Jogja
Minggu, 30 Agustus 2015 - 15:20 WIB

KURS RUPIAH : Pelemahan Rupiah Diharapkan Tak Berujung pada PHK

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi buruh menolak PHK (JIBI/Solopos/Antara)

Kurs rupiah yang masih belum aman diupayakan tak berimbas besar bagi tenaga kerja.

Harianjogja.com, BANTUL – Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengharapkan pelemahan rupiah terhadap dolar AS saat ini tidak berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) dari pengusaha kepada tenaga kerjanya.

Advertisement

“Kami bersyukur sampai saat ini di Bantul belum ada PHK, mudah-mudahan tidak ada lah, jangan sampai terjadi,” kata Kepala Disperindagkop Bantul, Sulistyanto, di Bantul, Minggu (30/8/2015).

Menurut dia, kenaikan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah memang membuat pelaku industri terbebani, terutama di sektor kerajinan yang bahan baku industrinya impor yang harganya mengalami kenaikan imbas menguatnya dolar terhadap dolar.

Berbagai industri kerajinan yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri itu, menurut dia, di antaranya sebagian perajin batik dengan pewarna sintetis, perajin tahu dan tempe yang menggunakan bahan baku kedelai impor.

Advertisement

Selain tidak berimbas pada PHK dari pemilik industri, pihaknya juga berharap kondisi saat ini tidak memengaruhi kapasitas produksi di sektor industri kerajinan, artinya volume produksi tetap stabil dibanding sebelum terjadi pelemahan rupiah.

“Intinya di situ (tidak ada penurunan volume produksi), dan penjualan produk tetap stabil, sehingga tidak ada yang namanya PHK,” kata Sulistyanto.

Sementara itu, ia juga mengatakan, untuk mempertahankan pelaku industri kerajinan yang sudah memiliki pasar ekspor dari berbagai gejolak ekonomi, pihaknya membantu mengoptimalkan peluang pasar dalam negeri.

Advertisement

Ia mengatakan, dengan demikian, jika terjadi penurunan ekspor kerajinan, tidak mengurangi volume produksi barang dari industri dalam periode yang sama dibanding sebelumnya, karena sebagian produk kerajinan dipasarkan ke dalam negeri.

“Paling tidak bisa menutup defisit yang dari ekspor, misalnya kalau sebelumnya setiap bulan menjual sepuluh, maka yang ke sana (ekspor) delapan, sementara yang dua dipasarkan di dalam negeri,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif