakan dan penindakan. Peran Panwaslu bukan sebagai pencari kesalahan pihak lain. Peran Panwaslu adalah menegakkan aturan main agar mampu menjaga integritas pilkada melalui mekanisme pencegahan, pengawasan, dan penindakan.

Forum Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) merupakan salah satu ujung tombak yang memastikan pelanggaran pidana pilkada ditindaklanjuti dengan baik.

Integritas pilkada harus bertumpu pada tiga pilar dasar, yakni pencegahan, koreksi, dan sanksi. Pilar pencegahan adalah upaya preventif terhadap potensi masalah yang akan terjadi.

Pilar koreksi adalah upaya pembatalan atau perubahan terkait tindakan yang menyimpang dan perlindungan atau pemulihan pemenuhan hak pemilihan, misalnya penyelesaian sengketa dan rekomendasi koreksi pelanggaran administratif.

Sedangkan pilar sanksi adalah  tindakan sesuai UU yang terhadap pelaku pelanggaran aturan pilkada yang bertanggung jawab atas penyimpangan, misalnya sanksi pidana, sanksi pemberhentian, sanksi pembatalan pasasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah, dan lain sebagainya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif