News
Kamis, 27 Agustus 2015 - 03:20 WIB

KURS RUPIAH : Dolar Melangit, Pengrajin Tercekik

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu gerabah yang terpajang di showroom milik Timbul Raharjo, Kasongan, Senin (25/8/2015) siang. (JIBI/Harian Jogja/Arief Junianto)

Kurs rupiah sampai saat ini masih tetap menukik tinggi.

Harianjogja.com, BANTUL-Melemahnya kurs rupiah hingga angka Rp14.050 lebih, kian membuat pengrajin tercekik. Tak terkecuali dengan pengrajin asal Bantul.

Advertisement

Hal itu diakui sendiri oleh Agus, salah satu pengrajin gerabah asal Kecamatan Pundong. Diakuinya, dengan melonjaknya kurs rupiah, ditambah dengan lesunya perekonomian dunia, sirkulasi transaksi yang dilakukannya pun ikut terdampak. Pasalnya, dengan momentum melonjaknya kurs rupiah atas dollar ini tidak tepat berbarengan dengan momen pemesanan baru oleh para buyer dari luar negeri. “Jadi meski harga kurs rupiah naik, ya tidak berpengaruh apa-apa, wong buyer sudah terlanjur memesan barang sebelum [kurs] rupiah naik,” katanya, Selasa (25/8/2015).

Sebaliknya, pihaknya justru harus mengencangkan ikat pinggang lantaran harga bahan baku yang naik akibat kenaikan kurs rupiah tersebut. Itulah sebabnya, ia berharap fluktuasi kurs rupiah bisa stabil hingga 2 bulan ke depan. “Karena dua bulan lagi biasanya ada order baru,” ujarnya.

Tak jauh beda, pemilik Zulfi Natural Craft, Jumakir membenarkan, meski ikut mengekspor kerajinan ke beberapa negara lain macam Kanada, pihaknya tak ikut merasakan dampak kenaikan kurs rupiah tersebut. Pasalnya, sejak awal menerima order, antara ia dan buyer sudah menyepakati bahwa pembelian dilakukan dalam bentuk rupiah. “Bukan Dollar,” tegasnya.

Advertisement

Ia juga membenarkan, kenaikan kurs rupiah itu justru berdampak pada kenaikan harga bahan baku kerajinan, macam triplek, cat, dan lem. Dikatakannya, kenaikan harga bahan baku saat ini bisa mencapai 5-10%.

Dalam sebulan, produk frame dan cermin yang diproduksinya, masing-masing ditarget harus bisa terkirim sebanyak 2.000 pcs dan 50-100 pcs. Hingga kini, ia mengaku telah terikat kontrak dengan salah satu buyer asal Kanada sebanyak 6.000 pcs produk frame dengan harga Rp30.000 per pcs. “Sampai di sana [Kanada], harganya bisa meningkat sampai 10 kali lipat,” tegasnya.

Ironisnya lagi, pihak pengrajin sama sekali tidak diperkenankan memasang merk dalam produk yang dikirimkannya ke Kanada tersebut. Untuk itu, ia mengakui, produk-produk frame yang dikirimakkannya itu kini sudah dijual dengan merk lokal Kanada ‘Bahamas’.

Advertisement

Kondisi sedikit lebih baik dialami eksportir gerabah lainnya, Timbul Raharjo. Salah satu eksportir produk gerabah asal Desa Kasongan, Bantul justru berharap lonjakan kurs rupiah itu bertahan hingga September-Oktober mendatang. Pasalnya jika memang kurs rupiah bertahan hingga bulan itu, ia memastikan keuntungan para eksportir macam dirinya bisa meningkat tajam “Tapi berapa peningkatannya belum tahu. Kan saya tidak bisa memprediksi lonjakan kurs rupiah dua bulan ke depan,” katanya saat dihubungi waorrtawan, Selasa (25/8).

Ia mengaku, lonjakan kurs rupiah itu merupakan angin segar di tengah menurunnya daya beli buyer luar negeri. Sejak 2009 lalu, krisis global yang melanda dunia menyebabkan menurunnya daya beli buyer yang selama ini menjadi langganannya. Diakuinya, penurunan jumlah pembelian pasca krisis ekonomi global itu bisa mencapai 90%. “Kalau dulu penjualan saya didominasi ekspor, sekarang perbandingannya fifty-fifty dengan penjualan lokal,” imbuhnya.

Ia mengakui, dalam 3 bulan terakhir pengiriman barang ke luar negeri, diakuinya tak lebih dari 3 kontainer dengan nilai ominal Rp150 juta per kontainer. Negara asal buyer pun diakuinya tidak seberagam dulu. Kini, buyer lebih banyak hanya didominasi oleh negara-negara tertentu macam Belanda dan Amerika Serikat. “Itu order sudah 3 buan yang lalu,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif