Jatim
Rabu, 17 Juni 2015 - 15:05 WIB

PENGAKUAN MANTAN WARTAWAN : Jurnalis Ini Beberkan Tradisi “Angpao” di Dunia Wartawan

Redaksi Solopos.com  /  Aries Susanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Santoso, 59, mantan jurnalis Jawa Pos menuliskan kisah kelam seorang wartawan. (JIBI/Solopos/Aries Susanto)

Pengakuan mantan wartawan senior Jawa Pos ini layak diapresiasi. Setidaknya untuk generasi muda berikutnya.

Madiunpos.com, KOTA MADIUN – Angpao atau uang amplop bukanlah rahasia lagi di dunia wartawan. Uang amplop itu tentu bukan sekadar pemberian bebas nilai, melainkan penuh dengan kepentingan.

Advertisement

Santoso, 59, mantan wartawan senior Jawa Pos menuliskan dengan lugas tradisi angpao di kalangan jurnalis dalam sebuah buku memoarnya. Menurut bapak berputra dua ini, amplop adalah godaan terbesar di dunia wartawan. Amplop itu wujudnya tak melulu uang, melainkan juga jabatan, fasilitas mewah, dan sejenisnya.

“Saya akui, angpao ini adalah simalakam bagi saya, apalagi saya adalah wartawan dengan gaji sangat kecil kala itu. Bahkan, kerap kali tombok tiap akhir bulan lantaran gaji tak cukup untuk biaya pengiriman berita,” kisah Santoso saat berbincang dengan Madiun Pos, Rabu (17/6/2015).

Dalam kondisi terpepet ketika uang saku sudah kosong, Santoso mengakui memang pernah menerima uang amplop dari nara sumber atau sebuah instansi. Meski demikian, Santoso sangat selektif dalam menerima pemberian angapo itu.

Advertisement

“Saya bisa membedakan mana angpao yang sekadar uang bensin atau uang kehadiran dan mana yang bukan. Tapi, kalau uang tutup mulut agar tak ditulis berita, tak ada toleransi bagi saya,” paparnya.

Gara-gara sikap kerasnya ini, rumah Santoso pernah suatu hari digerebek puluhan orang tak dikenal lantaran ia menuliskan pungutan liar salah satu instansi. Beruntung, ia dapat bantuan polisi untuk bermalam di Mapolres Madiun.

Sikap  Santoso ini juga mendapatkan reaksi dari rekan sesama wartawan yang sudah mapan dengan tradisi angpao itu. Meski tak secara langsung, namun Santoso merasakan pengucilan dirinya atas sikap idealisme itu.

Advertisement

Sekadar diketahui, Angpao yang diterima Santoso selama menjadi wartawan tak ia nikmati sendiri. Sisa uang angpao itu kerapkali ia belikan rokok untuk dibagi-bagikan kepada para karyawan rendahan di instansi-instansi yang menjadi sumber berita, seperti kepolisian, pengadilan negeri, kejaksaan, dan lain-lainnya.

“Rokok itu untuk menjalin keakraban saja dengan sumber berita. Hasilnya, banyak infoirmasi saya dapatkan justru dari tukang kebun, satpam dan pegawai rendahan lainnya karena akrab dengan saya. Kan tak mungkin ada kasus yang ngabari kepala dinas atau atas polisi langsung,” paparnya.

Hikmah dari kisah Santoso ini ialah bahwa idealisme adalah keniscayaan yang harus dimiliki seorang wartawan. Dan perusahaan media yang menjunjung tinggi idealisme,harus bersikap profesional dengan memberikan kesejahteraan yang layak kepada wartawannya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif