Jogja
Rabu, 3 Juni 2015 - 05:20 WIB

SABDA RAJA JOGJA : Ini Alasan PWNU DIY Tak Ingin Gelar Sultan Diubah

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wakil Khatib Syuriah PWNU (kiri) dan Wakil Ketua PWNU DIY Jadul Maula (kanan) saat membacakan sikap resmi PWNU DIY terkait Sabda Raja Sri Sultan Hamengku Buwono X di kantor PWNU DIY, di Jalan MT.Haryono, Jogja, Selasa (2/6/2015).(JIBI/Harian Jogja-Ujang Hasanudin)

Sabda Raja Jogja yang mengubah gelar Sultan dipertanyakan PWNU DIY.

Harianjogja.com, JOGJA-Terkait perubahan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan sejumlah keberatan.

Advertisement

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DIY, M.Jadul Maula atau biasa disapa Kang Jadul mengatakan pernyataan Sultan bahwa perubahan gelar terebut didasarkan atas dawuh Allah melalui para leluhur, yang tidak disertai penjelasan mengenai proses dan tata cara dapat menyesatkan dan menyimpang dari akidah islamiyah.

Diakuinya, dalam pandangan PWNU, klaim adanya dawuh gusti Allah yang merupakan wilayah hakikat seharusnya tidak bertentangan dengan tatanan syariat.

“Klaim seperti itu dikhawatirkan bersifat distortif, mengandung ilusi syaitoniyah dan sarat kepentingan pribadi,” kata Jadul, konferensi pers menyikapi Sabda Raja di kantor PWNU DIY, Jalan MT.Haryono, Jogja, Selasa (2/6/2015).

Advertisement

Pemimpin Pondok Pesantren Kali Opak, Piyungan, Bantul, ini mengatakan pemimpin boleh saja mendapatkan inspirasi dan aspirasi dari mana saja, baik berupa saran dari orang terdekat, pertimbangan penasehat, usulan masyarakat, ilham dari Allah atau bahkan mimpi.

“Akan tetapi yang perpenting adalah ketika pemimpin menggunakan sebagai acuan dalam menetapkan kebijakan, maka harus memikirkan dampak dan implikasi dari keputusan secara jauh ke depan,” kata Jadul.

Lebih lanjut Jadul mengatakan, gelar Sultan merupakan bentuk amanat leluhur, yang memuat berbagai makna, filosofis, bahkan teologi yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang di kandungnya, serta mencerminkan visi misi institusi yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya.

Advertisement

Oleh karena itu, sambung Jadul, gelar Sultan hakekatnya menjadi pengikat dari kontrak teologis, kontrak alam, sekaligus kontrak sosial. Komitmen Sultan untuk mengaktualisasikan tugas dan fungsi gelar dengan sebaik-baiknya, menurut Janu, sangatlah penting.

“Perubahan gelar dapat dimaknai sebagai pengingkaran terhadap amanat leluhur,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif