Jogja
Minggu, 2 Agustus 2015 - 20:20 WIB

KISAH INSPIRATIF : Jual Sayuran, Jadi Mekanik, Jalan Menjadi Polisi

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anifta Nuraini (tengah) didampingi kedua orangtuanya saat menunggu pemberangkatan pendidikan pembentukan Brigadir, di Mapolda DIY, Jumat (31/7/2015). (JIBI/Harian Jogja/Sunartono)

Kisah inspiratif berikut datang dari perjuangan seorang remaja dalam penerimaan anggota polisi.

Harianjogja.com, SLEMAN-Anifta Nuraini dan Rizki Alvano Rahman adalah dua remaja yang lolos menjadi anggota Polri. Bagaimana kedua anak tukang becak dan buruh itu bisa lolos di tengah isu tak sedap penerimaan anggota Polisi.

Advertisement

Mengenakan seragam hitam putih, Anifta dan Rizki berada diantara ratusan calon anggota Polisi yang akan menempuh pendidikan. Keseluruhan mulai diberangkatkan menuju tiga pusat pendidikan Polri pada Jumat (31/7/2015) dari Mapolda DIY.

Anifta adalah putra keenam dari pasangan seorang tukang becak bernama Tumiran, 55, yang biasa beroperasi di Pasar Sentul. Ibunya, Tumiyem, 53, juga seorang penjual sayuran di pasar tersebut. Tumiran dan Tumiyem tak menyangka jika anak terakhirnya lolos menjadi anggota Polisi. Apalagi persepsi masyarakat seringkali untuk bisa lolos harus membayar sejumlah uang.

“Waktu mau daftar, saya tanya, nanti bayar nduk?, tapi dia jawab di spanduk itu tidak dipungut biaya bu,” ujar Tumiyem saat di Mapolda DIY, Jumat (31/7/2015).

Advertisement

“Apalagi saya ini tidak tahu apa-apa, buta huruf, saya hanya lulus kelas 3 SD. Hanya bisa memberikan doa dan dukungan saja. Tapi ternyata lolos, saya bersyukur,” ucap Tumiran warga Jalan Soga 55 RT 24 RW 06, Tahunan, Umbulharjo, Kota Jogja ini menimpali.

Tapi, bukan tanpa perjuangan untuk bisa lolos. Kegigihan, keuletan dan kedisiplinan mulai diterapkan Anifta jauh sebelum ia akan mendaftar ke Polri. Saat ia duduk di bangku SMK 5 Jogja, ia aktif berolahraga. Di bangku yang sama ia melanjutkan kegemaran Taekwondo yang dilakukan sejak usia sekolah dasar. Hingga menjadi pelatih Taekwondo, sepekan dua kali dengan gaji Rp50.000 tiap pertemuan. Tapi Anifta masih melebihkan waktu dua hari lainnya untuk mengajar secara gratis demi kecintaan terhadap olahraga itu. Taekwondo juga mengantarkannya pada sejumlah kejuaraan baik di level kotamadya, provinsi hingga nasional. Bahkan kejuaraan internasional pernah dilakoninya.

Tetapi sayang, meski kerap menjadi juara Taekwondo, saat mendaftar penerimaan anggota Polri 2014, ia kandas. Kegagalan di tes psikologi tak membuatnya patah semangat. Menunggu setahun, ia memantapkan menempa diri secara mandiri. Kedisiplinan ia latih dengan bangun pagi, lalu membuka lapak berjualan sayur depan rumahnya setelah shalat subuh. Jelang siang ia berganti lapak berjualan es jus dan sore hari kembali menjadi pelatih Taekwondo di Jalan Magelang. Malam harinya, Anifta mengantarkan pesanan ayam ke beberapa warung makan dilanjutnya dengan membersihkan rumah. Pukul 23.00 WIB, ia baru tidur dan bangun sebelum subuh.

Advertisement

Selain menyiapkan fisik, mental dan kedisiplinan, kerja keras itu dilakukan untuk mengubah hidupnya. Termasuk bisa kredit motor mandiri dari hasil kerjanya. “Walaupun saya tidak mampu, tapi tidak pasrah dengan keadaan,” ucap Anifta.

Keinginannya menjadi Polisi kian kuat ketika ada teman yang mengejeknya. Tak hanya itu, remaja kelahiran 24 Agustus 1995 ini ingin ikut campur tangan memperbaiki citra Polri. Selepas pendidikan tujuh bulan, ia berjanji akan mencurahkan hidupnya untuk institusi korps coklat. Sebagai perempuan, Anifta mengaku turut prihatin banyaknya kasus perempuan dan anak. Ke depan, ia ingin serius terjun dalam kasus perempuan dan anak agar menjadi pengayom dan pelayan masyarakat.

“Perjuangan bapak saya sebagai sopir becak 35 tahun di tengah hujan badai, terik matahari belum ada apa-apanya dibanding pendidikan yang sakan saya ikuti selama tujuh bulan. Jadi saya harus kuat menjalani pendidikan,” tegasnya.

Hampir serupa dengan cerita Rizki Alvano Rahman. Ia juga lulusan tahun 2014 tapi baru mendaftar di 2015 karena bekerja sebagai mekanik di bengkel. Pekerjaan itu dilakoni untuk membantu ayahnya, Bambang Kuswendi yang juga seorang buruh. Ibunya, Mursiyem tak henti-hentinya mendukung dengan berpuasa ketika Rizki menjalani tes seleksi. “Dulu saya aktif di Saka Bhayangkara, jadi fisik dan mental saya sudah siap, karena memang bercita-cita ingin jadi Polisi,” ujar remaja warga Keceme, Caturharjo, Sleman ini.

Advertisement
Kata Kunci : Kisah Inspiratif
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif