Jogja
Minggu, 16 Agustus 2015 - 23:20 WIB

MOTOR GEDHE : Harga Miliaran, Satu Orang Mungkin Miliki Lebih Dari 1 Unit

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto Pengendara motor besar berisiap melakukan konvoi menuju Candi Prambanan dalam ajang Jogja Bike Rendezvous 2015 seperti saat melintas di Ring road Utara Yogyakarta, Sleman, Sabtu (15/08/2015). Warga berharap para pengendara moge itu tetap taat degan peraturan lalu lintas seperti tetap berhenti saat lampu merah.

Motor gede berharga miliaran rupiah tak menghalangi pemilik memiliki lebih dari satu unit kendaraan.

Harianjogja.com, JOGJA-Kesan mewah dan glamor sangat terlihat pada pengendara motor gede. Karena tak semua kalangan bisa memiliki tunggangan dengan harga ratusan juta hingga miliaran rupiah itu. Sekali servis ringan saja tak cukup dengan uang angka setara upah minimum regional (UMR) DIY. Harga ban depan minimal Rp2 juta. Satu liter pertamax hanya bisa untuk perjalanan lima hingga 10 kilometer.

Advertisement

Mereka berkumpul dalam Jogja Bike Rendezvous (JBR) 2015 di Jogja City Mall, Jalan Magelang, Sinduadi, Mlati, Sleman, Sabtu (15/8/2015). Kemudian melakukan touring menuju Candi Prambanan. Mereka berasal dari berbagai penjuru tanah air.

Meski harganya selangit tapi beberapa biker ada yang memiliki unit lebih dari satu. Salah satunya Bambang Prihandoko asal Kemang, Jakarta Selatan. Pria berumur 58 tahun itu dikenal sebagai biker anti towing. Selalu mengendarai sendiri pulang dan pergi saat touring. Siang kemarin ia bersama istrinya berada di urutan tengah-tengah dari 70 biker yang khusus diberangkatkan dalam barisan Rally Indonesia.

Advertisement

Meski harganya selangit tapi beberapa biker ada yang memiliki unit lebih dari satu. Salah satunya Bambang Prihandoko asal Kemang, Jakarta Selatan. Pria berumur 58 tahun itu dikenal sebagai biker anti towing. Selalu mengendarai sendiri pulang dan pergi saat touring. Siang kemarin ia bersama istrinya berada di urutan tengah-tengah dari 70 biker yang khusus diberangkatkan dalam barisan Rally Indonesia.

Ia memakai Harley Heritage Softail Classic dengan kekuatan 1.690 cc. Dibeli dengan harga Rp800 juta pada 2013 silam. Di rumah, pria dua anak ini masih memiliki satu unit Harley Ultra Limited yang dibeli dengan harga Rp1,2 miliar dan delapan moge lainnya berbanderol ratusan juta.

“Kebetulan yang saya bawa klasik. Kalau di rumah ada satu lagi Harley Ultra dan delapan moge. Saya memiliki Harley karena lebih safety,” ungkapnya saat berbincang dengan Bisnis.com, Sabtu (15/8/2015).

Advertisement

“Ini yang Heritage dulu Rp800 juta, sekarang pasti sudah lebih dari itu. Bisa untuk investasi,” kata pria yang kerap membawa Harley untuk pergi ke kantor ini.

Harley Ultra yang harganya selangit memang cukup mendominasi dalam JBR 2015. Seperti yang dibawa Renaldi, pengusaha asal Bandung. Berkali-kali ia mengikuti touring dengan motor yang dibelinya Rp1,2 miliar berkapasitas 1.800 cc. Baginya memiliki Harley dan mengikuti touring sekadar untuk menghilangkan stres. “Ikut touring, biar tidak stres,” ucapnya.

Sama dengan biker asal Bogor yang mengaku bernama Awe. Memakai Harley Ultra Classic seharga Rp900 juta juga sekadar hobi. Ia mengikuti touring agar bisa menjalin kebersamaan dengan temannya. “Sering ikut touring dikendarai sendiri,” kata dia.

Advertisement

Selain sekelas Ultra, ada pula Harley sekelas Road King seperti yang dikendarai Herman, biker asal Bandung. Ia mengemudikan Harley Road King 1.200 cc bernopol D 6018 BF. Sebelumnya ia membelinya dengan harga Rp245 juta. Mengaku sebagai biker pemula, baru dua kali mengikuti touring. Selama perjalanan, tiap satu liter pertamax dihabiskan untuk menempuh perjalanan delapan kilometer.

Baik Bambang, Renaldi, Awe maupun Herman melakukan maintenance motornya sama seperti mobil pada umumnya. Melakukan servis jika sudah dipakai 4.000 hingga 5.000 kilometer. Selain membawanya ke dealer resmi di Jakarta. Mereka kadang mendatangkan mekanik ahli ke rumahnya. Para anggota Harley Davidson Club Indonesia (HDCI) ini sepakat bahwa tak semua biker arogan di jalanan.

“Kalau ada lampu merah ya berhenti, tidak semua arogan, mungkin suara mesinnya saja yang besar, tapi hati kami sama seperti masyarakat umum, kami tidak arogan,” ungkap Bambang.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif