News
Rabu, 27 Mei 2015 - 14:15 WIB

SISWA BERPRESTASI : Berkat Abu Kelud, 2 Siswa SMAN 1 Solo Raih Prestasi di AS

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Galih Ramadhan (kanan) dan Luca Cada Lora menunjukkan alat penyaring logam berat yang terbuat dari abu vulkanis Gunung Kelud yang meraih juara IV pada lomba riset di AS. Foto diambil Selasa (26/5/2015). (Septhia Ryanthie/JIBI/Solopos)

Siswa berprestasi kali ini terkait 2 siwa SMAN 1 Solo yang meraih prestasi di AS berkat abu Kelud.

Solopos.com, SOLO – Dua remaja, Luca Cada Lora dan Galih Ramadhan, memanfaatkan abu vulkanis Gunung Kelud untuk bahan penelitian. Berkat abu Kelud, kedua siswa SMAN 1 Solo itu meraih gelar kejuaraan bergengsi tingkat internasional dalam International Science and Engineering Fair (ISEF) di Amerika Serikat (AS).

Advertisement

Penelitian Luca dan Galih yang merupakan siswa Kelas XII Program bermula dari rasa penasaran Luca saat melihat selokan di depan rumahnya yang kondisinya justru bersih walaupun di dalamnya dipenuhi dengan abu vulkanis dari imbas letusan  Gunung Kelud, Februari 2014.

“Air di dalam selokan saya yang biasanya keruh dan bau, justru bening. Saat saya perhatikan, ada abu vulkanik yang menumpuk di selokan tersebut,” ungkap Luca ketika ditemui wartawan di SMAN 1 Solo, Selasa (26/5/2015).

Advertisement

“Air di dalam selokan saya yang biasanya keruh dan bau, justru bening. Saat saya perhatikan, ada abu vulkanik yang menumpuk di selokan tersebut,” ungkap Luca ketika ditemui wartawan di SMAN 1 Solo, Selasa (26/5/2015).

Pemandangan selokan dengan air yang bening itu diceritakan Luca kepada Galih. Mereka pun mencari berbagai referensi dari Internet yang mengulas tentang abu vulkanis.

Dari situlah mereka menemukan jurnal penelitian tentang pemanfaatan tanah yang tercampur abu vulkanik yang bisa menyerap logam berat. Setelah melakukan identifikasi lebih lanjut tentang kandungan abu vulkanis tersebut, diketahui ada kandungan silika dalam abu vulkanik yang sifatnya bisa menyaring logam berat.

Advertisement

Namun dalam perjalanannya, penelitian lebih lanjut yang dilakukan Luca dan Galih ini tidaklah mudah. Keduanya bahkan harus melakukan uji berulang-ulang sampai hasil yang diharapkan akhirnya bisa didapatkan.

Dalam penelitian tersebut, mereka juga mendapat bimbingan dari dosen Fakultas MIPA Kimia Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Pranoto dan Candra Purnawan.

Dari penelitian tersebut, keduanya menemukan Compact Wastewater Treatment (CWT).

Advertisement

Penelitian keduanya kemudian diberi judul Packed VolcASH: An Inorganic Nature of Heavy Metals Adsorbent, yakni pemanfaatan abu vulkanis (Gunung Kelud) sebagai material bahan pengolah limbah cair yang mengandung logam berat.

Penelitian tersebut dterapkan dalam pengelolaan limbah cair industri batik di Laweyan.

“Setiap 1,2 kilogram [kg] abu vulkanis yang kami gunakan, bisa menyaring hingga 86 liter air limbah menjadi bersih,” terang Luca yang diterima sebagai mahasiswa baru di Fakultas Teknik Industri di Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Advertisement

Penelitian keduanya kemudian diikutkan dalam Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-46 yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Dalam ajang tersebut, keduanya lolos dan menjadi salah satu kelompok dengan proposal terbimbing di LIPI. Kemudian mereka diundang ke Bandung dan mengikuti penelitian di Pusat Penelitian (Puslit) Geoteknologi LIPI Bandung, Juni-Juli 2014.

Dari sembilan kelompok yang dibimbing oleh LIPI, lima kelompok terbaik, satu di antaranya adalah tim Luca dan Galih, diikutkan dalam kejuaraan ISEF di Amerika Serikat.

Diakui Galih, bahasa menjadi kendala bagi keduanya. Beruntung, dalam sesi presentasi tersebut keduanya dibantu oleh Kedutaan Besar (Kedubes) Indonesia di Amerika.

“Ada salah satu mahasiswa Indonesia di Amerika ditunjuk untuk menjadi translater,” terangnya.

Akhirnya, dari 1.700 peserta yang berasal dari 70 negara, tim Luca dan Galih berhasil meraih juara keempat atau 4th Place of Grand Award dalam kategori materials scient.

Namun di balik kebanggaan meraih prestasi tersebut, mereka mengaku kecewa lantaran batal mendapatkan beasiswa yang sebelumnya dijanjikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi (Kemendikti) jika berhasil meraih juara dalam lomba itu.

”Ternyata beasiswa itu hanya berlaku untuk juara pertama hingga ketiga,” ungkap Galih.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif