Jogja
Minggu, 23 Agustus 2015 - 15:20 WIB

PERTANIAN KULONPROGO : Permintaan Bulog 7.000 Ton, Hanya Bisa Penuhi 3.000 Ton

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penataan stok beras di Gudang Bulog Sub Divisi Regional Malang-Pasuruan, Selasa (19/5/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Ari Bowo Sucipto)

Pertanian Kulonprogo mendapat permintaah Bulog untuk menyuplai 7.000 ton namun hanya bisa memenuhi 3.000 ton

Harianjogja.com, KULONROGO-Hingga Juli lalu, Kabupaten Kulonprogo sudah menyuplai sekitar 3.000 ton kepada Bulog untuk dialokasikan sebagai beras miskin (raskin). Meski demikian, para petani masih harus bekerja keras untuk memenuhi permintaan Bulog yang sebenarnya mencapai 7.000 ton.

Advertisement

Hal tersebut diungkapkan Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo, dikonfirmasi pada Sabtu (22/8/2015). “Meski belum 100 persen, ini adalah komitmen petani melawan beras dari luar negeri,” kata Hasto.

Hasto memaparkan, Kulonprogo tetap bertekad mengganti raskin dengan beras daerah (rasda) meski banyak pihak yang meragukannya. Pemkab Kulonprogo merangkul gabungan kelompok tani (gapoktan) agar secara bertahap menggeser suplai beras dari Vietnam dan India kepada Bulog yang selama ini dialokasikan untuk program raskin.

“Memang belum bisa diganti rasda semua tapi kabupaten lain malah belum sama sekali,” ucapnya.

Advertisement

Hasto juga mengatakan, penggantian rasda untuk raskin di Kulonprogo telah dijadikan proyek percontohan oleh pemerintah pusat. Program itu akan diukur efektivitasnya dan bagaimana jika konsep serupa diterapkan di daerah lain. “Kulonprogo jadi pilot project sejak Juli sampai Desember. Nanti kita evaluasi bersama,” ujar Hasto.

Hasto kemudian kembali mengingatkan, akhir tahun nanti Indonesia akan diserbu produk-produk luar negeri, termasuk beras, yang bisa jadi harganya jauh lebih murah. “Vietnam berasnya sangat murah dan bisa datangkan beras ke Balikpapan hanya dalam empat jam. Padahal kalau kita kirim dari Surabaya bisa empat hari,” paparnya.

Menurut Hasto, Indonesia bisa jadi langsung kalah jika menghadapi perdagangan bebas dengan teknologi. Solusi alternatif yang paling mungkin dilakukan adalah melawannya dengan ideologi, yaitu cinta produk dalam negeri. “Kalau beli beras sendiri, nanti uangnya lari ke petani kita juga,” ungkap Hasto.

Advertisement

Sementara itu, Ketua Asosiasi Gapoktan Kulonprogo, Margiono mengatakan, kebutuhan beras setiap bulan sebenarnya relatif sama. Namun, produksi dari hasil panen cenderung tidak stabil.

“Panen raya kemarin hanya mencapai 60 persen dari target karena kebanjiran. Di sisi lain, saat ini petani disulitkan dengan kekeringan karena masa tanam duanya gaka mundur,” ucap Margiono.

Margiono berpendapat, infrastruktur pengairan irigasi perlu dibenahi agar Kulonprogo bisa memenuhi permintaan Bulog. Kualitas irigasi dinilai menjadi salah satu kebutuhan paling krusial bagi keberhasilan panen.

“Selama ini airnya susah dibuang saat banjir sehingga tanaman banyak yang mati. Sebaliknya saat kekeringan, petani harus menunggu lama untuk airnya,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif