News
Jumat, 10 Juli 2015 - 06:50 WIB

EKONOMI MAKRO : Ekonomi Soloraya Tak Terpengaruh Krisis Yunani

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Bisnis.com)

Ekonomi makro dunia seperti yang terjadi Yunani dinilai tak begitu berpengaruh terhadap ekonomi Soloraya.

Solopos.com, SOLO—Krisis ekonomi yang terjadi di Yunani dan menurunnya indeks harga saham gabungan (IHSG) Tiongkok dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Soloraya. Hal ini karena perekonomian lebih dipengaruhi oleh konsumsi dalam negeri.

Advertisement

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Solo, Ismet Inono, menyampaikan ekspor Indonesia ke Yunani sangat kecil. Selain itu, Eropa juga bukan tujuan utama ekspor. Oleh karena itu, krisis yang terjadi di Yunani, meski sempat membuat nilai tukar rupiah melemah.

Dia menyampaikan meski beberapa perusahaan di Tiongkok suspend dan tidak ikut trading di pasar saham karena harganya yang anjlok. Hingga saat ini belum berpengaruh banyak. Namun hal tersebut perlu diwaspadai mengingat Tiongkok merupakan tujuan ekspor terbesar, yakni sekitar 40%-50%. Selain itu, ada beberapa industri di Indonesia yang tergantung bahan baku dari Negeri Tirai Bambu ini, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) dan industri kimia.

“Asalkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok bagus, ekonomi Indonesia juga akan bagus. Kondisi yang ada di Tiongkok ini hanya momentum dan tidak akan langsung membuat pertumbuhan ekonominya turun drastis,” ungkap Ismet saat ditemui solopos.com di ruang kerjanya, Kamis (9/7/2015).

Advertisement

Menurut dia, yang paling penting adalah konsumsi dalam negeri. Dia menyampaikan apabila rencana pembelanjaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) direalisasikan di semester II ini, kondisi ekonomi akan tumbuh positif. Diakuinya ekonomi sulit untuk tumbuh mencapai 5% pada triwulan III ini. Meski begitu, pihaknya mengaku optimis target pertumbuhan 5,1%-5,3% bisa tercapai hingga akhir tahun asalkan APBN terserap secara maksimal.

Dia mengungkapkan relaksasi yang dilakukan oleh pemerintah, seperti kemudahan pajak, relaksasi loan to value (LTV), kelonggaran loan to deposite ratio (LDR), pemberlakuan tax holiday (pembebasan pajak untuk kawasan dan jangka waktu tertentu), serta aturan penggunaan rupiah sebagai alat tukar dalam negeri diharapkan mampu mendorong geliat ekonomi Indonesia.

“Pengusaha tidak perlu khawatir mengenai kondisi ekonomi di luar negeri yang terjadi saat ini,” kata Ismet.

Advertisement

Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jateng, Liliek Setiawan, menilai menurunnya indeks saham di Tiongkok terjadi karena dana asing banyak yang ditarik. Namun hal ini tidak akan menganggu perekonomian negara tersebut.

“Saat ini sektor riil menertita, bukan karena pengaruh dari luar negeri tapi karena uang yang ada di dalam negeri mandek akibat minimnya penyerapan APBN. Selain itu, dicabutnya subsidi ini juga membuat daya beli masyarakat turun,” ujar Liliek secara terpisah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif