News
Jumat, 3 Juli 2015 - 20:30 WIB

BPJS KETENAGAKERJAAN : Banjir Protes, Pemerintah Susun Aturan Transisi Pencairan Dana JHT

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Dok)

BPJS Ketenagakerjaan kebanjiran protes akibat perubahan aturan pencairan dana JHT.

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah sedang mengkaji perubahan aturan pencairan dana jaminan hari tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan dengan menyantumkan masa transisi antara kebijakan lama dan kebijakan baru.

Advertisement

Hal itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyusul protes sejumlah kalangan masyarakat terkait perubahan masa pencairan dana pensiun yang lebih lama (10 tahun) dibandingkan aturan sebelumnya. “Ya saya kira lagi dibuat aturan transisinya bagaimana mengatasi yang begitu [proses pencairan dana JHT],” ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jumat(3/7/2015).

Kendati demikian, Jusuf Kalla belum dapat menjelaskan lebih detail terkait substansi perubahan aturan yang sedang disusun. Intinya, sambung dia, peraturan yang telah disusun selama ini sudah sesuai dengan undang-undang. “Nanti kita pelajari. Biar diselesaikan BPJS dan Kementerian Ketenagakerjaan, semua sesuai UU,”imbuhnya.

Melalui peraturan presiden (PP) No. 46/2015 tentang Jaminan Hari Tua, pemerintah mengubah mekanisme pencairan dana pensiun BPJS Ketenagakerjaan. Dalam aturan baru itu, pekerja hanya dapat menarik dana jaminan hari tua sebesar 10% dari total yang telah disetor selama 10 tahun, atau 30% dari total dana untuk kepemilikan properti.

Advertisement

Hal itu berbeda dari aturan sebelumnya yang menetapkan rentang pencairan hanya 5 tahun. Perubahan diklaim bertujuan agar peserta tetap mendapatkan manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan dari usia pensiunnya.

Aturan tersebut merupakan turunan dari UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No.24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Menanggapi opsi pembekuan program jaminan pensiun itu pasca aksi protes, JK menjawab pemberhentian program sama sekali tak perlu dilakukan. Menurut dia, pembekuan pelaksanaan kebijakan justru akan melanggar aturan yang berlaku.

Advertisement

“Tidak semua diprotes beberapa pihak kemudian harus dibatalkan. Ini UU, justru kalau dibekukan melanggar UU,” tegasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif