Soloraya
Minggu, 13 September 2015 - 05:15 WIB

PERMUKIMAN SUKOHARJO : 38 Hektare Kawasan Perumahan Kumuh

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi permukiman kumuh (JIBI/Solopos/Dok)

Permukiman di Sukoharjo mengalami beberapa masalah. Di antaranya, masih ada kawasan kumuh.

Solopos.com, SUKOHARJO — Permukiman seluas 38,048 hektare (ha) di 12 dukuh/kampung di tiga kecamatan tercatat sebagai kawasan kumuh. Penanganan sedang dilaksanakan melalui program Rencana Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan (RKPKP) di tahun ini.

Advertisement

Data tersebut berdasar Surat Keputusan (SK) Bupati No. 663/1003/2014 tertanggal 4 September 2014 tentang Penetapan Lokasi Perumahan dan Permukiman Kumuh. SK Bupati yang diperoleh Solopos.com, akhir pekan lalu, kawasan kumuh tersebut berada di Kecamatan Grogol, Kartasura, dan Sukoharjo.

Kawasan kumuh di Grogol terdapat di Talang, Ngenden, Pondongan, dan Sanggrahan. Kawasan kumuh di Kartasura terdapat di Purwogondo dan Tegalsari. Sedangkan kawasan kumuh di Sukoharjo terdapat di Sonorejo, Bakrejo-Ngemplak, Kebonwetan, Jogodoyoh, Klaseman, dan Sayegan.

Advertisement

Kawasan kumuh di Grogol terdapat di Talang, Ngenden, Pondongan, dan Sanggrahan. Kawasan kumuh di Kartasura terdapat di Purwogondo dan Tegalsari. Sedangkan kawasan kumuh di Sukoharjo terdapat di Sonorejo, Bakrejo-Ngemplak, Kebonwetan, Jogodoyoh, Klaseman, dan Sayegan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sukoharjo, Djoko Sutarto, saat ditemui Solopos.com di kantornya, belum lama ini, menyampaikan pendataan dilaksanakan pada 2014 menggunakan anggaran dari APBN senilai Rp1 miliar.

Pendataan hanya dilakukan di tiga kecamatan. Pendataan di kecamatan lain saat ini masih berlangsung. Tujuannya untuk mendapatkan data awal kawasan kumuh.

Advertisement

“Pendataan pada 2015 ini dilaksanakan P2KP [Program Peningkatan Kualitas Permukiman] yang dulu bernama PNPM Mandiri Perkotaan. Di setiap kecamatan pasti ada kawasan kumuhnya. Biasanya di ibu kota kecamatan,” kata Djoko.

Pendataan tersebut berdasar tujuh indikator, yakni kepadatan bangunan, jalan lingkungan, penyediaan air bersih, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah keluarga, pengelolaan persampahan, dan kerawanan kebakaran. Menurut Djoko penentu utamanya adalah penyediaan air bersih. Jika penyediaan air bersih tidak terpenuhi secara otomatis indikator lainnya juga tidak terpenuhi.

“Penyediaan air bersih ada dua golongan, yakni penyediaan dari perpipaan seperti PDAM dan nonperpipaan seperti pamsimas atau sumur terlindung [gali atau bor]. Di Sukoharjo penyediaan air bersih sudah mencapai 73-76 persen,” imbuh dia.

Advertisement

Indikator

Permasalahan berdasar indikator tersebut akan ditangani secara terencana dan terpadu. Dia mencontohkan penanganan air dengan cara membuat instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) komunal pada setiap kawasan 100-115 rumah tangga. Limbah dari IPAL komunal selanjutnya akan dipusatkan di instalasi pengelolaan limbah tinja (IPLT).

Kasubid Tata Ruang dan Prasarana Wilayah Bidang Prasarana Wilayah Bappeda, Prihantono, menambahkan penanganan kawasan kumuh pada tahun ini sudah dimulai melalui program RKPKP. Penanganan diawali dari identifikasi permasalahan, penentuan kebutuhan penanganan, yang selanjutnya disusun rencana tindak atau action plan.

Advertisement

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif