Soloraya
Senin, 10 Agustus 2015 - 12:00 WIB

KEKERINGAN BOYOLALI : Harga Pakan Sapi Naik 50%, Peternak Musuk Kelimpungan

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Slamet, 50, warga Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, merawat sapi-sapi di kandangnya. (Kharisma Dhita Retnosari/JIBI/Solopos)

Kekeringan Boyolali menyebabkan harga pakan sapi di Sruni, Musuk, naik 50%

Solopos.com, BOYOLALI — Kekeringan di Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, berimbas pada pembengkakan biaya pakan sapi sebesar 50%.

Advertisement

Salah seorang peternak sapi Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, Hadi Sutarno, 60, mengatakan memasuki pertengahan musim kemarau 2015 ini, pengeluaran ekstra dibutuhkan demi menjaga kesehatan dan kualitas produksi susu sapi-sapi yang dimilikinya.

Menurutnya, satu ekor sapi kurang lebih membutuhkan 2 X 20 liter air dan 3 ikat pakan hijauan dalam sehari. Sementara itu, air dan pakan hijauan yang jumlahnya semakin terbatas juga harus terpenuhi dengan membeli dari pemasok.

Air untuk kebutuhan sapi dibeli warga Rp100.000-Rp120.000 per tangki [5.000-6.000 liter], bahkan bisa lebih tinggi untuk wilayah desa bertopografi lebih pelosok.

Advertisement

Sementara itu pakan hijauan biasa didapatkan warga dengan membeli seharga Rp5.000 per ikatnya dari pemasok lokal dari wilayah Sukoharjo, Klaten, dan Karanganyar.

“Itu pengeluaran mbengkak separuh dari pengeluaran normal. Kalau di luar kemarau air dan [pakan] hijauan melimpah, tidak perlu membeli,” tutur dia, Minggu.

Pemilik sapi lainnya, Widi, 68, mengatakan masa kemarau adalah masa sulit yang tak hanya dialami manusia, namun juga sapi-sapi yang merupakan sumber penghidupan utama bagi warga Desa Sruni.

Advertisement

Menurutnya kebutuhan air untuk sapi idi Desa Sruni bahkan melampaui kebutuhan manusia. Hal tersebut karena di Desa Sruni dan sekitarnya populasi sapi melampaui populasi manusia.

“Di sini kalau hanya mengandalkan pertanian tidak akan mampu bertahan, dari dulu sapi punya arti penting bagi warga. Satu rumah pasti punya sapi, bahkan ada yang sampai punya 16 ekor sapi perah dan sapi Jawa. Sapi perah harus memperhatikan nutrisi. Hijauan itu harus ada, kalau tidak, pengaruhnya nanti ke produksi susu. Berbeda dengan sapi metal yang tidak masalah jika hanya diberi jerami kering,” kata dia.

Sementara itu pedagang pakan hijauan sapi, Nur, 54, mengaku omzetnya bertambah tak kurang dari 50% selama kemarau. Namun diakuinya, semakin mendekati puncak kemarau, dirinya pun semakin susah mendapatkkan pasokan hijauan.

“Kalau musim hujan sehari pasokan tebonan jagung paling hanya sekali angkut, tapi saat kemarau bisa 2 kali angkut. Permintaan naik, sampai ada yang ninggal uang DP. Tapi jadi permasalahan ketika stok barang tidak mencukupi. Sejauh ini sih stok masih aman,” terang dia di lokasi jualannya di pertigaan lapangan Desa Musuk, Minggu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif