News
Jumat, 19 Juni 2015 - 01:30 WIB

PILKADA 2015 : Mendagri Janji Tak Setujui Undur Diri Kepala Daerah Tak Etis

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mendagri Tjahjo Kumolo (JIBI/Solopos/Antara)

Pilkada 2015 diwarnai pengunduran diri kepala daerah yang bermaksud mendukung kerabatnya dalam pilkada.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Dalam Negeri menyatakan belum tentu menyetujui pengunduran diri kepala daerah yang berniat mendukung kerabatnya mencalonkan diri dalam pemilihan umum kepala daerah (pilkada) 2015. Hal semacam itu dinilainya tak etis.

Advertisement

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pihaknya bisa mengulur waktu bahkan membatalkan pengunduran diri kepala daerah jika terbukti berniat tak etis mendukung kerabatnya dalam Pilkada. “Kami minta apa alasannya? Walaupun tidak tersurat tapi dari sumber yang saya dapat, ya saya pending dulu. Tunggu MK bagaimana,” katanya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (18/6/2015).

Dia memaparkan pengunduran diri kepala daerah juga harus melewati persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jika DPRD tidak menyetujui pengunduran diri tersebut, maka Mendagri otomatis tak dapat menerima keputusan tersebut.

Tjahjo menilai aksi pengunduran diri kepala daerah tidak sesuai dengan etika politik. Pasalnya, kepala daerah telah memiliki kontrak politik selama lima tahun. “Kecuali dia berhalangan. Ini tidak berhalangan tapi dia punya maksud tertentu. Tidak baik mengorbankan tata pemerintahan,”tuturnya.

Advertisement

Sampai kini, Tjahjo menyebutkan sudah ada empat kepala daerah yang mengajukan pengunduran diri. Berdasarkan informasi yang terangkum, keempat kepala daerah itu antara lain Wali Kota Pekalongan Basyir Ahmad, Bupati Ogan Komering Ilir Mawardi Yahya, Bupati Kutai Timur Isran Noor, dan Wakil Wali Kota Sibolga Marudut Situmorang.

Berdasarkan Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota disebutkan, calon kepala/wakil kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana (incumbent).

Dalam penjelasan beleid disebutkan, konflik kepentingan itu berarti petahana berhubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu. Kecuali, telah melewati jeda satu kali masa jabatan.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif