Kolom
Senin, 3 Agustus 2015 - 08:00 WIB

GAGASAN : El Nino Mengancam Swasembada Pangan

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - M. Sholeh (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Sabtu (1/8/2015), ditulis M. Sholeh. Penulis adalah pembina Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Tengah. Penulis juga peserta Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret.

Solopos.com, SOLO — Indonesia belakangan ini memasuki musim kemarau ditambah dampak pemanasan global dan yang cukup signifikan. Pemanasan global ini adalah dampak fenomena El Nino yang semakin terasa di seluruh Asia Tenggara, khususnya di wilayah Indonesia.

Advertisement

Fenomena El Nino adalah gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai meningkatnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik, di sekitar ekuator, khususnya di bagian tengah dan timur.

Ketika fenomena El Nino terjadi, saat suhu permukaan laut di Samudra Pasifik, kawasan ekuator bagian tengah dan timur menghangat, justru suhu perairan sekitar Indonesia umumnya menurun yang berakibat berkurangnya pembentukan awan hujan di Indonesia.

Dampaknya adalah ancaman kekeringan yang lebih (abnormal) di musim kemarau ini. Bagi pertanian di Indonesia, khususnya tanaman pangan, fenomena El Nino yang terjadi Juli hingga (diperkirakan) November adalah tantangan besar bagi target swasembada pangan.

Advertisement

Pemerintah telah menetapkan akselerasi swasembada pangan hingga tiga tahun ke depan. Ini adalah target ambisius dan penuh tantangan. Target tersebut tidak mustahil dicapai, akan tetapi juga menjadi ujian berat di tengah prestasi Kabinet Kerja yang belum berumur setahun.

Target tersebut akan dapat dicapai jika kebijakan-kebijakan yang diambil Kementerian Pertanian sebagai pemangku kebijakan di bidang pertanian tepat, yakni mengambil langkah-langkah strategis serta tepat dalam penempatan prioritas pembangunan pertanian.

Dampak fenomena El Nino dapat menurunkan produksi tanaman pangan, menurunnya kualitas, hingga gagal panen dan puso. Dampak inilah yang perlu dikaji dan diantisipasi secara bijak agar target swasembada pangan tidak meleset.

Jika tak diantisipasi dengan baik, dikhawatirkan dapat berakibat buruk, bahkan bisa lebih buruk daripada dampak fenomena El Nino 2007 yang sempat mengakibatkan rawan pangan pada tahun tersebut.

Advertisement

Dalam sepekan terakhir, Menteri Pertanian Amran Sulaiman semakin intensif blusukan ke daerah-daerah sentra lumbung pangan di Jawa.  Dalam empat hari ia blusukan di 12 kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur, semuanya dilalui dengan jalan darat.

Blusukan Menteri Pertanian kali ini memang memantau dan mengantisipasi dampak kemarau dan fenomena El Nino yang diperkirakan berlangsung hingga November.  Dampak musim kemarau dirasakan beberapa daerah yang kesulitan air seperti di Kabupaten Klaten, Wonogiri, Sragen, Boyolali hingga sebagian besar wilayah di Jawa Timur dan daerah-daerah lain di Indonesia.

Dampak kekeringan musim kemarau ini telah dirasakan pada awal Juli bersamaan dengan pelaksanaan ibadah puasa Ramadan dan Idul Fitri 1436 H.  Kekeringan selain berdampak pada terancamnya panen tanaman padi, yang sebagian puso, juga terhadap kebutuhan air bersih dan air minum pada saat Lebaran lalu.

Di daerah-daerah kekeringan ini ada pertambahan manusia hingga 30% akibat banyaknya warga yang pulang kampung seperti di wilayah Soloraya dan sekitarnya. Beberapa daerah sentra produksi padi selesai panen menjelang Ramadan dan Lebaran lalu.

Advertisement

Akibat minimnya informasi yang diterima petani, meskipun sudah memasuki musim kemarau yang diperparah dengan fenomena El Nino, sebagian di antara mereka masih menanam padi di sawah meskipun tergantung irigasi dari sumur atau sungai yang dipompa, tentu berbiaya mahal dan berisiko gagal panen. [Baca: Neraca Air]

 

Neraca Air
Melihat fenomena di atas, kewajiban pemerintah untuk mengambil kebijakan yang tepat berdasarkan skala prioritas. Beberapa langkah darurat Menteri Pertanian berupa pemberian bantuan mesin pompa penyedot air dan traktor memang membantu percepatan proses pengolahan lahan dan menopang irigasi yang vital bagi tanaman pangan.

Skala prioritas ini menjadi tidak berarti manakala sumber air baku tidak tersedia atau kalau tersedia debitnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan irigasi pertanian.

Advertisement

Banyaknya sumur pantek di daerah sentra produksi pangan menjadi tantangan tersendiri bagi pemenuhan kebutuhan air bersih dan air minum atau untuk irigasi pertanian, belum lagi untuk kebutuhan ternak dan kebutuhan lainnya.

Diperlukan pembangunan waduk-waduk untuk menopang kebutuhan air baku bagi pertanian maupun suplai air minum dan air bersih. Prioritas kebutuhan lain bagi petani adalah bantuan benih dan pupuk bersubsidi yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat dosis, tepat jenis, dan tepat harga (lima tepat).

Mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi dengan pengawasan oleh tentara adalah terobosan baru, namun yang lebih penting adalah tersedianya ”lima tepat” pada saat dibutuhkan petani, apalagi saat menghadapi fenomena El Nino dan kemarau yang berkepanjangan.

Prioritas lainnya adalah pengaturan pola tanam, ketepatan pemilihan varietas padi tahan kering, tumpang sari, tumpang gilir dengan tanaman pangan lain seperti palawija (jagung, kedelai, kacang hijau) dan tanaman lainnya untuk memperoleh hasil yang  optimal dan memuaskan.

Pola tanam yang tepat akan menentukan tingginya produktivitas pertanian maupun kontinuitas produksi pangan yang menopang swasembada pangan berkelanjutan.

Khusus menyikapi dan mengantisipasi kekurangan air, selayaknya pemerintah mulai menghitung neraca air seperti yang dipelopori Pemerintah Kabupaten Sragen tahun ini.

Advertisement

Neraca air adalah kalkulasi volume air yang masuk dan keluar di suatu wilayah atau suatu sistem. Dengan kajian neraca air ini dapat ditentukan langkah-langkah manajemen sumber daya air, baik bagi irigasi pertanian, peternakan, air minum, maupun bagi estetika atau bahkan potensi wisata.

Dengan kajian neraca air diharapkan pada tahun depan pemanfaatan air lebih tepat dan optimal. Dengan inovasi seperti ini diharapkan akselerasi swasembada pangan dapat dikawal secara terus-menerus dan terpadu. Kearifan pengelolaan lingkungan, tanah, air, dan keseimbangannya adalah kunci sukses pertanian berkelanjutan.  

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif