Kolom
Jumat, 5 Juni 2015 - 06:00 WIB

GAGASAN : Trisuci Waisak dan Praktik Darma

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Jayasilo Lilik S (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Rabu (3/6/2015), ditulis Jayasilo Lilik S. Penulis adalah dosen Agama Buddha di Universitas Sebelas Maret.

Solopos.com, SOLO — ”Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci tetapi tidak berbuat sesuai ajaran maka orang lengah itu, sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain. Ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci” (Dhammapada ayat 19 ).

Advertisement

Selasa, 2 Juni 2015, umat Buddha memperingati hari besar yaitu Trisuci Waisak. Disebut ”trisuci” karena memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Guru Agung Buddha Gotama.

Tiga peristiwa itu terjadi di saat bulan purnama di bulan yang sama namun dalam kurun waktu yang berbeda. Tiga peristiwa tersebut adalah kelahiran Pangeran Sidharta sebagai calon Buddha, Pertapa Gotama mencapai penerangan sempurna, dan mangkatnya Buddha Gotama/Sang Buddha Parinibbana.

Buddha mengajarkan darma atau dharma (Sansekerta) atau dhamma (Pali) selama kurun waktu yang  relatif panjang, yaitu 45 tahun, sehingga ajaran Buddha sangat banyak, yaitu ada 84.000 topik darma yang terangkum dalam kita suci Tripitaka (Sansekerta) atau Tipitaka (Pali).

Kitab suci itu yang terdiri dari Vinaya Pitaka (berisi disiplin moralitas bagi para bikkhu/biksu), Sutta Pitaka (berisi khotbah-khotbah Sang Buddha), dan Abhidhamma Pitaka (berisi dhamma yang mendalam tentang filsafat dan psikologi).

Apakah ada seseorang yang mampu menghafal 84.000 topik darma atau menghafal Tripitaka? Konon ada orang yang mempunyai kemampuan tersebut yang dinamakan Tipitakadhara. Tentu Tipitakadhara adalah seorang yang luar biasa.

Bagaimana dengan kita? Di dalam kitab Dhammapada ayat 183 Sang Buddha menyederhanakan darma beliau dengan tiga kalimat yang memudahkan kita untuk mengingat dan mempraktikan.

Tiga kalimat itu adalah ”tidak berbuat jahat, tambahlah berbuat baik, bersihkan hati dan pikiran”. Tidak berbuat jahat artinya kita tidak melakukan pelanggaran sila.

Advertisement

Bagi umat perumah tangga berlatih lima sila yaitu tidak membunuh, tidak mengambil barang yang tidak diberikan, tidak berbuat asusila, tidak berbohong, dan tidak mabuk-mabukan.

Melalui praktik lima sila ini umat Buddha terlatih untuk tidak serta-merta membunuh nyamuk yang hinggap di tubuhnya, tidak serta-merta meracuni tikus yang beranak pinak di rumahnya, apalagi membunuh sesama manusia.

Bukan sekadar bertekad mempraktikan sila (lima sila, delapan sila, 10 sila, atau 227 sila), darma mengajak kita untuk menambah kebaikan dengan mengembangkan diri kita untuk senang melakukan kebaikan.

Teladan nyata betapa Sang Buddha peduli dan mencintai kehidupan mahluk lain adalah aturan bagi para biksu untuk tinggal berdiam di wihara dan tidak melakukan aktivitas di luar wihara (dikenal sebagai masa vassa) pada saat musim hujan tiba.

Musim hujan adalah saat tumbuhan mulai bertunas dan satwa-satwa kecil mulai keluar dari persembunyian. Laku ini dengan tujuan para biksu tidak menginjak dan membuat kerusakan tumbuhan seperti rumput dan perdu yang mulai tumbuh serta menghindari terinjaknya satwa-satwa kecil yang mulai keluar dari sarang menikmati segarnya musim hujan.

Praktik darma yang kental dengan nuansa mencintai kehidupan mahluk lain tecermin pula dalam tradisi melepas satwa yang terancam kehidupannya (dikenal sebagai fangshen).

Laku ini yaitu melepas burung-burung yang terkurung dalam sangkar ke alam bebas, membeli ikan lele dan belut yang siap dikonsumsi untuk dilepas di sungai atau danau, membeli dan melepas jangkrik yang akan diberikan sebagai makanan burung dan ikan arwana di alam bebas.

Advertisement

Darma mengajak kita bukan sekadar berkata ”tidak” membunuh tetapi kita harus berkata ”ya” untuk mencintai dan mengembangkan kehidupan. Bukan sekadar berkata tidak mencuri, tidak merampok, tidak korupsi tetapi kita harus berkata ”ya” untuk menghormati hak milik orang lain.

Bukan sekadar berkata ”tidak” berbuat asusila tetapi kita harus berkata ”ya” untuk menghormati harkat dan martabat orang lain, menghormati kesetaraan gender . Bukan sekadar berkata ”tidak” untuk berkata bohong tetapi kita harus berkata ”ya” untuk mengembangkan kejujuran.

Bukan sekadar berkata ”tidak” untuk mabuk tetapi kita harus berkata ”ya” untuk  mengembangkan kesadaran, keawasan,  dan kewaspadaan. Mengembangkan kesadaran adalah praktik dari ”bersihkan hati dan pikiran”, kalimat ketiga dari ayat Dhammapada ayat 183.

Bagaimana cara membersihkan hati dan pikiran? Bagaimana cara mengembangkan kesadaran? Kita perlu mengembangkan kesadaran, keawasan, dan kewaspadaan kita karena kita mempunyai kelemahan, yaitu mudah lupa, tidak ingat, dan tidak sadar.

Sebentar ingat kebaikan, tidak lama kemudian sudah melakukan keburukan. Keawasan adalah kondisi mental yang selalu eling. Yang sering kita alami adalah kondisi mental yang timbul tenggelam dalam gelombang eling, ora eling, eling, ora eling.

Ada cara ampuh supaya kita mempunyai kemampuan untuk menjaga keawasan dan kesadaran kita supaya kondisi mental kita senantiasa eling, eling, eling, dan eling yaitu praktik samadhi atau bhavana atau meditasi.

Ada 40 macam objek meditasi menurut darma, namun objek napas adalah paling praktis karena kita hanya memerhatikan masuk dan keluarnya napas di titik sentuh di antara lubang hidung dan bibir bagian atas.

Advertisement

Ketika napas masuk, awasi dan sadari. Ketika napas keluar, awasi dan sadari. Biarkan napas keluar masuk dengan alamiah, tidak perlu dipaksakan panjang dan tidak perlu ditahan-tahan.

Dalam meditasi yang terpenting adalah mengelola pikiran yang suka berkeliaran, mengembara dan meloncat-loncat ke masa lalu maupun ke masa depan. Awasi dan sadarilah pikiran yang selalu ingin lari dari objek meditasi, yaitu napas kita. [Baca selanjutnya: Batin yang Bening]

 

Batin yang Bening
Ketika pikiran berlari meninggalkan napas, segeralah sadari dan kembalilah mengawasi napas. Ketika pikiran menyatu dengan gerak napas maka keheningan akan kita dapatkan. Di dalam keheningan kita akan memiliki kebeningan batin.

Dengan batin yang bening kita akan mampu melihat segala sesuatu dengan objektif dan apa adanya. Kita mampu mengawasi munculnya keserakahan, kebencian, kemarahan dan kekotoran batin lainnya.

Laksana air kolam yang bening maka kita akan mampu melihat dasar kolam dengan jelas. Kita bisa mempraktikan meditasi ini di mana pun, di stasiun ketika menunggu kereta api datang, di bandara ketika menunggu pesawat berangkat, di terminal bus ketika menunggu bus berangkat, di gedung bioskop ketika menunggu antrean tiket.

Di mana pun selama kita masih bernapas  kita bisa melakukan praktik meditasi ini. Kalau kita mempunyai waktu untuk bernapas, kita harusnya mempunyai waktu untuk meditasi. Selain meditasi dengan objek napas, kita dapat mempraktikan metta bhavana atau meditasi cinta kasih untuk kebahagiaan semua makhluk.

Advertisement

Objek meditasi ini adalah kata-kata yang mengandung makna cinta kasih dan kebahagiaan mahluk lain. Ucapkan dalam hati,  ”Semoga saya bahagia dan damai”. Perhatikan dan rasakan.  Ulangi ucapkan kata-kata tersebut. Rasakan kebahagiaan dan kedamaian menyelimuti dan menyejukan batin kita.

Seperti ketika kita mulai menyalakan AC di dalam mobil kita maka kesejukan akan perlahan-lahan kita rasakan. Setelah kesejukan cinta kasih metta menyelimuti batin kita maka saatnya kita membagikan, menyalurkan rasa bahagia dan damai dalam batin kita kepada semua mahluk.

Caranya dengan mengucapkan penuh kesungguhan dan perhatian,”Semoga semua makhluk hidup berbahagia dan damai ”. Ketika kita mengucapkan kalimat ”semoga bahagia dan damai” maka tidak ada keresahan, kegalauan, gundah gulana, tidak ada kebencian dan kemarahan di batin kita.

Dengan praktik metta bhavana ini, tidak ada kesempatan bagi pikiran  kita untuk mengumbar nafsu keserakahan, meledak dalam kemarahan, dan memendam kebencian sedikit pun karena batin dipenuhi rasa cinta kasih untuk kebahagiaan semua mahluk. Sudahkah batin kita memilikinya?

Ada satu lagi teknik meditasi yang dikenal dengan meditasi kewaspadaan (satipatthana). Teknik ini mengajak kita untuk melihat segala sesuatu dengan apa adanya, waspada terhadap apa pun yang muncul di pikiran kita.

Waspada apakah itu pikiran yang liar menggelepar seperti ikan yang diangkat ke tanah dan  ingin secepatnya kembali ke air atau perasaan-perasaan yang mengombang-ambingkan mental kita dalam kegembiraan maupun kedukaan, maupun munculnya khayalan-khayalan yang menyesatkan.

Meditasi kewaspadaan melatih kita untuk mengamati tubuh dan pikiran saat demi saat secara langsung dengan pemahaman yang benar. Meditasi adalah pekerjaan pikiran untuk senantiasa sadar, bukan pekerjaan fisik.

Advertisement

Peranan pikiran sangat penting. Sedemikian pentingnya soal pikiran ini sehingga dibahas paling awal yaitu di ayat satu dan ayat dua kitab Dhammapada.

”Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.”

”Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni maka kebahagiaan akan mengikutinya, bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya.”  [Baca selanjutnya: Dari yang Sederhana]

 

Dari yang Sederhana
Dengan praktik meditasi terus-menerus sehingga kita mempunyai kualitas mental yang bening (karena  telah mampu mengendapkan kotoran-kotoran mental) maka kita akan mempunyai kebijaksanaan (panna) berupa pandangan atau pengertian yang benar.

Pandangan benar/pengertian benar (samma ditthi) memengaruhi seseorang dalam pola pikir, ucapan, dan tindakan. Manakala kita mempunyai pandangan salah terhadap sesuatu hal maka pikiran akan ikut salah, ucapan ikut salah, dan perbuatan pun jadi ikut sesat.

Sebaliknya manakala kita mempunyai pandangan benar/pengertian benar terhadap sesuatu hal maka pikiran akan ikut benar, ucapan ikut benar, dan perbuatan pun jadi ikut benar.

Advertisement

Praktik meditasi mampu mengubah mental kita secara revolusioner, mengubah mental yang penuh kerakusan dan keserakahan menjadi mental yang murah hati dan senang menolong.

Mengubah mental yang pemarah dan mudah benci serta dendam menjadi mental yang penuh welas asih dan sabar. Mengubah mental yang egois penuh keakuan menjadi terbuka dan lebih toleran.

Praktikkan darma mulai dari hal yang sederhana yang meliputi praktik sila, samadhi, dan panna maka kita akan mendapat manfaat dalam menjalani kehidupan ini dan memberikan manfaat bagi keluarga kita, lingkungan kita, dan kehidupan bersama yang lebih luas.

”Hendaknya ia mempraktikan dhamma dengan baik, tidak mempraktikan dengan buruk. Ia yang tekun mempraktikan dhamma akan berbahagia di dunia ini dan di dunia selanjutnya” (Dhammapada: 169). Selamat Hari Trisuci Waisak 2559/2015.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif