Jogja
Rabu, 2 September 2015 - 20:20 WIB

PENAMBANGAN LIAR DI BANTUL : Penambangan Merambah Sungai Kecil, Warga Resah

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penambangan di Kali Opak Bantul (JIBI/Harian Jogja/Arief Junianto)

Penambangan liar di Bantul merambah sungai kecil, sehingga meresahkan warga

Harianjogja.com, BANTUL-Meski lokasinya dekat dengan pemukiman dan berada di kawasan Sungai Kaligawen yang lebarnya tak lebih dari 5 meter, namun praktik penambangan pasir dengan alat sedot tetap saja dilakukan. Akibatnya, sejumlah warga yang berada di sekitar lokasi pun mulai mengeluh. Mulai dari polusi suara hingga kerusakan jalan.

Advertisement

Salah satu warga yang tak bersedia disebutkan namanya, mengaku, penambangan yang berada kawasan Dusun Payak Tengah, Desa Srimulyo, Piyungan itu sangat mengganggu warga.

Pasalnya, lokasinya yang dekat dengan pemukiman membuat suara bising dari mesin sedot mengganggu keseharian warga. “Penambangan di tengah kampung. Sangat mengganggu,” katanya.

Advertisement

Pasalnya, lokasinya yang dekat dengan pemukiman membuat suara bising dari mesin sedot mengganggu keseharian warga. “Penambangan di tengah kampung. Sangat mengganggu,” katanya.

Tak hanya suara yang bising, ia pun khawatir jika penambangan itu menyebabkan sumur-sumur warga di sekitar lokasi penambangan menjadi kering. Terlebih saat ini, kondisi debit air tanah di kawasan itu tengah menurun lantaran musim kemarau yang panjang. “Belum lagi banyaknya truk pasir berlalu lalang akan menyebabkan jalan desa menjadi cepat rusak,” keluhnya kepada wartawan, Selasa (1/9/2015) pagi.

Sebenarnya, ia dan beberapa warga sudah mengajukan keberatan kepada pihak pemerintah desa Srimulyo. Akan tetapi, sampai sekarang belum ada respon positifnya. Sedangkan pasca laporan ke pihak Kecamatan Piyungan, praktik penambangan yang belum berizin itu sempat berhenti.

Advertisement

Hal itu lantas dibenarkan oleh Sugiman, warga Dusun Payak Cilik. Ia membenarkan bahwa warga sekitar keberatan dengan aktivitas penambangan tersebut. Terlebih, dirinya juga memiliki tanah kengser dan warisan yang masing-masing berada di sisi barat dan timur sungai. Ia khawatir, jika penambangan di sungai kecil itu terus dilakukan, bisa memicu longsor yang akan menggerus tanah miliknya.

Terkait hal itu, ia pun mengaku sudah melapor ke pihak pemdes Srimulyo dan Kecamatan Piyungan. Namun, sama dengan warga lainnya, laporannya itu pun tak kunjung mendapatkan respon. Begitu pula ketika ia melaporkan hal itu kepada pihak Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bantul.

“Beberapa waktu lalu sempat ada mediasi, tapi nyatanya penambangan terus berjalan,” gerutunya.

Advertisement

Terpisah, salah satu operator tambang Baryanto membantah jika praktik penambangannya belum mengantongi izin dari masyarakat sekitar. Diakuinya, dalam sebuah pertemuan dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) beberapa waktu lalu, pemilik tambang yang disebutkannya bernama Ribut bersedia memberikan kompensasi terhadap desa. “Kami mengisi kas LPMD sebesar Rp 40.000 dan ke kas pemuda Rp 5.000 setiap truknya,” tuturnya.

Kendat diprotes warga, aktivitas penambangan pasir tetap akan ia lanjutkan. Ia beralasan, izin penambangan itu sendiri hingga kini masih tengah mengurus izin.

Tak hanya itu, Baryanto juga mengklaim telah mengantongi rekomendasi dari pemerintah kabupaten (Pemkab) Bantul sembari menunggu izin tersebut rampung diproses. Ia mengaku diberikan tenggat waktu oleh pemerintah untuk bsia menambang hingga 20 September mendatang. “Baru setelah itu, jika izin belum keluar, kami diminta untuk berhenti,” tukasnya.

Advertisement

Baryanto pun membantah jika praktik penambangan yang dilakukannya itu membahayakan lingkungan. Ia mengaku intensitas pengambilan pasir yang dilakukannya tidak  begitu tinggi. “Yang saya ambil itu hanya sedikit, sehari paling banyak tiga truk,” tegasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif