Soloraya
Jumat, 5 Juni 2015 - 04:45 WIB

ELPIJI SOLORAYA : 10% Kuota Elpiji di Sragen Disalahgunakan

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi distribusi elpiji kemasan tabung isi 3 kg (JIBI/Harian Jogja/Dok.)

Elpiji Soloraya tepatnya di Sragen disalahgunakan.

Solopos.com, SRAGEN — Penyalahgunaan elpiji ukuran 3 kg oleh kalangan petani di Kabupaten Sragen diperkirakan mencapai 5-10% dari kuota harian sekitar 20.800 tabung. Kepala Seksi (Kasi) Pembinaan Distribusi, Dinas Perdagangan (Disdag) Sragen, Joko Suranto, menegaskan sesuai aturan elpiji tidak boleh digunakan untuk keperluan di bidang pertanian. Kendati begitu, Joko mengaku dihadapkan pada situasi dilematis.

Advertisement

“Kalau kami secara tegas melarang, implikasinya jelas. Dampaknya luar biasa. Petani pasti geger. Sekarang tanaman padi sangat butuh air. Kalau tidak dialiri bisa gagal total [panennya]. Lalu siapa yang mau tanggung jawab?” kata Joko saat ditemui Solopos.com di kompleks Setda Sragen, Kamis (4/6/2015).

Disdag Sragen hanya mengimbau petani tidak menggunakan elpiji sebagai bahan bakar menghidupkan mesin disel penyedot air. Selain membahayakan keselamatan petani, penyalahgunaan elpiji oleh petani juga menimbulkan kelangkaan komoditas ini di pasaran.

Di sisi lain, Joko menganggap penyalahgunan elpiji oleh petani bersifat situasional. “Penggunaan elpiji oleh petani ini hanya berlaku di musim kemarau. Kebetulan petani di Sragen itu menggunakan pola tanam serentak. Saat musim kemarau tiba seperti dalam sebulan terakhir, otomatis permintaan elpiji dari petani juga serentak. Setidaknya ada 5-10% dari kuota harian elpiji yang digunakan petani. Hal itu yang memicu kelangkaan elpiji di Sragen,” tuturnya.

Advertisement

Sementara itu, kelangkaan elpiji masih dirasakan warga Mungkung, Kecamatan Sidoharjo. Jatah elpiji yang diterima sejumlah pangkalan sudah ludes dibeli warga dalam kurun waktu satu jam setelah didistribusikan. “Saya sudah keliling ke tiga toko, tetapi tidak mendapatkan elpiji. Saya malah diminta menunggu di toko sebelum elpiji datang,” kata Jayanti, 35, warga setempat.

Salah seorang petani yang memanfaatkan elpiji untuk keperluan mengairi lahan pertanian adalah Wagiyo, 62, warga Dusun Jetak Pabrik, Desa Jetak, Kecamatan Sidoharjo. Wagiyo sudah bertahun-tahun menggunakan elpiji sebagai bahan bakar disel miliknya.

Dengan menggunakan elpiji, Wagiyo hanya perlu merogoh kocek Rp30.000/hari untuk mengairi lahan pertaniannya. Jika menggunakan bensin, Wagiyo bisa mengeluarkan dana hingga Rp51.800/hari dengan catatan harga bensin Rp7.400/liter. “Sehari saya butuh tujuh liter bensin. Kalau pakai solar tentu lebih murah, tapi mesin diesel ini tidak bisa dihidupkan dengan solar,” jelasnya.

Advertisement

 

 

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif