Soloraya
Kamis, 30 Juli 2015 - 17:00 WIB

Pasien Sakit Jiwa di Solo Melonjak

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - RSJD Solo (Dok/JIBI/Solopos)

Pasien sakit jiwa di RSJD Solo terus meningkat tajam dalam empat tahun terakhir.

Solopos.com, SOLO — Jumlah pasien sakit jiwa yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Solo selama empat tahun terakhir meningkat tajam. Jumlah pasien pada tahun ini dari Januari hingga Juni mencapai 17.410 orang.

Advertisement

Data yang diperoleh Solopos.com, dalam empat tahun terakhir jumlah pasien mengalami peningkatan. Pada 2011 jumlah pasien sebanyak 28.022 orang, 2012 sebanyak 29.355 orang, 2013 sebanyak 31.288 orang, dan 2014 sebanyak 33.091 orang.

Kepala Instalasi Rekam Medik RSJD Solo, Irma Rahmawati, mengatakan jumlah pasien yang berkunjung ke RSJD memang semakin meningkat tiap tahun. Rata-rata pasien yang dirawat di RSJD berumur antara 25-44 tahun. Para pasien tersebut berasal dari latar belakang pekerjaan yang beragam, mulai dari TNI, PNS, swasta, petani, buruh, dan ibu rumah tangga.

Advertisement

Kepala Instalasi Rekam Medik RSJD Solo, Irma Rahmawati, mengatakan jumlah pasien yang berkunjung ke RSJD memang semakin meningkat tiap tahun. Rata-rata pasien yang dirawat di RSJD berumur antara 25-44 tahun. Para pasien tersebut berasal dari latar belakang pekerjaan yang beragam, mulai dari TNI, PNS, swasta, petani, buruh, dan ibu rumah tangga.

Dia juga mengatakan jumlah pasien yang paling banyak di tahun ini didominasi pasien di Solo dengan jumlah 670 orang, Sragen sebanyak 561 orang, Karanganyar sebanyak 518 orang, Sukoharjo sebanyak 513 orang, dan Boyolali sebanyak 288 orang.

“Pasien dari luar Soloraya juga ada seperti Magetan, Ngawi, Grobogan, Blora, dan lainnya. Tetapi, jumlahnya tidak sebanyak pasien dari Soloraya,” katanya di ruang kerjanya, Rabu (29/7/2015).

Advertisement

Ambar juga mengatakan setiap pasien yang masuk ke RSJD Solo akan masuk ke Unit Gawat Darurat (UGD). Setelah tenang, baru mereka akan dimasukkan ke bangsal akut, kemudian setelah menunjukkan ketenangan akan dimasukkan ke bangsal tenang. “Biasanya kalau yang dari UGD dimasukkan ke bangsal akut itu pasien yang gelisah, suka mengamuk, dan melakukan tindakan yang membahayakan orang lain,” kata dia.

Menurut dia, penyebab pasien tersebut sakit jiwa pun bervariatif, seperti karena faktor ekonomi, faktor keluarga, pendidikan, percintaan, dan faktor lainnya. Saat ini, kesadaran masyarakat untuk membawa orang yang sakit jiwa cukup meningkat, namun masih banyak di wilayah yang akses kesehatannya jauh enggan membawa pasien ke RSJD.

“Ada yang keluarganya tidak mau kalau saudaranya dibawa ke RSJD. Padahal, deteksi dini dari keluarga dan masyarakat sangat penting untuk kesembuhan pasien,” terang dia.

Advertisement

Biasanya, pasien yang dirawat di RSJD secara intensif mulai dari dua pekan hingga satu bulan. Setelah itu pasien diperbolehkan pulang, namun tetap rawat jalan dengan melakukan kontrol 10 hari sekali.

Pasien sakit jiwa, lanjut Ambar, sebenarnya bisa sembuh, tetapi memang perawatannya cukup lama yaitu mencapai tujuh tahun. Selain itu, rawat jalan harus rutin dilakukan berikut konsumsi obat yang teratur. Selama ini, masih ada pasien rawat jalan yang tidak rutin mengkonsumsi obat sehingga proses penyembuhan pun tersendat.

“Sudah ada yang kembali normal, tetapi memang masih terus melakukan kontrol. Penyakit jiwa terkadang kumatnya itu bisa sewaktu-waktu, jika kondisi kejiwaan seseorang sedang labil,” ujar Ambar.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif