Sport
Kamis, 28 Mei 2015 - 08:35 WIB

KONGRES FIFA : Begini Kisah Lengkap Terbongkarnya Suap Rp1,9 Triliun FIFA

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bendera asosiasi-asosiasi sepak bola tingkat benua berkibar di Markas Besar FIFA di Zurich, Swiss, Rabu (27/5/2015). (JIBI/Solopos/Reuters/Ruben Sprich)

Kongres FIFA yang dijadwalkan Jumat ternyata ramai lebih dini, tujuh petinggi badan sepak bola dunia itu ditangkap dengan tuduhan korupsi. PSSI menganggap mereka hanya pelanggar etik, bukan pelaku tindak pidana.

Solopos.com, ZURICH Jagat sepak bola dilanda prahara menyusul penangkapan disertai penahanan sejumlah pejabat terkemuka Badan Sepak Bola Dunia (FIFA) di Hotel Baur au Lac, Zurich, Swiss, Rabu (27/5/2015). Penangkapan itu turut memanaskan atmosfer internal FIFA menjelang kongres yang antara lain beragendakan pemilihan presiden badan sepak bola dunia itu untuk periode 2015-2019, Jumat (29/5/2015).

Advertisement

Merujuk Reuters, setidaknya tujuh pejabat tinggi FIFA ditangkap kepolisian Swiss terkait skandal suap, korupsi, pemerasan, pencucian uang, dan penyalahgunaan wewenang, termasuk pengaturan bidding tuan rumah Piala Dunia, sampai pelanggaran pemasaran dan hak siar pertandingan selama kurun waktu 20 tahun terakhir.

Selama ini FIFA dikenal sebagai organisasi yang tak tersentuh pihak mana pun. Para anggotanya pun begitu patuh sekaligus takut pada mereka.

Nyatanya, kini FIFA tak lagi tampak berwibawa, salah seorang yang ditangkap tak lain adalah wakil presiden sekaligus anggota Komite Eksekutif FIFA, Jeffrey Webb. Webb selama ini juga dikenal sebagai Presiden Asosiasi Sepak Bola Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Karibia atau CONCACAF.

Advertisement

Blatter Lolos
Namun, penangkapan itu tidak menyertakan Presiden FIFA, Sepp Blatter. Blatter yang lolos dari jerat aparat penegak hukum disebut-sebut sudah mengetahui insien itu, namun ia dilaporkan tetap tenang.

Selain Webb, polisi Swiss di antaranya menangkap mantan wakil presiden FIFA yang juga anggota Komite Eksekutif, Jack Warner; Wakil Presiden dan Komite Eksekutif, Eugenio Figueredo; serta anggota Komite Eksekutif sekaligus Presiden Asosiasi Sepak Bola Kosta Rika, Eduardo Li. Nama lain adalah Julio Rocha (Development Officer FIFA); Costas Takkas (atase Presiden CONCACAF); Rafael Esquivel (anggota Komite Eksekutif Conmebol dan Presiden Federasi Sepak Bola Venezuela); Jose Maria Marin (anggota Komite Organisasi FIFA untuk turnamen sepak bola Olimpiade); dan Nicolas Leoz (mantan anggota Komite Eksekutif FIFA).

Tujuh petinggi FIFA itu menurut rencana diekstradisi ke Amerika Serikat (AS) dengan dakwaan melakukan korupsi. Meski begitu, AS bukan satu-satunya yang menggelar penyelidikan terkait penyimpangan yang dilakukan FIFA. Aparat berwenang Swiss melakukan langkah serupa dan kedua negara membuat penyelidikan terpisah atas kasus yang menyeret sejumlah petinggi badan sepak bola dunia tersebut.

Korupsi US$150 Juta
Di Negeri Paman Sam, pengungkapan kasus itu melibatkan Biro Investigasi Federal (FBI). Direktur FBI, James Comey, mengungkapkan mereka yang ditangkap akan diadili dengan tuduhan melakukan korupsi hingga 150 juta dolar Amerika Serikat atau mencapai Rp1,98 triliun.

Advertisement

Aparat berwenang AS menyebutkan setidaknya terdapat 14 orang yang menjadi sasaran penyelidikan. Sembilan dari mereka memiliki kaitan dengan FIFA dan lima sisanya diketahui sebagai eksekutif media olahraga dan promosi.

”Seperti yang tercantum dalam dakwaan, mereka menyuburkan budaya korupsi dan ketamakan, bahkan menciptakan lapangan bermain yang tidak rata untuk olahraga yang paling populer di dunia,” ujar James, Rabu.

Momen Sulit
Sementara itu, penyataan FIFA menyebut insiden tersebut sebagai momen menyulitkan. Namun, hal itu dilaporkan tidak akan mengubah niat Blatter mencalonkan diri dalam Kongres FIFA. Kasus yang sama disebutkan tak memengaruhi pelaksanaan Piala Dunia 2018 yang akan digelar di Rusia.

Penantang Blatter dalam perebutan kursi presiden FIFA, Pangeran Ali bin Al-Hussein, menyebutkan penangkapan sejumlah pejabat badan sepak bola dunia itu sebagai hari kesedihan. Ia juga mengatakan saat ini menjadi momentum yang tepat untuk mengakhiri krisis yang dialami FIFA.

Advertisement

”Kita tak bisa membiarkan krisis di dalam tubuh FIFA terus berlanjut. FIFA membutuhkan kepemimpinan untuk mengarahkan dan melindungi asosiasi sepak bola nasional kita,” kata Pangeran Ali dilansir BBC.

Pangeran Ali
Pangeran Ali menjadi satu-satunya penantang Blatter dalam pemilihan presiden FIFA, setelah Ketua Asosiasi Sepak Bola Belanda, Michael van Praag, dan legenda hidup Portugal, Luis Figo, memutuskan mengundurkan diri.

Penangkapan elite FIFA di atas terjadi hanya beberapa jam setelah Pangeran Ali mengungkapkan praktik gelap lain yang terjadi jelang pemilihan presiden FIFA. Pangeran Ali mengaku didekati oleh seseorang yang menawarkan kepadanya 47 suara demi memenangi pemilihan presiden. Selain itu, orang yang sama juga menawari data-data terkait aliran keuangan Blatter, yang diyakini didapat secara ilegal

Tidak disebutkan siapa individu yang menawari Pangeran Ali data tersebut. Namun tim kampanye Pangeran Ali menyebutkan orang tersebut tidak berada di dalam organisasi FIFA dan dikategorikan sebagai pihak ketiga. ”Tujuan kami bukan untuk melakukan kampanye dengan menyebar isu tapi bertindak secara tepat terhadap pendekatan yang dilakukan pada kami terhadap apa yang terlihat sebagai aktivitas kriminal,” demikian pernyataan tim kampanye Pangeran Ali. “Kampanye ini tidak ingin mengacaukan investigasi kepolisian karena klaim yang dibuat oleh individual bisa dikategorikan sebagai aksi kriminal. Quest sudah merujuk masalah ini pada otoritas penegak hukum,” lanjut pernyataan tersebut.

Advertisement

Kasus ini oleh tim kampanye Prince Ali sudah diteruskan ke Quest, sebuah perusahaan swasta bidang investigasi yang bermarkas di Inggris. Quest diminta melanjutkannya ke kepolisian, namun Komite Etik FIFA justru tidak mendapat informasi soal ini.

Dampak bagi Indonesia
Penangkapan sejumlah pejabat tinggi FIFA juga memicu reaksi dari Tanah Air. Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, meminta publik tak lagi mengkhawatirkan sanksi FIFA terkait kisruh persepakbolaan di Indonesia. Imam menegaskan apa yang melanda FIFA membuktikan ada masalah besar pada induk sepak bola dunia itu.

”Publik dikejutkan dengan adanya penangkapan elite FIFA oleh pihak keamanan di Zurich. Itu artinya ada masalah yang amat besar dan sangat serius. Oleh karenanya masyakarat Indonesia tidak boleh takut, tidak boleh gentar,” ungkap Imam, Rabu.

Imam juga menyinggung soal sanksi FIFA yang selama ini selalu ditakuti oleh banyak pihak. Dia menyebut siap bertanggung jawab jika sanksi itu benar-benar dijatuhi kepada Indonesia. “Kalau ada yang menakut-nakuti sanksi FIFA, Indonesia disanksi, Imam Nahrawi bertanggung jawab apa pun keputusan FIFA.”

”Kita ingin sepak bola Indonesia berprestasi, membanggakan. Jangan sampai pemain dan pelatih berlatih sedemikian rupa, tapi ada kondisi di mana ada orang lain terlibat, mafia-mafia sepak bola,” serunya.

PSSI Tak Anggap Kriminal
Dalam pernyataan berbeda, Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI), turut merespons apa yang menimpa FIFA. Wakil Ketua Umum PSSI, Erwin D. Budiawan, bahkan mendukung setiap langkah untuk memberantas pelanggaran kode etik FIFA.

Advertisement

”Sudah mendengar [soal penangkapan pejabat FIFA]. Tentu saja PSSI sebagai anggota mendukung pemberantasan pelanggaran yang termasuk dalam kode etik FIFA,” ucap Erwin. (JIBI/Solopos/Detik)

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif