Jogja
Minggu, 26 Juli 2015 - 00:20 WIB

KENDARAAN TRADISIONAL : Repotnya Membedakan Fifty dengan Fifteen

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Jalan Malioboro sebagai ikon pariwisata Kota Jogja (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Kendaraan tradisional menuai untung di hari raya lebaran.

Harianjogja.com JOGJA-Masa liburan selalu dinanti para pengais rezeki. Tak terkecuali masa libur Lebaran. Namun, libur Lebaran kali ini dirasakan tidak seramah dahulu bagi penyedia jasa andong dan becak.

Advertisement

Di sisi barat Jl. Malioboro, berjajar andong menanti rombongan wisatawan yang ingin menikmati suasana Jogja dari atas kereta kuda. Sembari menunggu, ada saja yang dilakukan para kusir. Mulai dari bermain telepon genggam hingga memejamkan mata bersantai. Ada pula yang menawarkan jasa mengantarkan berkeliling Jogja dengan andong miliknya yang sudah dihias sedemikian rupa.

Usaha mereka menanti membuahkan hasil. Satu per satu andong mulai terisi wisatawan, setelah transaksi tentunya. Begitu kata sepakat dicapai, para turis lokal itu mulai menaiki andong. Kamera pun segera disiapkan untuk berfoto selfie atau memotret suasana Jogja. Iswanto, salah satu kusir masih duduk santai karena belum ada penumpang yang menghampirinya. Ia mengaku santai saja karena menurutnya rezeki manusia sudah diatur Tuhan. Setiap hari, belum tentu ia bisa menarik penumpang. Namun, kadang-kadang ia bisa dua hingga tiga kali.

Advertisement

Usaha mereka menanti membuahkan hasil. Satu per satu andong mulai terisi wisatawan, setelah transaksi tentunya. Begitu kata sepakat dicapai, para turis lokal itu mulai menaiki andong. Kamera pun segera disiapkan untuk berfoto selfie atau memotret suasana Jogja. Iswanto, salah satu kusir masih duduk santai karena belum ada penumpang yang menghampirinya. Ia mengaku santai saja karena menurutnya rezeki manusia sudah diatur Tuhan. Setiap hari, belum tentu ia bisa menarik penumpang. Namun, kadang-kadang ia bisa dua hingga tiga kali.

“Kalau liburan seperti Lebaran kemarin, alhamdulillah ada peningkatan. Sehari bisa empat hingga lima tarikan,” jelas dia, Jumat (24/7/2015).

Satu kali tarikan biasanya melalui rute Malioboro, Kraton Jogja, dan kembali lagi ke Malioboro. Tarif yang dipasang pun tergantung dari kondisi lalu lintas, apakah lancar atau macet. Jika lancar, tarif yang dikenakan Rp100.000 sekali putaran dan Rp200.000 manakala macet.

Advertisement

Selama tujuh tahun menjadi kusir andong, Iswanto mengaku paling susah jika harus mengantarkan tamu dari mancanegara. Perbedaan bahasa menjadi kendala, terutama saat transaksi harga. Ia mengaku seringkali terjadi kesalahpahaman antara angka 50 (fifty) ketika hendak menyebut Rp50.000 dengan 15 (fifteen) yang mewakili Rp15.000. Penyebutan yang hampir mirip membuatnya sering merugi.

“Maksud saya Rp50.000, tapi turisnya menganggapnya Rp15.000. Saat sampai, saya cuma dibayar Rp15.000,” jelas dia.

Ia pun tidak bisa berbuat apa-apa karena ia mengaku tidak bisa berdebat menggunakan bahasa Inggris. Ia pun lebih memilih penumpang lokal dibandingkan turis asing karena pengalaman yang tidak mengenakkan itu.
Hal serupa dikeluhkan para penarik becak seperti Sujono dan Saman. Warga Bantul tersebut menilai libur Lebaran 2014 lebih banyak penumpang. Dalam sehari dia bisa mengantarkan penumpang lebih dari enam kali.

Advertisement

“Lebaran kali ini, sehari paling dua hingga tiga kali tarikan,” ujar dia.

Tujuan yang paling sering diminta penumpang adalah Pasar Beringharjo, Kraton Jogja, dan Tamansari. Tarif yang dikenakan beragam tergantung dari jarak tujuan yang ingin dicapai. Rp15.000 untuk Pasar Beringharjo, Rp20.000 untuk Kraton Jogja, dan Tamansari Rp25.000.

Saman mengatakan, dalam sehari, ia bisa mengantongi hasil bersih Rp40.000 saat musim liburan kali ini. Ia mengaku tetap bersyukur karena jika dibandingkan hari-hari biasa, pendapatan itu sudah lebih. “Biasanya malah tombok,” keluh dia.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif