Soloraya
Senin, 7 September 2015 - 15:15 WIB

SIPA 2015 : Mengenal Fajar Satriadi, Penari Matah Ati yang Jadi Maskot SIPA 2015

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seniman tari, Fajar Satriadi (Ayu Abriyani K.P./JIBI/Solopos)

SIPA 2015 akan digelar 10-12 September 2015.

Solopos.com, SOLO – Seniman tari, Fajar Satriadi, tengah mempersiapkan pertunjukannya dalam Solo International Performing Art (SIPA) yang akan diadakan pada 10-12 September 2015. Supaya tampil maksimal, ia akan menjalani kungkum (berendam), meditasi, dan berpuasa.

Advertisement

Ritual itu ia jalani demi perannya sebagai Maskot SIPA 2015 bertema Live In The Contemporary World.

“Itu sudah dijalani para penari kondang zaman dahulu untuk olah rasa. Juga penyatuan dengan alam agar hati tenang sehingga bisa tampil maksimal,” kata Fajar saat ditemui di sela-sela latihan di SD Pangudi Luhur, Kamis (3/9/2015).

Advertisement

“Itu sudah dijalani para penari kondang zaman dahulu untuk olah rasa. Juga penyatuan dengan alam agar hati tenang sehingga bisa tampil maksimal,” kata Fajar saat ditemui di sela-sela latihan di SD Pangudi Luhur, Kamis (3/9/2015).

Kungkum akan ia lakukan dua kali di sumber air di wilayah sekitar Solo pada malam hari, sedangkan puasa dilakukan sepekan sebelum pertunjukan. Meskipun berat, ia tetap menjalaninya untuk mendapatkan ketenangan jiwa. Menurutnya, metode itu pernah diuji di Jepang dan Inggris.

Metode itu tak hanya dilakukannya sendiri, tetapi ia tularkan kepada belasan penari yang akan tampil dalam acara pembukaan SIPA. Namun, ia hanya mengajak meditasi untuk melatih kepekaan dan konsentrasi.

Advertisement

“Di sini saya tidak ingin menjadi maskot dan para penari dari sanggar itu hanya menjadi penari latar. Saya ingin menyatukan rasa dan kerja sama yang kuat sehingga pertunjukan ini menjadi magnet bagi para penonton,” ujar laki-laki kelahiran Jakarta, 16 Oktober 1968 ini.

Ia pun mengusung konsep empat mata angin dalam empat tandu yang diisi seorang penari di atasnya. Sedangkan ia akan menari di tengah mereka.

Hal itu, lanjut dia, merupakan konsep zaman dahulu yang dibawa ke masa kini dan tetap menarik masyarakat. Ia menilai konsep itulah yang dinamakan kontemporer sesuai dengan tema SIPA 2015.

Advertisement

Menurutnya, saat ini banyak orang yang salah kaprah karena menganggap kontemporer adalah seni yang diwarnai pengaruh masa kini. Padahal, saat ini budaya yang masuk ke Indonesia mayoritas berupa budaya barat.

“Membawa masa lalu ke masa kini tanpa mengubah nilai tradisinya itu yang sulit. Saat ini banyak orang yang mengatakan seni kontemporer tetapi isinya mengikuti budaya luar agar menarik dan mendapat keuntungan, itu bukan kontemporer,” tutur lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Solo itu.

Tak hanya penampilannya dalam acara pembukaan, Fajar juga akan tampil pada hari kedua SIPA, 11 September.

Advertisement

Ia bersama tiga rekannya yang juga lulusan ISI Solo akan menampilkan tarian berjudul Suara Angin. Karya seni itu ditampilkan di Jepang pada 2014 lalu.

Inspirasi membuat karya itu berasal dari suara angin yang meraung, meratap, berteriak, dan bernyanyi. Selain itu, manusia bernapas dengan oksigen yang juga berupa angin. Oksigen itu bisa membuat manusia hidup tanpa harus membayar sepeser pun.

Tarian itu, lanjut dia, tanpa iringan musik dan hanya diiringi suara jangkrik. Di dalam tarian itu, ia ingin mengajar para penonton untuk merasakan keberadaan angin dan sebagai rasa syukur kepada Tuhan.

Fajar yang bergelut di bidang tari sejak 1990 hingga saat ini telah menorehkan berbagai prestasi di dalam negeri maupun di luar negeri. Beberapa prestasi terbarunya berupa pemeran utama dalam Matah Ati di Mangkunegaran pada 2014.

Ia juga mendapat penghargaan di Jakarta berupa Hennessy Award sebagai penari, koreografer dan sutradara pada 7 Agustus lalu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif