Jogja
Jumat, 5 Juni 2015 - 16:20 WIB

KUNJUNGAN KERJA : Biaya Perjalanan Dinas Pejabat Digelembungkan

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi (istimewa)

Kunjungan kerja untuk pejabat Bantul dicurigai adanya penggelembungan biaya.

Harianjogja.com, BANTUL– Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penggelembungan biaya perjalanan dinas pejabat Bantul. Lembaga auditor itu juga menemukan adanya perjalanan dinas yang diduga fiktif.

Advertisement

BPK mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemkab Bantul pada 2014. LHP BPK itu disampaikan ke publik melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bantul dalam rapat paripurna, Kamis (4/6/2015).

Dalam laporan itu, terdapat delapan temuan kinerja keuangan Pemkab Bantul yang dianggap melanggar perundang-undangan. Diantaranya mengenai biaya perjalanan dinas pejabat Bantul ke luar daerah yang disebut BPK digelembungkan (mark up) serta diduga fiktif.

Perjalanan dinas itu melibatkan bupati, wakil bupati, pimpinan dan anggota DPRD serta Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Bantul. Indikasi pelanggaran aturan terungkap setelah BPK membandingkan laporan pertanggungjawaban perjalanan dinas dengan manifest atau rekam data perjalanan sejumlah maskapai yang menjadi moda transportasi para pejabat ke luar daerah.

Advertisement

Penanggungjawab Pemeriksaan BPK DIY, Nur Miftahul Lail dalam dokumen LHP menyebutkan, harga tiket pesawat yang dilaporkan Pemkab Bantul lebih tinggi senilai Rp48.057.100 dibanding harga tiket pesawat yang sebenarnya.

Selain itu juga ditemukan, adanya perjalanan dinas yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban namun tidak ditemukan dalam manifest sejumlah maskapai yang diklaim digunakan. Nilai perjalanan yang diduga fiktif itu mencapai Rp52.486.800. Sehingga total anggaran yang diduga bermasalah sebesar Rp100 juta lebih.

Kondisi tersebut melanggar sejumlah aturan, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) No.58/2005 tentang keuangan daerah yang mengamanahkan setiap pengeluaran uang negara harus didukung bukti yang lengkap dan sah. Selain itu melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.21/2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.

Advertisement

BPK menilai, temuan itu menyebabkan kerugian daerah akibat kepala instansi terkait lalai melakukan pengawasan. BPK menyarankan sejumlah rekomendasi kepada bupati Bantul. Antara lain mempertanggungjawabkan anggaran yang digelembungkan serta perjalanan yang diduga fiktif.

“Memerintahkan SKPD [satuan kerja perangkat daerah] terkait memberikan sanksi kepada pelaksana perjalanan dinas yang terbukti melakukan mark up biaya perjalanan dinas,” terang Nur Miftahul Lail.

Bupati Bantul Sri Surya Widati saat dikonfirmasi berjanji akan menindaklanjuti temuan BPK. Namun ia mengklaim, dari tahun ke tahun jumlah temuan BPK semakin sedikit. “Perkembangannya bagus kok, temuannya makin sedikit,” kata Sri Surya Widati, Kamis (4/6/2015).

Kendati terdapat sejumlah temuan, Kabupaten Bantul menurutnya berhasil meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK, meski disertai beberapa catatan. “Ke depan saya maunya WTP saja, tanpa ada penjelasan atau catatan,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif