Soloraya
Rabu, 24 Juni 2015 - 13:15 WIB

ASAL USUL : Inilah Mitos Sumber Air Asin Ngaglik Boyolali

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sekretaris Desa Ngaglik, Mukimin, menunjukkan lokasi sumber mata air asin di Desa Ngaglik, Sambi, Boyolali, Jumat (8/5/2015). (Kharisma Dhita Retnosari/JIBI/Solopos)

Asal usul ini seputar kisah sumber air asin di Ngagli, Sambi, Boyolali.

Solopos.com, BOYOLALI – Desa Ngaglik, Sambi, Boyolali, memiliki sumber air asin yang berada di tengah areal persawahan. Sumur air asin itu berada dekat jembatan kecil yang dikenal dengan jembatan Kalionto.

Advertisement

Kepala Desa Ngaglik, Daryanto, mengatakan sumber air asin di Desa Ngaglik sudah ada jauh sejak zaman kolonial Belanda. Sumber utama mata air asin tersebut terpusat pada satu buah sumur utama berdinding batu sedalam belasan meter.

Tak jauh di sekitar sumur utama tersebut, puluhan belik atau subsumur asin banyak terdapat di sekitarnya. Menurut Daryanto, karena sudah tidak aktif lagi, saat ini sebagian besar sub sumur tersebut banyak yang telah tertimbun rata dengan tanah.

Advertisement

Tak jauh di sekitar sumur utama tersebut, puluhan belik atau subsumur asin banyak terdapat di sekitarnya. Menurut Daryanto, karena sudah tidak aktif lagi, saat ini sebagian besar sub sumur tersebut banyak yang telah tertimbun rata dengan tanah.

Diduduk [digali] setengah meter saja itu sudah keluar air asinnya. Orang-orang jaman sekarang mau melanjutkan usaha [memproduksi garam] itu juga pikir-pikir karena hasilnya enggak cucuk dan sudah kalah dengan garam olahan pabrik yang produksinya lebih masif,” kata dia saat dijumpai di rumahnya, beberapa waktu lalu.

Tak hanya warga Desa Ngaglik, sebagian warga desa tetangga, yakni Desa Trosobo dulu juga ikut memanfaatkan sumber asin untuk memproduksi garam secara tradisional. Aktivitas produksi garam tersebut sukses menghidupi warga di dua desa tersebut.

Advertisement

Malam hari, warga beraktivitas mengangsu air asin dari dalam sumur untuk dibawa ke lokasi penggaraman yang juga berada di dekatnya. Aktivitas dilakukan malam hari karena pada pagi-sore digunakan warga untuk bertani. Setelah 3-5 hari, garam baru dapat dipanen. Garam hasil panenan dipasarkan hingga ke luar wilayah Boyolali.

Ditemui terpisah, Sekretaris Desa Ngaglik, Mukimin, mengatakan dulu area sekitar sumber air asin tak pernah sepi, selalu ramai dengan aktivitas selama hampir 24 jam.

Pagi-siang ramai dengan aktivitas pasar tradisional yang ada di dekat jembatan kecil Desa Ngaglik. Pasar tersebut selalu ramai, belum lagi dengan adanya pedagang-pedagang kain etnis Tionghoa dari Semarang yang sengaja datang berdagang di sana.

Advertisement

Kini aktivitas tersebut tak lagi ditemui. Lokasi sumber air asin terbengkalai. Sumber air asin tak lagi dimanfaatkan karena kalah bersaing dengan pabrik-pabrik garam modern.

Pada pembuatan garam tradisional, harus menunggu 3-5 hari untuk memproduksi sekitar 20 kilogram garam. Selain itu warga masih trauma dengan kejadian meninggalnya seorang ibu yang diduga bunuh diri bersama dua orang anak kembarnya di dalam sumur asin tersebut pada sekitar 1992 silam.

Penelitian dari sejumlah kalangan sudah berkali-kali dilakukan di sumber air asin tersebut. Mulai dari institusi pendidikan seperti Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, hingga pemerintah pernah mengadakan penelitian di sumber air tersebut.

Advertisement

Menurutnya, pernah ada pihak swasta yang berniat membeli kawasan sumber air asin tersebut untuk penelitian. Namun masyarakat setempat menolak dengan alasan khawatir jika nanti tempat tersebut disalahgunakan.

“Sempat mendengar dari penelitian terakhir, sumber air asin tersebut juga ada kandungan minyak tanahnya. Tapi tidak jadi dieksplorasi karena areanya kurang luas,” kata dia saat dijumpai

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif