Kolom
Rabu, 24 Juni 2015 - 08:40 WIB

GAGASAN : Tiga Penyebab Timnas Selalu Gagal

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Lingga Putera Ramadhani (Istimewa)

Gagasan Solopos, Senin (22/6/2015), ditulis Lingga Putera Ramadhani. Penulis adalah pegawai PT PLN Area Surakarta dan penggemar klub Barcelona.

Solopos.com, SOLO — Kalah lagi dan kalah lagi. Kata ”kalah” menjadi satu kata yang selalu melekat di tim nasional (timnas) sepak bola kita. Baru-baru ini tim nasional U-23 kita harus mengubur impian membawa pulang medali dalam SEA Games ke-28 yang diadakan di Singapura.

Advertisement

Tim nasional U-23 kita takluk 0-5 dari Vietnam. Apa yang salah dari tim nasional sepak bola kita? Apa yang terjadi dengan pemain? Apa yang terjadi dengan pelatih? Apakah ini salah PSSI? Apakah ini salah pemerintah?

Melihat rekam jejak perjalanan ”pasukan” Garuda Muda, mulai dari masa–masa persiapan hingga saat bertolak ke Singapura, menurut saya sebenarnya tidak ada yang salah.

Tim nasional U-23 kita berbekal talenta–talenta muda berkualitas seperti Evan Dimas dan Adam Kalis plus semangat juang tinggi berhasrat untuk membawa pulang medali emas ke tanah air.

Advertisement

Apa kenyataannya? Bergabung di grup A yang notabene terdiri dari negara–negara yang bisa dikatakan selevel seperti Myanmar, Filipina, Kamboja, dan tuan rumah Singapura, ternyata tim nasional Indonesia harus menelan kekalahan di pertandingan perdana melawan Myanmar.

Myanmar adalah negara berkembang yang sedang dalam sorotan dunia terkait masalah komunitas Rohingya ternyata mampu mengandaskan Garuda Muda dengan skor telak 2-4. Apa yang salah di sini?

Saya sebagai penggemar tim nasional Indonesia mencoba mengkaji penyebab kekalahan Garuda Muda. Menurut saya, kekalahanm Garuda Muda lebih disebabkan faktor dasar teknis, yaitu passing yang gagal, penyelesaian akhir yang buruk, dan tidak memiliki mental menjadi juara.

Advertisement

Problemanya dari dulu ya memang itu–itu saja. Pola serangan monoton yang diperagakan Garuda Muda yaitu  menggunakan umpan lambung jauh ke depan yang selalu bisa diblok oleh lawan yang berpostur tinggi.

Selain itu, umpan–umpan yang lebih banyak jatuh di kaki lawan menjadi masalah dasar yang tak pernah usai. Dari sekian banyak penyerang di Garuda Muda kita, yang memiliki insting membunuh bisa dihitung dengan jari.

Sampai di sini, siapa yang patut disalahkan? Kekalahan perdana tidak terelakkan setelah salah satu bek tengah, Hansamu Yama Pranata, melalukan blunder konyol: berniat mengelabui lawan namun bola berhasil direbut penyerang lawan yang kemudian berhasil menceploskan gol ke gawang tim nasional kita yang dikawal Amirudin.

Skor 2-4 menutup pertandingan perdana Garuda Muda kita. Buruk memang karena Myanmar dahulu adalah lumbung gol bagi tim nasional senior kita. Kompetisi belum berakhir, kemenangan perdana dapat diraih tim asuhan Aji Santoso pada pertandingan kedua melawan Kamboja.

Di kertas Indonesia berada jauh di atas Kamboja. Dan skor 6-1 menjadi skor akhir pertandingan melawan Kamboja sehingga tim nasional kita meraih poin tiga kali pertama di Grup A. Pertandingan ketiga melawan Filipina. Indonesia beruntung memiliki sosok gelandang cerdas Evan Dimas.

Dua golnya membungkam tim nasional Filipina sehingga Garuda Muda berhak duduk di peringkat kedua setelah unggul selisih gol melawan tuan rumah Singapura yang memiliki poin sama di peringkat ketiga dengan poin enam dari tiga pertandingan.

Pertandingan terakhir babak penyisihan grup melawan tuan rumah Singapura. Ini merupakan pertandingan hidup mati karena tim naisonal kita hanya unggul selisih gol dengan poin yang sama dengan tuan rumah Singapura.

Di hadapan puluhan ribu pendukung tuan rumah, Garuda Muda berusaha merebut tiket menuju semifinal. Pertandingan berjalan alot. Tekel keras diperagakan pemain Singapura kepada pemain Garuda Muda.

Serangan–serangan tajam oleh penyerang Singapura hampir membuat jala gawang Garuda Muda bergetar. Salah satunya dari penyerang muda Sahil, pemain bernomor punggung 7 ini pandai mencari peluang. Peluang demi peluang gagal dimanfaatkan dengan baik oleh penyerang Singapura tersebut.

Babak pertama usai dengan skor sementara 0-0. Babak kedua dimulai dan di sinilah Dewi Fortuna tersenyum kepada Garuda Muda. Berawal dari umpan silang Paolo Sitanggang yang lolos dari kawalan bek lawan,  Paolo melepaskan umpan silang ke tengah yang disambut gol spektakuler bikinan Evan Dimas.

Skor 0-1. Tim nasional Indonesia unggul atas tuan rumah dan seketika membuat  pendukung tuan rumah terdiam. Tidak ingin dipermalukan dihadapan pendukung sendiri, Singapura melancarkan serangan–serangan dengan keras.

Dengan semangat dan konsentrasi tinggi, Garuda Muda mampu mementahkan semua peluang yang dimiliki Singapura. Alih–alih mencetak gol, salah satu penggawa Singapura melakukan blunder dengan melakukan tekel keras dari belakang kepada Evan Dimas yang akhirnya berbuah kartu merah.

Tim Garuda Muda unggul jumlah pemain pada saat itu. Penyakit lama timbul. Penyerang–penyerang kita gagal memanfaatkan keunggulan jumlah pemain untuk menambah pundi–pundi gol. Pertandingan ditutup dengan kemenangan Garuda Muda dengan skor 0-1.

Setelah kemenangan tersebut, Garuda Muda berhasil lolos ke semifinal sebagai runner up dan berjumpa dengan juara Grup B, yaitu Thailand. Thailand sebagai juara bertahan tuga tahun berturut-turut  melawan Garuda Muda.

Di kertas Garuda Muda berada di bawah Thailand, namun dengan semangat juang Garuda Muda berusaha mengubah sejarah dengan memenangi laga tersebut. [Baca: Semangat Tak Cukup]

 

Semangat Tak Cukup
Pertandingan pun digelar. Kenyataannya hanya berbekal semangat tidak cukup untuk memenangi pertandingan melawan Thailand. Umpan–umpan matang yang diperagakan penggawa tim naisonak Thailand membungkam perlawanan Garuda Muda.

Tak tanggung–tanggung, lima dibuat penggawa Thailand untuk mengandaskan Garuda Muda. Tim nasional kita gagal melaju ke final. Saya merasa miris melihat permainan Garuda Muda.

Lagi-lagi pola serangan monoton diperagakan Garuda Muda yang akhirnya berujung kekalahan. Penyakit lama kambuh: umpan yang tak pernah sampai.

Baiklah, walau gagal merebut medali emas dan perak masih tersisa perunggu untuk diperjuangkan. Berbekal kekalahan pahit melawan Thailand, Garuda Muda berjuang merebut medali perunggu untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh prestasi untuk negeri tercinta.

Pertandingan hidup mati diperjuangkan oleh penggawa kita melawan Vietnam yang lebih dahulu kalah melawan Myanmar. Entah apa yang terjadi, seperti dejavu skor akhir 5-0 untuk kemenangan Vietnam.

Skor ini mengubur dalam-dalam impian Garuda Muda membawa pulang medali ke negeri tercinta. Kalau sudah seperti ini siapa yang patut disalahkan? Mari kita mendinginkan hati dan kepala sejenak.

Menurut saya sebagai penggemar tim nasional Indonesia, yang perlu dibenahi dari tim nasional kita, terlepas dari karut-marutnya persepakbolaan tanah air kita, adalah hal paling mendasar dari sepak bola itu sendiri, yaitu passing.

Sampai saat ini tim nasional Indonesia belum matang/mahir dalam melakukan passing baik pendek maupun panjang. Sepak bola adalah permainan tim yang terdiri dari 11 orang, bola bola harus digiring dari ke kaki ke kaki untuk menceploskan gol ke gawang lawan.

Tanpa passing yang bagus, bola akan sulit untuk dimasukkan ke gawang lawan. Jika kita melihat kembali kekalahan tim nasional kita dari Thailand, perbandingan kualitas passing mereka dengan tim nasional kita memang sangatlah jauh.

Umpan–umpan penggawa tim nasional Thailand memiliki akurasi yang tinggi sehingga selalu jatuh tepat di kaki kawan, bukan di kaki lawan. Bahasa hati pun berperan penting untuk menciptakan kekompakan antarpemain.

Setelah satu permasalahan itu usai (passing) harus dilanjutkan dengan teknik dan strategi penyelesaian akhir yang juga harus dibenahi. Umpan yang bagust anpa penyelesaian akhir yang tepat tidak akan menghasilkan kemenangan.

Menurut pengamatan saya, penyerang tim nasional Indonesia yang memiliki insting membunuh masih bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. Itu menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pelatih.

Setelah itu tercapai. mental juara harus dipupuk di benak seluruh penggawa tim nasional kita. Ketika tim nasional kita tertinggal skor lawan, semangat juang justru harus meningkat, bukan menurun, untuk mengejar ketertinggalan.

Berdasarkan pengamatan saya, tim nasional kita akan memiliki persentase kemenangan lebih besar apabila lebih dahulu unggul mencetak gol.  Apabila ketiga masalah dasar itu telah usai, menurut saya, bukan tidak mungkin tim nasional kita membawa pulang trofi juara, medali, atau bahkan mengikuti kompetisi Piala Dunia.

Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan renungan agar persepakbolaan kita dapat berprestasi di kancah Internasional di tahun-tahun mendatang.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif