News
Rabu, 3 Juni 2015 - 04:30 WIB

GELOMBANG PRAPERADILAN : KPK Kalah Lagi, Bareskrim Unjuk Gigi

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gedung KPK (Dwi Prasetya/JIBI/Bisnis)

Gelombang praperadilan membuat KPK kembali kalah. Di sisi lain, Bareskrim Polri unjuk gigi dengan mengungkap kasus korupsi besar.

Solopos.com, JAKARTA — Banyak pihak menganggap putusan Hakim Haswandi yang membebaskan mantan Ketua BPK Hadi Poernomo dari status tersangka kasus dugaan korupsi terkait keberatan pajak PT Bank BCA Tbk, sangat berisiko melemahkan KPK.

Advertisement

Dalam pembacaan putusan praperadilan yang diajukan Hadi Poernomo, Haswandi memaparkan alasan bahwa KPK telah melanggar prosedur penyidikan. KPK dianggap menetapkan tersangka lebih dulu baru melakukan penyelidikan dalam kasus tersebut. Haswandi juga menyebut, penyidik KPK hanya boleh berasal dari Polri dan Kejaksaan.

Sebenarnya, risiko tergerusnya eksistensi KPK berawal dari putusan hakim Sarpin Rizaldi. Sarpin telah mengawali jejak tersebut dengan membebaskan Wakapolri Komjen Pol. Budi Gunawan yang diduga terlibat kasus gratifikasi dan kepemilikan rekening tak wajar.

Advertisement

Sebenarnya, risiko tergerusnya eksistensi KPK berawal dari putusan hakim Sarpin Rizaldi. Sarpin telah mengawali jejak tersebut dengan membebaskan Wakapolri Komjen Pol. Budi Gunawan yang diduga terlibat kasus gratifikasi dan kepemilikan rekening tak wajar.

Dalam argumen putusannya, Sarpin Rizaldi beranggapan Budi Gunawan bukan penegak hukum dan penyelenggara negara.
Tak berhenti sampai di situ, pelemahan KPK terus berlanjut dengan putusan Hakim Yuningtyas Upiek Kartikawati yang beranggapan bahwa KPK kurang bukti dalam menetapkan Ilham Arif sebagai tersangka kasus dugaan korupsi PDAM Makassar tahun anggaran 2006-2012.

Alhasil, tiga hakim tunggal yang seluruhnya berasal dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut membebaskan seluruh pemohon praperadilan dari status tersangka KPK.

Advertisement

Bahkan atas putusan tiga hakim tersebut, Komisi III DPR akan merevisi UU No. 30/2002 tentang KPK antara lain untuk mencegah adanya multitafsir pasal-pasal yang mengatur soal penyidik dan penyelidik lembaga tersebut.

Arsul Sani, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, mengatakan revisi beberapa pasal tersebut bertujuan untuk mencegah adanya multitafsir pasal yang mengatur penyidik dan penyeldik KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK. “Komisi III akan melakukan pengubahan UU tersebut pada 2016 atau setelah pimpinan KPK baru terpilih,” katanya.

Meski demikian, berangkat dari putusan hakim yang dianggap sangat berisiko melemahkan KPK tersebut, justru memunculkan eksistensi lembaga pemberantas antikorupsi lainnya unjuk gigi merebut simpati masyarakat. Sebut saja Direktorat Tindak Pidana Korupsi serta Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Mabes Polri.

Advertisement

Sejak kekalahan pertama KPK dalam praperadilan Budi Gunawan, dua direktorat di bawah kendali Kabareskrim Komjen Pol. Budi Waseso tersebut telah memberkas kasus korupsi berskala besar antara lain, dugaan korupsi payment gateway di Kemenkumham serta dugaan korupsi penjualan kondensat yang melibatkan BP Migas dan Trans Pacific Petrochemichal Indotama (TPPI).

Belum lagi, dugaan korupsi uninterruptible power supply (UPS) pada APBD 2014 DKI Jakarta yang diprediksi bakal menyeret puluhan anggota DPRD. Ada pula dugaan korupsi pencetakan sawah di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, pada kurun 2012 hingga 2014.

Kejaksaan Agung juga membuat Satuan Tugas Khusus (satgasus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi meski kinerjanya masih lamban. Sejak dibentuk, Satgasus Kejaksaan baru memberkas politisi Partai Golkar Irianto MS Syaifudin yang akrab dipanggil Yance saat menjabat sebagai Bupati Indramayu.

Advertisement

Yance ditangkap atas tuduhan keterlibatannya dalam dugaan kasus korupsi pembebasan lahan seluas 82 hektar untuk pembangunan PLTU di Indramayu tahun anggaran 2006.

Terlepas dari polemik pembahasan eksistensi ketiga institusi penegak hukum tersebut, ternyata masih ada jempol untuk tidak berhentinya pemberantasan korupsi di Tanah Air. Ada baiknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera meramu sistem pemberantasan korupsi dengan melibatkan KPK, Kejaksaan, dan Polri.

Yang jelas, Jokowi sudah punya modal ketiga institusi yang jika disatukan bisa menjadi lembaga Trisula pemberantas korupsi. Tujuannya, agar mampu menjelaskan kepada publik bahwa Indonesia sudah bebas korupsi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif