Jatim
Selasa, 4 Agustus 2015 - 06:05 WIB

MUKTAMAR NU : Begini Akhir Jalan Buntu Muktamar NU

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Peserta Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) kembali ke penginapan seusai mengikuti sidang pleno di Ponpes Mambaul Ma'arif Denanyar, Jombang, Jawa Timur, Senin (3/8/2015). Sejumlah pengurus cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), mengancam akan pulang lebih awal, jika Muktamar ke-33 NU terus molor dalam beberapa sidang yang akan digelar. Karenanya, muktamirin berharap muktamar berjalan sesuai dengan jadwal panitia. (JIBI/Solopos/Antara/Syaiful Arif)

Muktamar NU sempat menghadapi jalan buntu gara-gara wacana sistem musyawarah terbatas atau ahlul halil wal ‘aqdi (AHWA).

Solopos.com, JOMBANG — Belum lagi lama berlangsung, Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) yang resmi dibuka Sabtu (1/8/2015) menemui jalan buntu. Adalah Sidang Pleno pembahasan tata tertib pangkal kebuntuan tersebut.

Advertisement

Konsep pemilihan rais aam dalam Pasal 19 Tata Tertib Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama yang memperkenalkan sistem musyawarah terbatas atau ahlul halil wal ‘aqdi (AHWA) memicu perdebatan panjang dalam sidang pleno yang dilaksanakan di Alun-Alun Kota Jombang, Minggu (2/8/2015).

Sebagian peserta muktamar menginginkan pemilihan rais aam dilakukan dengan mengikuti AD/ART, tanpa mengakomodasi wacana AHWA. Sebagian lainnya mengusulkan agar sistem AHWA dibahas dalam komisi organisasi, bersama dengan pembahasan AD/ART dan tidak diberlakukan pada Muktamar Ke-33 NU itu. Pendapat ketiga menghendaki agar pemilihan rais aam dilaksanakan sesuai sistem AHWA yang dirumuskan steering committee.

Advertisement

Sebagian peserta muktamar menginginkan pemilihan rais aam dilakukan dengan mengikuti AD/ART, tanpa mengakomodasi wacana AHWA. Sebagian lainnya mengusulkan agar sistem AHWA dibahas dalam komisi organisasi, bersama dengan pembahasan AD/ART dan tidak diberlakukan pada Muktamar Ke-33 NU itu. Pendapat ketiga menghendaki agar pemilihan rais aam dilaksanakan sesuai sistem AHWA yang dirumuskan steering committee.

Hujan interupsi dan sanggah-menyanggah atas wacana pemberlakuan AHWA dalam Muktamar Jombang itu memacu pimpinan sidang Selamat Efendi Yusuf memutuskan untuk menskors sidang pleno tersebut hingga Senin keesokan harinya. “Karena suasana jadi tidak kondusif maka kami memutuskan untuk menskors sidang ini sampai esok hari,” kata Selamat, Minggu pukul 23.15 WIB.

Akhir Jalan Buntu

Advertisement

Dalam kelanjutan sidang pleno Muktamar NU, Senin, forum akhirnya menyepakati pemilihan rais aam tergantung dari keputusan yang diambil oleh sidang para rais syuriah atau ulama. Solusi yang mengakhiri perdebatan dalam pembahasan tata tertib di sidang pleno pertama Muktamar ke-33 NU di Jombang itu merupakan usulan dari Rais Aam Pengurus Besar NU (PBNU) Mustofa Bisri.

Mustofa Bisri yang akrab dipanggil Gus Mus tersebut, mengusulkan agar pemilihan rais aam untuk kepengurusan PBNU lima tahun selanjutnya dilakukan secara musyawarah mufakat atau voting oleh para ulama atau rais syuriah dari setiap pengurus wilayah dan cabang NU. Suasana sempat mengharu biru tatkala Gus Mus menyampaikan fatwanya itu, Senin sekitar pukul 15.30 WIB.

“Setelah rapat tadi dengan para rais syuriah, kami memutuskan bahwa pemilihan rais aam dipilih secara musyawarah mufakat atau secara voting oleh para Rais Syuriah,” kata Gus Mus seraya menjelaskan dasar fatwanya adalah hasil rapat tertutup para rais syuriah seluruh perwakilan pengurus wilayah NU. Rapat para rais itu digelar di Pendapa Kabupaten Jombang.

Advertisement

Gus Mus menekankan hal ini sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Pasal 41 Ayat 1 yang mengamanatkan pemilihan dilakukan dengan cara musyawarah mufakat, jika tidak bisa dengan pemungutan suara atau voting. “Pemilihan ketua umum itu langsung dengan muktamirin, sedangkan untuk Rais Aam itu oleh para Rais,” ucap Gus Mus.

Tangis Gus Mus

Muktamirin berpelukan dengan sorang anggota Banser seusai Rais Aam PBNU Mustofa Bisri memberikan fatwa saat pembahasan rancangan Tatib Muktamar Ke-33 NU di Alun-Alun Jombang, Jawa Timur, Senin (3/8/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Zabur Karuru)

Advertisement

Situasi pun berubah menjadi hening ketika Gus Mus berfatwa di arena sidang pleno muktamar, terlebih lagi ketika dia mengharapkan jalannya muktamar di tempat kelahiran NU ini berjalan dengan lancar. “Saya dan kiai sepuh serta rais-rais syuriah prihatin dengan situasi ini. Di sini NU didirikan, apa kita mau meruntuhkannya di sini juga?” tanya Gus Solah sambil menitikan air mata.

Dia sempat menyampaikan harapan agar fatwanya itu diterima semua peserta muktamar, dan berharap semua pihak bekerja sama dan fokus untuk kelangsungan organisasi massa Islam terbesar di Indonesia tersebut. “Maafkan saya terkait semua hal, doakan ini adalah kali terakhir saya menjabat (Rais Aam), tapi selama saya menjabat tolong dengarkan saya. Ingat NU lebih besar dari masalah tetek bengek seperti ini jadi pikirkanlah kelangsungan NU agar kita bisa memberi kontribusi pada negara dan dunia,” katanya mengharapkan.

Tidak Mundur
Steering Commitee Rapat Pleno pertama Muktamar Ke-33 NU Selamet Efendi Yusuf yang ditemui di terpisah mengaku turut terharu atas tercapainya kata sepakat dalam pembahasan tata tertib tersebut. “Keputusan ini adalah akibat kembalinya kesadaran ber-Nahdlatul Ulama dan kesadaran bahwa muktamar adalah forum silaturahim,” kata Selamet.

Menurut Selamet, serelah semua pembahasan tata tertib muktamar kali ini selesai maka agenda muktamar akan berjalan sesuai jadwal dan mengimbau agar sidang komisi segera dilangsungkan. “Mudah-mudahan tidak mundur dan sesuai jadwal, karena habis ini ada sidang-sidang komisi, LPJ dan kami minta doa pada seluruh masyarakat Indonesia agar muktamar kali ini lancar,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif