News
Selasa, 30 Juni 2015 - 21:21 WIB

PERLAMBATAN EKONOMI : Bagaimana Properti di DIY?

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi proyek pembangunan perumahan (Paulus Tandi Bone/JIBI/Bisnis)

Perlambatan ekonomi berdampak pada sektor ekonomi di DIY

Harianjogja.com, JOGJA- Perlambatan pertumbuhan ekonomi secara nasional sejak awal tahun ini, memukul beragam sektor. Salah satunya sektor properti. Akibatnya, target penjualan perumahan baru yang dicanangkan Real Estate Indonesia (REI) DIY turun.

Advertisement

Ketua REI DIY Nur Andi Wijayanto mengatakan, tahun ini REI DIY menargetkan pembangunan hunian baru sebanyak 3.000 unit atau naik seratus unit dibandingkan 2014. “Ya, tahun ini memang cukup sulit karena terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kami mengoreksi target. Ini di luar dugaan kami,” jawab Andi, Senin (29/6/2015).

Menurut Andi, dari sisi penjualan hunian pada semester pertama tahun ini terjadi penurunan hingga 30% dari target sekitar 1500 unit. Kondisi tersebut, sambungnya disebabkan oleh tidak tercapainya keinginan pemerintah untuk menumbuhkan ekonomi Indonesia sebesar 4,7% awal tahun ini.

Advertisement

Menurut Andi, dari sisi penjualan hunian pada semester pertama tahun ini terjadi penurunan hingga 30% dari target sekitar 1500 unit. Kondisi tersebut, sambungnya disebabkan oleh tidak tercapainya keinginan pemerintah untuk menumbuhkan ekonomi Indonesia sebesar 4,7% awal tahun ini.

“Tidak tercapainya target pemerintah itu juga berdampak pada sektor properti. Kalau ekonomi makro melambat, dampaknya juga dirasakan oleh masyarakat,” jelasnya.

Dalam kondisi tersebut, jelas Andi, pengembang sebenarnya sudah memberi iming-iming pembayaran uang muka lebih ringan. Pengembang meningkatkan penawaran cicilan uang muka dari delapan kali menjadi 12 kali.

Advertisement

Lambatnya pertumbuhan ekonomi pada semester pertama, kata Andi, juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menaik-turunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Hal itu berdampak pula pada kenaikan harga-harga kebutuhan masyarakat.

Selain itu, penyerapan anggaran pemerintah yang dinilai lambat juga menjadi faktor tidak tumbuhnya ekonomi nasional. Hal itu, lanjut Andi, karena pemerintah sejak awal memang mengejar pemasukan untuk pembangunan.

“Belum lagi kebijakan perpajakan di mana pemerintah sedang menggenjot penerimaan fiskal sejak awal tahun. Kebijakan itu cukup berpengaruh pada sektor properti,” kata Andi.

Advertisement

Meski mengakui semester pertama tahun ini cukup berat, namun Andi menilai penjualan sektor properti akan kembali tumbuh pada semester kedua mendatang. Hal itu, lanjut dia, karena pemerintah berjanji mengeluarkan kebijakan yang akan menggerakkan roda perekonomian secara nasional.

“Salah satunya, adanya relaksasi LTV [loan to value] untuk kredit perumahan rakyat [KPR] dan penurunan uang muka dari 30 persen menjadi 20 persen. Itu akan membantu pertumbuhan bisnis properti,” katanya.

Meski begitu, para pengusaha juga akan melihat sejauh mana komitmen pemerintah menerapkan kebijakan tersebut pada semester kedua.”Meski ada relaksasi kebijakan, kami akan melihat seberapa efektif kebijakan Bank Indonesia itu mampu mengangkat bisnis sektor properti,” tuturnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif