Jogja
Minggu, 30 Agustus 2015 - 17:20 WIB

KURS RUPIAH : Perajin Batik Ikut Rasakan "Getah", Diimbau Pakai Pewarna Alam

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Kurs rupiah yang masih lemah berdampak pada biaya operasional perajin batik.

Harianjogja.com, JOGJA – Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) mengimbau para perajin batik mengurangi penggunaan bahan baku impor dengan memprioritaskan pewarna alami untuk memproduksi batik tradisional.

Advertisement

“Sekarang saatnya menempatkan bahan pewarna batik alam sebagai substitusi pewarna tekstil yang sebagian besar masih impor,” kata Kepala Seksi Konsultasi BBKB Kementerian Perindustrian Bachtiar Totosantoso di Yogyakarta, Sabtu (29/8/2015).

Menurut Bachtiar, selain mengurangi ketergantungan bahan baku impor yang saat ini terpengaruh gejolak penguatan dolar AS, penggunaan pewarna alam juga diyakini mampu meningkatkan daya saing ekspor.

Advertisement

Menurut Bachtiar, selain mengurangi ketergantungan bahan baku impor yang saat ini terpengaruh gejolak penguatan dolar AS, penggunaan pewarna alam juga diyakini mampu meningkatkan daya saing ekspor.

“Batik motif tradisional dengan pewarna alam justru memiliki daya saing lebih tinggi dibanding dengan pewarna sintetis, apalagi printing,” kata dia.

Pembuatan batik dengan pewarna alam, menurut dia, lebih diminati konsumen mancanegara khususnya di Eropa, karena dinilai memiliki corak warna yang lebih halus, serta ramah lingkungan.

Advertisement

“Tentu saja pewarna sintetis selalu lebih diminati oleh perajin, karena bahannya tinggal beli di toko dan praktis,” kata dia.

Untuk mengatasi hal itu, BBKB juga siap memberikan pendampingan atau pelayanan konsultasi mengenai teknik pembuatan pewarna alam yang dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan di sekitar lingkungan masyarakat.

“Terkait teknik pembuatan pewarna alam kami juga siap memberikan pendampingan,” kata dia.

Advertisement

Sementara itu, ketua Komunitas Usaha Mikro Kecil Menengah (KUMKM) DIY, Prasetyo Atmosutidjo mengatakan dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang masih lemah, sebagian besar UKM mengaku terdampak karena kebanyakan masih menggunakan bahan baku impor.

Dia mengatakan dalam menghadapi persoalan itu, pemerintah dapat mengarahkan kalangan perajin dengan mencarikan alternatif pemenuhan bahan baku lokal sebagai pengganti bahan baku impor dengan harga yang terjangkau. “Kami berharap pemerintah dapat mendukung,” kata dia.

Menurut dia, hampir 50 persen UKM di DIY masih bergantung pada bahan baku impor. Misalnya, ia menyebutkan, perajin batik, pengusaha pakaian, tahu-tempe serta pengusaha kecil menengah lainnya.

Advertisement

“Perajin pakaian sebagian besar membutuhkan kain “cotton” sementara perajin batik juga masih membutuhkan pewarna tekstil yang seluruhnya impor, bahkan perajin tahu-tempe pun pakai kedelai impor,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif