News
Senin, 1 Juni 2015 - 05:50 WIB

MAHASISWA BERPRESTASI : Peraih IPK 3,99 Ini Kuliah Sambil Jualan Pulsa

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Devi Triasari (JIBI/Solopos/Septhia Ryanthie)

Mahasiswa berprestasi peraih IPK hampir sempurna yakni 3,99 punya cita-cita membahagiakan orang tua.

Solopos.com, SOLO-Terlahir dari keluarga dengan tingkat perekonomian yang jauh dari berkecukupan, Devi Triasari, tak pernah patah arang meraih cita-citanya.

Advertisement

Anak ketiga pasangan Suwito dan Karinem ini adalah salah satu mahasiswa penerima beasiswa Bidik Misi 2011 dari Kementerian dan Kebudayaan (Kemendikbud). Setelah menempuh pendidikan selama tiga tahun enam bulan di Program Studi (Prodi) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Devi berhasil lulus dengan meraih predikat cum laude (dengan pujian) dan predikat tercepat dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,99. Devi diwisuda 13 Juni mendatang.

Perjalanan berliku dilakoni Devi untuk bisa kuliah hingga selama menjadi mahasiswa di UNS. Namun gadis kelahiran Ngawi, 19 Desember 1991 ini, pantang mengeluh. Dia menyadari, demi mewujudkan impiannya membahagiakan orang tua dan mengangkat derajat keluarga, harus dijalaninya dengan penuh perjuangan.

Advertisement

Perjalanan berliku dilakoni Devi untuk bisa kuliah hingga selama menjadi mahasiswa di UNS. Namun gadis kelahiran Ngawi, 19 Desember 1991 ini, pantang mengeluh. Dia menyadari, demi mewujudkan impiannya membahagiakan orang tua dan mengangkat derajat keluarga, harus dijalaninya dengan penuh perjuangan.

“Ayah dan ibu saya memang dari keluarga tidak mampu. Bahkan sejak kecil, mereka sudah hidup susah. Ayah saya hanya lulusan SD, sementara ibu saya bahkan sekolah hanya sampai kelas IV SD. Sehingga saat berkeluarga, mereka juga hidup serba pas-pasan. Ayah bekerja sebagai buruh tani, ibu menjadi pembantu rumah tangga. Bahkan rumah pun tidak punya dan kami sekeluarga hanya ikut tinggal dengan majikan ibu,” ungkap Devi saat ditemui wartawan di Kampus UNS, Jumat (29/5/2015).

Kedua kakaknya, lanjut Devi, bahkan juga tak bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi karena orang tua tak punya biaya.

Advertisement

“Bagi saya biaya untuk kursus Bahasa Jepang cukup mahal. Karena bingung tidak punya uang, saya putuskan untuk bekerja dulu,” tuturnya.

Dengan bekerja menjadi staf administrasi di sebuah perusahaan kontraktor di Magetan, Devi mengaku bisa membantu orang tuanya mencari nafkah.

“Tapi lama-lama saya berpikir untuk bisa melanjutkan pendidikan saya. Sebab kalau kondisi saya hanya seperti itu, cita-cita saya untuk bisa mengangkat derajat keluarga dan orang tua saya, berarti kesampaian,” ungkapnya.

Advertisement

Devi pun memutuskan untuk melanjutkan pendidikan namun dengan berusaha mencari beasiswa.

“Setiap libur kerja, saya cari-cari informasi tentang beasiswa di internet. Kemudian saya coba daftar SNMPTN [Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri] dengan program beasiswa. Itu pun nekat karena saat SMK saya ini ambil lulusan sekretaris. Sementara untuk jurusan di SNMPTN kan saat itu hanya ada IPS,” terang lulusan SMK Negeri (SMKN) 1 Ngawi itu.

Saat hendak mengikuti SNMPTN di Kota Solo, Devi mengaku hanya bermodal nekat karena sebelumnya tak pernah mengenal Kota Bengawan tersebut. Bahkan dia mengaku tidur di gudang milik seorang warga yang berbaik hati menolong dirinya.

Advertisement

“Saat tiba di Solo, saya bingung karena belum pernah tahu tentang Solo. Dalam perjalanan mencari lokasi tes SNMPTN, saya beristirahat di masjid dan bertemu dengan seorang ibu yang akhirnya menawari saya untuk tinggal di rumahnya selama dua hari mengikuti tes tersebut,” kata Devi.

Setelah dinyatakan lulus SNMPTN sebagai mahasiswa penerima beasiswa bidik misi, Devi bisa melanjutkan kuliahnya. Namun perjuangan Devi tak hanya sampai di situ. Pekerjaan sebagai staf administrasi terpaksa harus dilepasnya lantaran ingin berkonsentrasi pada pendidikannya tersebut.

“Kuliah semester satu saya masih bolak-balik Solo-Magetan agar tetap bisa bekerja. Namun akhirnya saya merasa berat hingga saya putuskan keluar dari pekerjaan dan mencari kerja sambilan di Solo. Namun meninggalkan pekerjaan berarti saya tidak bisa membantu keuangan orang tua. Sehingga selama kuliah, saya bekerja apa pun demi bisa membiayai biaya hidup di Solo sekaligus mengirim uang untuk orang tua. Selain menjadi guru les, saya jual pulsa dan apapun yang bisa menghasilkan uang asalkan halal,” bebernya.

Meskipun begitu, Devi juga aktif di organisasi mahasiswa di kampusnya. Sehingga dia juga harus pintar membagi waktu antara kuliah, berorganisasi, dan mencari uang.

“Kalau belajar sebenarnya tidak terlalu rajin. Belajarnya ya dari saya mengajari anak-anak itu,” imbuhnya.

Kerja kerasnya kini terbayar sudah. Setelah dinyatakan lulus program sarjana strata 1 (S1) April lalu, Devi yang bercita-cita menjadi dosen itu saat ini bersiap-siap melanjutkan kuliahnya dengan mengambil S2 di luar negeri dengan beasiswa.

“Yang sudah menghubungi dari Australia, ada dua universitas yaitu Monash University dan Newcastle University. Saat ini saya mempersiapkan diri untuk itu,” katanya.

Prestasi yang berhasil ia raih sebagai lulusan terbaik dan tercepat, Devi mengatakan ingin ia persembahkan kepada orang tuanya.

“Walaupun selama ini orang tua tidak mengetahui kuliah itu seperti apa dan bagaimana, yang jelas saya ingin mereka bahagia,” pungkasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif