Soloraya
Jumat, 11 September 2015 - 01:40 WIB

NAPAK TILAS RRI : Modal Niat dan Semangat Ikut Rasakan Perjuangan

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu peserta napak tilas RRI Solo dari Solo menuju Jenawi, Karanganyar berjarak sekitar 45 kilometer. (Sri Sumi Handayani/JIBI/Solopos)

Napak tilas RRI, Ribuan orang mengikuti jalan kaki sepanjang 40 km ke Jenawi.

Solopos.com, SOLO–“Nyoh mas, nyoh iki maem mu. Ndang, lungguh kene. Leren trus dimaem,” kata salah seorang perempuan mengenakan kebaya warna biru motif bunga kepada temannya.

Advertisement

Perempuan itu menyerahkan kardus warna putih kepada temannya. Lalu, dia duduk di paving di belakang mobil. Tepatnya di garasi mobil di salah satu gedung di Masjid Agung Karanganyar.  Dia menyelonjorkan kaki dan melepas caping.

Dia buka kardusnya. Isi nasi, telur warna cokelat, semur daging cacah, dan sayur. Dia melahap isinya, kecuali telur. Lalu, dia menghabiskan kopi pada botol bekas minuman rasa buah. Dia menyimpan snack berisi air mineral kemasan gelas, pisang rebus, dan ubi ungu ke bakul kecil.

Advertisement

Dia buka kardusnya. Isi nasi, telur warna cokelat, semur daging cacah, dan sayur. Dia melahap isinya, kecuali telur. Lalu, dia menghabiskan kopi pada botol bekas minuman rasa buah. Dia menyimpan snack berisi air mineral kemasan gelas, pisang rebus, dan ubi ungu ke bakul kecil.

“Buat nanti di jalan. Yang penting sudah maem. Kalau air minum dikasih di jalan. Di bakul ada air minum untuk persediaan,” kata perempuan mengaku bernama Sukinah, 35.

Dia dan sembilan orang temannya dari Dukuh Tambak, Desa Berjo, Ngargoyoso. Mereka berusia 30-70 tahun. Sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan, pedagang di pasar, dan petani. Mereka peserta napak tilas memperingati HUT ke-70 RRI dengan nomor dada 008.

Advertisement

“Biasa. 45 kilometer niku Insya Allah saged. Hla setiap tahun pas Sura muter kaki [Gunung] Lawu. Dua hari satu malam. Ya niki rombongane. Modalnya niat dan semangat,” ujar dia sembari menunjuk teman satu tim.

Sukinah dan dua perempuan lain mengenakan kebaya model kutu baru dan menggendong bakul. Sedangkan yang lelaki mengenakan baju koko warna putih maupun pangsi dan melingkarkan sarung pada dada maupun pinggang. “Hla ini ndadak. Sambatan ke tetangga. Target sampai Balong. Semoga menang karena hadiahnya untuk oleh-oleh. Ngrasakke perjuangan zaman dulu,” tutur Waginem.

Peserta lain seolah tidak mau kalah. Ada yang mengenakan kostum pejuang warna cokelat susu, kostum jawara lengkap dengan radio yang dikalungkan di leher, dan lain-lain. Peserta dari masyarakat umum, seperti pelajar, komunitas pencinta alam, organisasi massa, dan lain-lain. Mereka memperebutkan hadiah total Rp15 juta.

Advertisement

Mereka harus melewati empat etape untuk menyuplai kebutuhan logistik, yakni Masjid Agung Karanganyar, restoran Putri Duyung Karangpandan, Lapangan Ngargoyoso, dan Desa Balong Jenawi. Panitia juga menyiapkan tim medis dan pengawal perjalanan.

Peserta nomor dada 035 sampai di etape pertama pukul 08.00 WIB. Dia membutuhkan waktu 1 jam 20 menit dari Kantor RRI Solo hingga Masjid Agung Karanganyar.

“Sudah biasa latihan. Kami dari tim PASI Karanganyar. Target sampai finish dulu,” ungkap salah satu peserta, Suyatno.

Advertisement

Sementara itu, Bupati Karanganyar, Juliyatmono, mengatakan acara napak tilas sekaligus mengingatkan sejarah perjuangan zaman dahulu. Menurutnya banyak sisi positif dari kisah perjuangan itu yang perlu diteladani generasi penerus. Dia juga mengingatkan peserta agar berhati-hati di jalan.

“Pejuang mengungsikan pemancar radio dari Solo hingga bukit di Balong, Jenawi. Digendong bergantian. Itu pascapengumuman kemerdekaan. Belanda ingin memusnahkan seluruh stasiun radio. Perangkat siaran RRI disimpan di rumah Kromo Sentono. Asal usul penamaan Radio Kambing karena lokasi siaran di dekat kandang kambing, sehingga sering terdengar suara kambing waktu mengudara,” cerita Bupati saat memberikan sambutan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif