Soloraya
Minggu, 31 Mei 2015 - 10:50 WIB

ANTISIPASI BAHAN BERBAHAYA : Komisi VI DPR : Tolak Produk Makanan Tanpa Label Kadaluwarsa!

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggota Komisi VI DPR, Endang Srikarti Handayani, meninjau daging sapi di Pasar Boyolali Kota, Sabtu (30/5/2015). (JIBI/Solopos/Hijriyah Al Wakhidah)

Antisipasi bahan berbahaya dalam makanan bisa dilakukan dengan pencegahan peredarannya.

Solopos.com, BOYOLALI—Pedagang makanan di pasar tradisional diminta untuk tidak menerima produk makanan tanpa label dan tanpa keterangan kadaluwarsa. Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga diminta membuat surat edaran kepada pedagang terkait hal tersebut.

Advertisement

Anggota Komisi VI DPR, Endang Srikarti Handayani, prihatin saat memantau di Pasar Boyolali Kota karena banyak ditemui pedagang yang menjual makanan kemasan atau kue basah tanpa label dan keterangan kadaluwarsa. Dinas Perindustrian dan Perdagangan diminta turun tangan untuk membina mulai dari produsen makanan hingga pedagang agar peredaran makanan tanpa label ini bisa ditekan.

“Saya minta kepada dinas terkait untuk mengedarkan surat resmi kepada pedagang untuk menolak menerima produk makanan tanpa label dan tanpa keterangan kadaluwarsa,” kata Endang, di sela-sela inspeksi mendadak (Sidak) di Pasar Boyolali Kota, Sabtu (30/5/2015).

Endang juga meminta pedagang mulai saat ini tidak menjual produk makanan tanpa keterangan kadaluwarsa. “Khususnya untuk makanan-makanan semacam kue basah atau kue kering yang banyak diproduksi rumah tangga. Oleh karena itu, bagian perindustrian dinas terkait harus benar-benar sosialisasi ke industri kecil tentang pentingnya label kadaluwarsa,” ujar politikus Partai Golkar.

Advertisement

Salah satu pedagang, Urif Budi Prasetio, mengaku tidak semua makanan basah ada label kadaluwarsa. Dia juga menyatakan siap menolak makanan kemasan yang tidak ada keterangan waktu kadaluwarsa. “Ya biasanya kalau sudah tidak enak nanti diambil sama produsennya. “

Selain memantau makanan, Endang juga memantau peredaran daging sapi di pasar tersebut. Endang menyayangkan karena masih ada pedagang yang menjual daging dari sapi glonggongan. Temuan itu justru diketahui setelah ada pedagang yang mengaku menjual daging glonggongan.

“Meskipun semi glonggongan, bagi saya itu tetap glonggongan dan harus ada tindakan tegas agar pedagang maupun jagal sapi tidak mengedarkan sapi glonggongan. Dari sisi agama, daging glonggongan itu haram,” ujarnya.

Advertisement

Harga daging glonggongan itu bisa lebih murah sekitar Rp80.000 per kilogram. Sementara daging kering tanpa glonggongan bisa mencapai Rp100.000/kilogram.
Menurut Endang, pengawasan pangan di pasar tradisional juga dilakukan untuk menyambut bulan Ramadhan. Selain menghindari peredaran makanan tak layak konsumsi, Endang juga mulai memantau pergerakan harga kebutuhan pokok dan ketersediaan atau stok pangan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif