Kolom
Selasa, 1 September 2015 - 06:00 WIB

KOLOM : Sekali Lagi, Peduli adalah Solusi

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mulyanto Utomo (Dok/JIBI/Solopos)

Kolom kali ini, Senin (31/8/2015), ditulis wartawan Solopos Mulyanto Utomo.

Solopos.com, SOLO — Beberapa hari lalu, di antara puluhan atau bahkan ratusan status di time line Facebook saya yang berisi keluh kesah, sindiran, sinisme, bahkan hujatan tentang merosotnya perekonomian negeri kita, ada salah satu status yang membuat saya gumun, pori-pori tangan saya merinding.

Advertisement

Saya takjub bercampur heran dengan tindakan pasangan suami istri yang oleh kawan di pertemanan Facebook saya itu disebut telah mewakafkan sebuah rumah bertingkat, dilengkapi 22 kamar untuk asrama pelajar, dan baru sepekan itu selesai dibangun.

Kurang lebih begini status kawan saya itu, “Malam-malam mendapat telepon dari seseorang yang ingin mewakafkan rumahnya untuk asrama pelajar… Setelah menelepon, beliau dan isterinya langsung ke rumah menyerahkan sertifikat. Setelah itu kami bersama-sama melihat rumahnya. Ternyata baru sepekan ini selesai dibangun, rumah dua lantai, 22 kamar dan di sebelahnya sudah ada masjid. Semoga berkah untuk semuanya, amiin…”

Masya Allah… Saya memperkirakan tanah dan bangunan yang lumayan megah itu (status kawan saya itu dilengkapi foto rumah yang diwakafkan) pasti bernilai ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah.

Advertisement

Di tengah situasi sulit seperti sekarang ini–diakui atau tidak–tindakan pasangan suami istri tadi jika hanya dimaknai dari sisi duniawi, sudut pandang ekonomi, sekuler, terlihat tidak masuk akal. Pada kenyataannya hidup ini memang tidak melulu persoalan harta, benda, kekayaan.

Kalau mengutip bukunya Mas Prie G.S., hidup ini bukan hanya urusan perut, Bung! Di sana, di kehidupan ini, ada sisi rohani, sisi religiositas, belas kasih, ketenangan batin, dan kepedulian sosial yang tidak bisa diukur dengan harta benda.

Jadi, bagi rakyat Indonesia kebanyakan, sesungguhnya tidaklah terlalu penting memperdebatkan persoalan mengapa pelemahan rupiah terjadi? Siapa yang salah? Bagaimanakah pengaruhnya terhadap perekonomian negeri ini ke depan?

Mengapa pemerintah sulit menanggulangi pelemahan rupiah ini? Masih banyak lagi pertanyaan yang pada ujungnya berubah menjadi perbedaan tajam yang kontraproduktif. Untuk sekadar tahu sih tidak ada salahnya.

Advertisement

Jika kemudian justru sampai menimbulkan kegaduhan, saling tuding untuk menjelekkan kinerja pemerintah, menteri, bahkan presidennya, saya kira itu terlalu jauh dan tidak akan memberi efek apa pun terhadap perbaikan negeri ini.

Beberapa hari lalu ketika rupiah kembali melemah dan menyentuh angka Rp14.000/dolar Amerika Serikat, kita bisa saksikan dan baca di berbagai media massa mainstream, media abal-abal, hingga ke media sosial mengenai kegaduhan itu.

Betapa heboh dan beragamnya masyarakat menanggapi bergolaknya nilai tukar rupiah itu. Tentu saja nadanya bisa macam-macam. Ada yang sinis, provokatif, serius, dan tentu saja nyinyir. Ketika fenomena seperti ini terjadi, seolah kampanye pemilihan presiden tahun lalu masih berlangsung. [Baca: Meme]

 

Advertisement

Meme
Para pendukung Joko Widodo (Jokowi) maupun pendukung Prabowo Subianto, baik yang militan atau yang malu-malu, sesungguhnya sama-sama nyinyir tetapi mereka saling menuduh pendukung lawanlah yang nyinyir…

Para kreator meme bermunculan. Ada yang menyebut Rp14.000 itu sama dengan nomor call centre sebuah bank, atau ada pula yang menyebut jika tembus Rp14.045, berarti sama dengan nomor telepon layanan antar franchise sebuah restoran cepat saji lengkap dengan gambar yang menggelikan.

Sebaliknya, yang merasa dikritik langsung membalas dengan pernyataan-pernyataan provokatif yang menurut hemat saya semuanya tidak ada gunanya. Yang diperlukan saat ini adalah solusi konkret. Apa itu?

Salah satunya adalah kepedulian. Ya, kita semua, bahkan sampai ke individu… saya, Anda. Tentu saja solusi yang masuk akal, jelas tindakannya, halal, dan demi kebaikan masyarakat dan kebaikan bangsa dan negara.

Advertisement

Bukan solusi yang mencederai pihak yang lain, misalnya mengusulkan menyetop ibadah haji dan umrah seperti yang disampaikan Ade Armando, seorang dosen sebuah perguruan tinggi terkenal di negeri ini.

Hla, memangnya uang haji itu uang negara yang bisa dialihkan untuk membangun jalan, membantu masyarakat miskin, dan lain-lainnya? Lantas bagaimana bentuk kepedulian itu?

Membantu orang-orang yang membutuhkan, orang-orang yang sedang dalam kesulitan. Bukan sekadar bersimpati atau berempati. Langkah nyata, konkret, seperti yang dilakukan pasangan suami istri mewakafkan asrama yang baru saja selesai mereka bangun tadi.

Contoh konkret lainnya? Tidaklah perlu berpikir muluk-muluk untuk membantu Indonesia. Lihat sekeliling Anda. Adakah orang yang perlu dibantu?

Di Soloraya ini ada ribuan atau bahkan puluhan ribu anak yatim dan kaum duafa, rakyat miskin, ribuan keluarga kekurangan air bersih, susah makan, kesulitan mencari penghidupan, kebingungan dengan biaya sekolah, dan beragam problem lainnya.

Apakah bantuan untuk mereka sudah diberikan? Sudah sejak bertahun-tahun lalu. Di Soloraya ini paling tidak ada 30.000-40.000 orang peduli yang secara “diam-diam” telah membantu ratusan ribu warga masyarakat di wilayah ini.

Advertisement

Mereka adalah para donatur (muzaki) tetap yang mengamanahkan uang mereka setiap bulan untuk dikelola sebuah yayasan. Tahukah Anda berapa setiap bulan uang yang bisa terkumpul dan seberapa banyak warga misikin, kaum papa, anak yatim yang menerima manfaat (mustahik) atas kepedulian mereka?

Data yang saya peroleh dari pengurus sebuah yayasan sosial menyatakan pada 2014 lalu terkumpul dana Rp13,5 miliar. Pada 2015 ini, sampai Agustus ini, setidaknya telah terhimpun dan dimanfatkan sekitar Rp8 miliar.

Sekarang ini, yayasan itu telah memiliki poliklinik ibu dan anak gratis; pondok pesantren; SD, SMP, serta SMK gratis; kursus setir mobil; kursus computer; termasuk  tujuh unit ambulans yang semua pengelolaannya menggunakan dana dari kepedulian masyarakat itu.

”Pada 2015 ini kami telah menghimpun donasi Rp800.000-Rp900.000 setiap bulan. Dengan dana sebesar itu, jumlah penerima manfaat 65.000 jiwa/bulan, untuk operasional poliklinik gratis, ambulans gratis, SMK gratis, beasiswa dan lain-lain,” kata salah seorang pengelola yayasan itu.

Peduli adalah Solusi merupakan judul artikel saya yang dimuat harian ini enam tahun lalu. Sekali lagi, saya ingin menegaskan sesungguhnya kepedulian yang diwujudkan dalam bentuk zakat, infak, sedekah, serta tindakan nyata itu adalah solusi paling dahsyat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif