Soloraya
Minggu, 31 Mei 2015 - 11:50 WIB

PENANAMAN NASIONALISME : Calon Legislator Sebaiknya Diprioritaskan Mengikuti Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bupati Wonogiri, Danar Rahmanto (dua dari kiri, membungkuk) didampingi anggota MPR RI memukul gong menandai pembukaan pelaksanaan Sosialsasi 4 Pilar di Gedung PGRI Wonogiri, Sabtu (30/5/2015). (JIBI/Solopos//Trianto Hery Suryono)

Penanaman nasionalisme sebaiknya tidak hanya bagi masyarakat awam tetapi juga bagi para calon anggota dewan perwakilan rakyat.

Solopos.com, WONOGIRI-Jiwa nasionalisme bagi masyarakat daerah tak perlu diragukan. Setiap mendengar peristiwa bencana selalu tergerak untuk menghimpun dana. Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan harusnya juga dilakukan bagi calon anggota Dewan.

Advertisement

Hal itu dilontarkan anggota PGRI Cabang Giritontro, Ahmad Muchlis di acara Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Gedung PGRI, Brumbung, Desa Singodutan, Kecamatan Selogiri, Sabtu (30/5/2015). Lima narasumber yang semua anggota MPR RI hadir di acara sosialisasi itu. yakni Bowo Sidik Pangarso, Sirmadji, Irna Narulita, Instsiawati Ayus, dan Elnino Muh Husein. Acara tersebut dibuka oleh Bupati Wonogiri, Danar Rahmanto.

“Soal nasionalisme, jangan ragukan nasionalisme masyarakat perdesaan. Bukti sudah banyak. Begitu mendengar peristiwa bencana masyarakat perdesaan ikut menangis dan tergerak menghimpun dana atau turun ke lokasi untuk membantu pemulihan korban. Jadi sosialisasi yang bertujuan membangkitkan rasa nasionalisme ini lebih tepat diperuntukkan bagi anggota DPR atau calon anggota DPR,” tandas Ahmad Muchlis.

Menurutnya, rasa nasionalisme hancur secara periodik lima tahunan. Rasa nasionalisme hancur dalam waktu sebulan atau dua bulan menjelang pemilu. “Seorang calon dengan dalih apapun melakukan cara apapun untuk meraup dukungan suara. Setelah calon jadi lupa akan tanggung jawabnya mengawal perjalanan bangsa.”

Advertisement

Lebih lanjut Admah Muchlis menyebut, kini guru-guru di Wonogiri dan guru di Republik Indonesia baru merasakan perjalanan bangsa muncul dua kurikulum berjalan bareng. “Guru dipusingkan dengan kurikulum. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013 berjalan bareng. Kurikulum pendidikan Indonesia selalu mengadopsi kurikulum negara lain, kapan materi kurikulum pendidikan Indonesia mengadopsi kebutuhan negara sendiri. Jika kondisi ini terus tercipta bagaimana Indonesia akan maju?”

Kritikan serupa disampaikan anggota PGRI Kecamatan Batuwarno, Antonius Purwani. Menurutnya, masyarakat sudah bosan dengan kegiatan pemilihan umum karena ada pemaksaan kehendak. “Yang besar tidak mau dikritik yang kecil tidak bisa berkutik. Masyarakat sudah capek dengan adanya pemilu karena kepentingan rakyat diingat disaat dibutuhkan. Setelah terpilih, calon terpilih sudah lupa kepentingan rakyat dan sibuk dengan kepentingan diri sendiri dan kelompok,” ujarnya.

Anggota MPR RI, Bowo Sidik menegaskan, secara pribadi sepakat calon anggota DPR dicuci otak soal nasionalisme sebelum dilantik. “Kalau sudah berbicara soal wani piro [berani berapa] di saat pencalonan maka sifat kegotong-royongan hilang. Pola wani piro yang berkembang terus membuat capek. Padahal jika wani durung tentu dadi yen ora wani ora dadi [berani belum tentu terpilih jika tidak berani tidak terpilh]. Padahal sila keempat Pancasila sudah mengajarkan kegotong-royongan,” jelasnya.

Advertisement

Bowo menyatakan pola pemilihan langsung menjadi pekerjaan rumah anggota MPR. Menurutnya, apabila seorang pemimpin selalu ingat sila keempat Pancasila maka bangsa akan maju. Diakuinya, kejelekan anggota DPR seperti banting meja di saat sidang, terjerat korupsi dan sebagainya sudah diingat oleh masyarakat. Diingatkan oleh Irna Narulita, anggota MPR yang lain, bahwa pemberian uang Rp50.000 atau Rp500.000 menjelang pemilu merupakan akad bahwa uang itu untuk lima tahun.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif