Jogja
Senin, 6 Juli 2015 - 13:20 WIB

WISATA GUNUNGKIDUL : Pendapatan Gua Pindul Tak Pernah Jelas

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wisatawan antri masuk ke Gua Pindul di Bejiharjo Karangmojo Gunungkidul (JIBI/Harian Jogja/Ujang Hasanudin)

Wisata Gunungkidul Gua Pindul beroperasi sejak 2010 tetapi jumlah pendapatan tidak diketahui pasti.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Sejak dibuka pada 2010, Gua Pindul langsung masuk dalam jajaran wisata utama di Gunungkidul. Wisata yang menyuguhkan panorama gua ini mampu menyaingi pantai-pantai di kawasan Gunungkidul selatan.

Advertisement

Sayangnya, sejak dibuka pertama kali itu pula, sampai sekarang tidak ada data pasti mengenai jumlah pendapatan dari kawasan itu meski untuk setiap pengunjung yang masuk dikenakan biaya sebesar Rp35.000.

Penyebab utamanya ditengarai karena saking banyaknya operator yang memberikan jasa pelayanan terhadap wisata susur gua itu. Di kawasan wisata yang terletak di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo ini ada 10 operator yang menjalankan bisnis susur gua pakai ban bekas.

“Sempat ada kesepakatan antaroperator untuk melaporkan jumlah pengunjung yang dibawa. Kenyataanya, hal itu tidak berjalan karena tidak ada yang melaporkan,” kata Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Wisata Bejiharjo (Dewa Bejo), Bagya, kepada Harianjogja.com, Jumat (3/7/2015).

Advertisement

Dia mengakui untuk saat ini ada penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung. Namun, di saat normal rata-rata setiap operator bisa melayani sampai 100 pengunjung per hari. Jumlah ini akan meningkat pesat saat libur akhir pekan karena setiap tempat bisa melayani 150-200 orang per hari.

“Kalau musim liburan jumlahnya akan semakin banyak lagi. bahkan saat libur Nyepi beberapa waktu lalu, sampai-sampai air di gua tidak terlihat karena saking banyaknya pengunjung,” ungkap Bagya.

Disinggung mengenai jumlah pendapatan selama ini, Bagya mengaku tidak bisa mengungkapkan dengan pasti. Dia berdalih hanya bisa memberikan gambaran di Dewa Bejo saja, sementara untuk operator lain kesulitan.

Advertisement

“Meski mendapatkan tugas untuk mengoordinasi, saya hanya bisa menghitung di tempat kami [Dewa Bejo]. Selain keengganan melapor, masing-masing operator juga memiliki kebijakan sendiri mengenai tarif pelayanan,” tutur pria berkumis ini.

Selain pendapatan yang tidak jelas, keberadaan Pindul juga belum memberikan kontribusi bagi desa. Pejabat sementara Kepala Desa Bejiharjo, Subarjono, mengatakan awalnya ada kesepakatan antara operator dan desa. Setiap bulan operator akan menyisihkan uang Rp2,5 juta untuk dimasukan ke kas desa.

Kesepakatan ini tidak berjalan mulus sebab tidak semua operator membayar. Kalaupun membayar, tidak ada yang mencapai dengan kesepakatan. “Paling tinggi Rp2,3 juta. Selebihnya di bawah angka itu,” tuturnya.

Parahnya, sejak 2013 lalu sudah tidak ada operator yang menyetor uang ke kas desa. Subarjono mengaku sudah mengingatkan ke operator tapi imbauan tersebut tidak digubris. “Ya mau bagaimana lagi, sekarang kami [pemerintah desa] hanya bisa mendiamkan saja,” ungkapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif