News
Senin, 29 Juni 2015 - 14:55 WIB

KONTRAK KARYA FREEPORT : Bupati Mimika Tuntut Ganti Rugi US$3,6 Miliar dari Freeport

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi tambang Freeport (Dok/Istimewa)

Kontrak karya Freeport di Papua dipersoalkan.

Solopos.com, JAKARTA — PT Freeport Indonesia dituntut membayar ganti rugi senilai US$3,6 miliar, atas sejumlah lahan yang dijadikan wilayah kerja perusahaan tersebut.

Advertisement

Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, mengatakan Freeport belum pernah membayarkan kewajibannya sebagaimana yang harus dilakukan kepada masyarakat adat Papua.

Padahal, perusahaan asal Amerika Serikat tersebut telah berada di Kabupaten Mimika sejak 48 tahun lalu.

“Ganti rugi US$3,6 miliar yang kami ajukan di luar hak ulayat dan lain-lain. Ini untuk ganti rugi kawasan kami berupa empat gunung yang selama ini menjadi wilayah kerjanya,” katanya di Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (29/6/2015).

Advertisement

Eltinus menuturkan selama ini Freeport hanya membayar kewajiban 1% dari pendapatan kotornya untuk membantu masyarakat sekitar. Akan tetapi jumlah tersebut masih belum cukup dibandingkan dengan apa yang selama ini telah Freeport ambil dari Papua.

Eltinus juga menyebutkan dana 1% dari pendapatan kotor Freeport bukanlah ganti rugi operasi dan ganti rugi hak ulayat yang dituntutnya. Alokasi tersebut merupakan kewajiban perusahaan untuk menyejahterakan masyarakat di sekitarnya.

Menurutnya, tuntutan senilai US$3,6 miliar tersebut juga ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), agar pemerintah mau mengambil peran dalam persoalan tersebut.

Advertisement

Apalagi, selama ini Presiden Jokowi menegaskan masyarakat Papua harus sejahtera dalam lima tahun mendatang.

“Penyampaian tuntutan ini adalah langkah pertama kami, untuk melihat niat baik Freeport. Setelah ini, bukan tidak mungkin kami mengambil langkah lain, termasuk langkah hukum,” ujar dia.

Selama ini, Freeport selalu beralasan perusahaan telah menandatangani Kontrak Karya dengan pemerintah Indonesia. Padahal, dalam adat Papua, investor harus menandatangani kerja sama dengan masyarakat sebelum dengan pemerintah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif