Kekeringan Boyolali membuat ribuan lahan pertanian bera.
Solopos.com, BOYOLALI--Lahan pertanian yang mengalami kekeringan di Boyolali diperkirakan sudah mencapai luas 10.000 hektare. Dari luas lahan kering tersebut, 7.000 hektare di antaranya sudah bera.
Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Dispertanbunhut) Boyolali, Bambang Purwadi, menyampaikan lahan pertanian yang mulai kering mayoritas berada di wilayah Boyolali utara seperti Juwangi, Wonosegoro, Karanggede, dan Kemusu.
“Mayoritas lahan pertanian memang sudah mulai kesulitan air bahkan sudah ada sekitar 10.000 hektare yang mulai kering. Walaupun kering, lahan itu masih bisa berproduksi meski ada 7.000-an hektare yang mulai bera,” kata Bambang, kepada Solopos.com, Jumat (31/7/2015).
Sebagian besar lahan di Boyolali utara adalah sawah tadah hujan dengan sifat tanah mudah pecah-pecah saat kering. Petani hanya bisa menunggu hujan agar bisa menanam padi kembali. “Ya karena memang sama sekali sudah tidak ada pasokan. Sumur pantek tidak ada, sumber mata air juga sudah tidak mengalir,” ujar dia.
Sumur dalam maupun sumur dangkal sulit dikembangkan di wilayah Boyolali utara karena memang sudah tidak ada sumber air yang bisa dimanfaatkan.
Menurut Bambang, satu-satunya upaya yang bisa dilakukan untuk antisipasi kekeringan adalah menggali sumber air namun dengan geolistrik. “Kalau ada sumber air, kami upayakan untuk bisa ditangani dengan geolistrik. Kalau hanya sumur dalam atau dangkal, tetap tidak bisa.”
Sementara di wilayah Boyolali selatan lahan-lahan masih bisa berproduksi karena merupakan lahan tegalan. Petani di wilayah Selo, Musuk, Cepogo, masih bisa menanam tanaman hortikultura.