Jogja
Rabu, 26 Agustus 2015 - 17:20 WIB

KURS RUPIAH : Kenaikan Harga Kedelai Dianggap Masih Wajar

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi

Kurs rupiah melemah menyebabkan kenaikan harga barang impor, kedelai salah satunya. Kenaikan harga kedelai dianggap masih wajar

Harianjogja.com, SLEMAN-Harga komoditas kedelai impor mulai naik seiring melemahnya nilai tukar rupiah. Meski demikian Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Sleman menyatakan kenaikan yang terjadi sekarang masih normal.

Advertisement

Disperindagkop Sleman mencatat bahwa pada bulan sebelumnya, harga kedelai di Sleman pernah menembus Rp9.000 bahkan Rp10.000. “Beberapa bulan lalu pernah Rp9.000 sampai Rp 10.000, lalu turun jadi Rp7.000. Kalau sekarang hanya naik sedikit itu belum terasa dampaknya,” kata Kepala Disperindagkop Sleman, Pustopo, pada wartawan di sela-sela perjalanan dinas ke Pangkal Pinang, Selasa (25/8/2015).

Saat ini harga kedelai impor di Sleman Rp7.400 dari sebelumnya Rp7.000. Jika dibandingkan harga yang sampai Rp10.000 itu, posisi harga kedelai saat ini masih dikatakan aman. Pustopo mengatakan kenaikan harga belum mempengaruhi produksi tempe tahu karena pasokan kedelai kepada perajin juga aman.

Disperindagkop belum akan melakukan operasi pasar (OP) kedelai karena stok masih memenuhi. Saat ini dinas hanya memantau kondisi perindustrian tempe. Jika suatu saat kenaikan harga menghambat hingga mematikan produksi para perajin maka Pemkab Sleman akan segera melaporkan pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY agar segera mengeluarkan kebijakan.

Advertisement

Pustopo mengatakan, perajin tempe di Sleman mayoritas mengandalkan kedelai impor daripada kedelai lokal. Pasalnya dilihat dari tampilannya, kedelai impor lebih menarik. Ukuran bulirnya lebih besar sehingga secara tidak langsung memicu daya tarik perajin maupun konsumen tempe.

Komoditas kedelai lokal juga belum mencukupi kebutuhan perajin di Sleman. Kabid Tanaman Pangan Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan (DPPK) Sleman, Edi Sriharmanto mengatakan, pada musim kemarau tahun lalu, jumlah panenan kedelai lokal sebesar 530 ton dari luas lahan 263 hektare.

“Kalau untuk kebutuhan seluruh wilayah [Sleman] belum cukup karena lahannya hanya Prambanan saja,” kata dia.

Advertisement

Melihat potensinya, sebenarnya banyak kecamatan yang cocok ditanami kedelai. Namun petani tidak berminat menanam kedelai dan memilih menanam palawija atau tembakau. Tanaman kedelai lokal juga mudah diserang hama penyakit seperti hama.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif