News
Sabtu, 6 Juni 2015 - 12:25 WIB

GAGASAN : Problem Pesta Pernikahan

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - M. Fauzi Sukri (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Sabtu (6/6/2015), ditulis M. Fauzi Sukri. Peminat filsafat pendidikan, agama, dan ekonomi politik ini juga aktif berkegiatan di Bilik Literasi Solo.

Solopos.com, SOLO — Kabar terbaru dari persiapan pernikahan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dengan Putri Solo 2009, Selvi Ananda,  adalah tamu diminta tak memberikan hadiah.

Advertisement

Menjadi hadirin pernikahan itu problematik. Terkadang acara yang dimaksudkan untuk berbahagia tidak membawa kebahagiaan bagi orang lain.

Ini bukan karena acara pernikahan itu tidak membahagiakan, khususnya bagi pasangan pengantin, namun karena berbagai prasyarat kehadiran ke perayaan yang bukan sekadar penyambutan pernikahan itu.

Prasyarat menjadi hadirin inilah yang sering membuat acara penyambutan pernikahan menjadi sekadar sampingan, bukan yang sangat pokok. Hal ini biasanya dimulai dari undangan pernikahan yang biasanya begitu ribet, ribut, dan terkadang absurd.

Advertisement

Undangan itu yang mendapatkan perhatian lebih, bukan acara dalam undangannya. Esensi undangan untuk acara yang sangat sakral menjadi ekshibisi yang narsistis.

Saat yang diundang meniatkan diri untuk hadir, yang dipikirkan bukan lagi pernikahan mempelai dan terutama bukan lagi makna menjadi hadirin upacara sakral pernikahan.

Menjadi hadirin yang dikedepankan adalah ekshibisi diri, mulai dari dandanan tubuh, pakaian, wewangian, sampai kendaraan yang mau ditumpangi. Resepsi pernikahan sering menjadi studio besar untuk memberikan tubuh kepada kamera.

Para fotografer atau cameraman jadi yang paling berkuasa dalam resepsi pernikahan. Merekalah yang menentukan, menguasai, dan menjadi komando pernikahan sebagai arena ekshibisi pasangan pengantin, keluarga, kerabat, sahabat.

Advertisement

Kesakralan pernikahan berubah menjadi parade berfoto. Ini dianggap lumrah dan wajar. Dianggap hanya sekali dan wajib didokumentasikan secara mewah dan kolosal. Pernikahan adalah kuasa kamera.

Dalam kemeriahan pesta pernikahan, para hadirin jamak sibuk dengan diri mereka sendiri. Terkadang lupa makna kahadiran mereka. Dalam tradisi agama sebagai pengesahan pernikahan makna hadirin adalah menjadi saksi dua manusia yang mengikat kebersamaan dan menjadi pendoa bagi masa depan pasangan pengantin.

Pernikahan selalu menjadi acara sakral dalam hidup manusia sejak zaman dahulu kala. Secara teologis keluarga dua manusia yang disatukan dalam pernikahan adalah pewujudan fitrah menjadi manusia sebagaimana disahkan Tuhan.

Ada hubungan teologis antara Tuhan dan manusia dalam pernikahan. Menikah itu pengabdian kepada Tuhan. Kata-kata dalam pernikahan adalah doa-doa kemuliaan, kebaikan, dan ketenteraman.

Advertisement

Dalam pernikahan kelak Tuhan mungkin akan menitipkan seorang manusia yang sangat dimuliakan dalam agama. Saat menghadiri resepsi pernikahan, hadirin sebenarnya semacam mewakili Tuhan untuk menjadi saksi acara sakral ini.

Secara sosial keluarga itu tidak selamanya baik, bahkan bisa menjadi neraka yang membara. Saat dua manusia melangsungkan pernikahan tidak ada yang tahu masa depan keduanya, menuju surga dunia yang membahagiakan atau melangkah ke neraka dunia.

Tidak banyak yang tahu bagaimana nasib masa depan keduanya. Yang paling jelas adalah tantangan dan rintangan di depan mereka di era kini tentu kian besar dan berat. Kita bisa melihat data angka perceraian di Indonesia yang semakin meningkat. [Baca selanjutnya: Kemuliaan dan Harapan]

 

Advertisement

Kemuliaan dan Harapan
Menjadi hadirin dalam resepsi pernikahan adalah kemuliaan dan pengharapan. Dalam undangan sebenarnya ditegaskan: (per)mohon(an) doa berkah (restu) dari pasangan pengantin kepada hadirin.

Doa untuk kebaikan dan keberkahan masa depan pasangan, doa untuk ketenteraman rumah tangga, doa untuk kemuliaan anak-anak yang bakal lahir ke dunia. Pernikahan jarang sekali diniatkan hanya untuk masa sekarang dan sekadar senang-senang.

Pernikahan selalu diniatkan untuk masa depan. Hadirin yang diundang terutama untuk menjadi saksi yang bisa menguatkan tekad pengantin dan berdoa untuk pasangan pengantin. Inilah dua hal yang sangat esensial sebagai hadirin pesta pernikahan.

Barangkali akibat kebiasaan hal ini sudah tidak diperhatikan lagi. Yang diingat hanya tanggal dan tempat resepsi plus memikirkan apa yang harus dibawa, bukan keharusan religius untuk pasangan pengantin.

Saat ini masyarakat mengembangkan dua rangkaian acara: akad nikah yang religius dan resepsi  pernikahan yang duniawi. Acara akad nikah yang seharusnya sangat sakral dan khidmat hanya sekilas yang tidak pernah dibuat heboh atau dihanyati dengan seluruh perasaan dan dirayakan sebagai esensi pernikahan.

Perayaan hura-hura menjadi acara sangat inti dari pernikahan. Di beberapa tempat, perayaan penuh hiburan dilaksanakan dalam waktu beberapa hari. Kita tidak pernah tahu untuk apa dan siapa sebenarnya hiburan itu.

Advertisement

Apakah untuk pengantin yang telah melaksanakan upacara sakral pernikahan yang akan menjadi penentu hidup mereka atau untuk hadirin yang diundang dan datang dengan pakaian perlente meski sering lupa makna pernikahan dan arti menjadi hadirin?

Problem resepsi pernikahan ini sekarang sudah mulai dihilangkan, seperti penegasan bahwa hadirin tidak diperkenankan membawa atau memberikan amplop berisi uang atau sumbangan lainnya yang bisa memberatkan hadirin.

Kesadaran akan makna hadirin sebagai saksi upacara pernikahan dan arti hadirin sebagai pendoa bagi masa depan pengantin sering terabaikan, bahkan sejak undangan didesain sampai upacara pernikahan selesai.

Pada bulan yang semarak dengan upacara pernikahan, mungkin kita perlu sedikit eling: hadirin pesta pernikahan adalah pengucap doa mohon berkah bagi pengantin; untuk masa depan ekonomi, sosial, budaya mereka; untuk keharmonisan rumah tangga; untuk kemuliaan anak-anak mereka.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif