Soloraya
Jumat, 31 Juli 2015 - 19:50 WIB

KEKERINGAN KLATEN : Pasokan Air Minim, 3.000 Ha Sawah Bera

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seseorang melintasi jalan di dekat hamparan sawah yang dibiarkan bero atau tidak ditanami pemiliknya di Desa Bulan, Kecamatan Juwiring, Sabtu (12/10/2013). (JIBI/Solopos/Shoqib Angriawan)

Kekeringan Klaten yang dipicu musim kemarau berdampak pada sektor pertanian.

Solopos.com, KLATEN – Musim kemarau berdampak pada sektor pertanian di Klaten. Areal pertanian seluas 3.000 hektare bera selama berlangsung musim tanam (MT) II ini.

Advertisement

Sekretaris Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Klaten, Atok Susanto, mengatakan total lahan pertanian yang dapat ditanami padi di Kota Bersinar mencapai 33.000 hektare. 

“Panas matahari saat siang hari saat ini sangat terik. Otomatis, areal pertanian yang di hilir gunung [Gunung Merapi], pasokan airnya berkurang. Hal itu seperti di Delanggu, Juwiring, dan sekitarnya. Lantaran tak didukung pasokan air yang memadai, lahan pertanian didiamkan saja [bera],” kata dia saat ditemui wartawan di Delanggu, Jumat (31/7/2015).

Atok mengatakan persoalan lain yang menyebabkan lahan pertanian bera, yakni minimnya tenaga kerja di bidang pertanian.

Advertisement

“Sering kali biaya operasional dalam satu musim tanam itu senilai Rp8 juta per hektare. Besarnya biaya produksi itu karena mahalnya tenaga [saat pengolahan lahan, penanaman, dan saat panen],” katanya. 

Salah seorang petani asal Sidorejo RT 002/RW 001, Jaten, Juwiring, Sabar, 55, mengatakan usia tanaman padi di atas lahan dua per tiga hektare sudah berusia satu bulan.

Tanaman di usia tersebut sedang membutuhkan pasokan air berlimpah untuk masa pertumbuhan. Guna memenuhi kebutuhan air, ia mengantre memperoleh air melalui saluran irigasi di desa setempat.

Advertisement

“Kalau di desa sini, aliran air harus diatur. Aliran air tidak boleh dilakukan asal-asalan. Setiap petani dipersilakan memasok air ke areal sawah masing-masing setiap Kamis dan Jumat. Kalau ingin mengaliri air ke sawahnya, satu petani harus merogoh kocek senilai Rp15.000,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif