News
Jumat, 29 Mei 2015 - 00:30 WIB

GELOMBANG PRAPERADILAN : Keabsahan Penyidik Terus Digugat, UU KPK akan Direvisi

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Hakim Sarpin Rizaldi (JIBI/Solopos/Antara)

Gelombang praperadilan menunjukkan kelemahan yang mengancam langkah KPK.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi III DPR akan merevisi UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) guna mencegah adanya multitafsir pasal-pasal yang mengatur soal penyidik dan penyelidik lembaga tersebut.

Advertisement

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani, mengatakan revisi beberapa pasal tersebut bertujuan untuk mencegah multitafsir pasal yang mengatur penyidik dan penyeldik KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK. “Komisi III akan melakukan pengubahan UU tersebut pada 2016 atau setelah pimpinan KPK baru terpilih,” katanya saat ditemui di Kompleks Gedung Parlemen, Kamis (28/5/2015).

Revisi UU tersebut, jelasnya, relevan dengan munculnya penafsiran menyimpang hakim pengadilan negeri dari maksud pasal tersebut. Sebelumnya, hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Haswandi yang mengabulkan sebagian gugatan praperadilan mantan Kepala BPK Hadi Poernomo, telah menafsirkan pasal keabsahan penyidik dan penyelidik KPK.

Penafsiran itu dinilai terlalu jauh. Menurutnya, hakim tidak bisa menafsirkan pasal 45 dalam UU tersebut secara mandiri. “Seharusnya, Haswandi tetap meminta pendapat ahli untuk memeriksa risalah pembahasan setiap pasal dalam UU KPK,” katanya.

Advertisement

Jika mengacu kepada risalah pembuatan beleid tersebut, paparnya, UU KPK telah disepakati berupa lex spesialis dengan keistimewaan yang membolehkan adanya pebedaan dengan KUHAP. “Dalam UU tersebut, KPK bisa mengangkat penyidik dan penyelidik diluar yang berasal dari Polri dan Kejaksaan.”

Dengan demikian, pasal itu akan diperjelas agar tidak ada lagi penegak hukum, termasuk hakim, yang menjadikan alasan pengangkatan penyidik dan penyelidik KPK untuk membatalkan status tersangka. “Untuk itu, harus diperjelas lagi pasal itu supaya tidak terjadi lagi penafsiran yang salah,” kata Arsul Sani yang juga Wakil Sekretaris Jenderal PPP kubu Romahrmuziy.

Jika pasal tersebut tidak diperjelas, paparnya, akan mengancam eksistensi KPK dalam menjalankan tugasnya. “Jika cara berpikir Haswandi dijadikan acuan, maka seluruh penyidikan dan penyelidikan KPK akan lemah secara hukum.”

Advertisement

Hal senada diungkap Wakil Ketua Komisi III Benny Kabur Harman. “Dengan adanya putusan tersebut, KPK berisiko digugat secara perdata dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan penetapan tersangka,” katanya.

Menurut Benny, pasal tersebut mengecualikan KPK soal pengangkatan penyidik dan penyelidik. “Bahkan, KPK itu bisa memilih sendiri penyidik dan penyelidik dari Kepolisian dan Kejaksaan yang akan dialihtugaskan kepada KPK,” katanya.

Dalam pasal 45 UU KPK, disebutkan bahwa penyidik KPK diangkat dan diberhentikan oleh KPK. Namun pada pasal 39 beleid yang sama, penyelidik, penyidik, dan penuntut umum harus diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai KPK.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif