Jogja
Selasa, 26 Mei 2015 - 09:20 WIB

KEKERINGAN GUNUNGKIDUL : Antisipasi, Desa Perlu Bangun Spamdes

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga Klewor mengantre pemberian air bersih dari Bakorwil Surakarta (Oriza Vilosa/JIBI/Solopos)

Kekeringan Gunungkidul diatasi dengan Spamdes.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Krisis air bersih menjadi masalah yang bakal dihadapi warga saat musim kemarau. Padahal, dari sisi cadangan, Gunungkidul memiliki potensi yang melimpah dari keberadaan beberapa sungai bawah tanah. Namun, sungai-sungai tersebut belum bisa dimanfaatkan secara optimal karena terkendala biaya.

Advertisement

Karena itu, untuk mengatasi krisis air, Pemerintah Kabupaten lebih condong ke program Sistem Penyediaan Air Bersih Desa (Spamdes). Langkah ini dirasa lebih efisien karena biayanya lebih murah dan bisa mencakup ke seluruh wilayah. Sampai sekarang sudah ada 213 Spamdes yang beroperasi di Gunungkidul.

Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Gunungkidul Slamet Supriyadi memaparkan potensi cadangan air ada di beberapa sungai bawah tanah, seperti Baron, Bribin, Grubug, Ngobaran, Seropan, Sumurup dan Toto.

“Namun, kenyataannya saat kemarau masih banyak warga yang kesulitan air,” kata Slamet, Jumat (22/5/2015).

Advertisement

Untuk pengolahan sumber-sumber tersebut dibutuhkan biaya besar sementara dari sisi anggaran, dana yang dimiliki pemerintah sangat terbatas.

“Biayanya bisa mencapai puluhan miliar rupiah. Selain itu prosesnya juga panjang karena harus melewati beberapa pemompaan. Di salah satu sumber bahkan ada yang dipompa sampai tujuh kali supaya bisa dinikmati warga,” tutur Supriyadi.

Kepala Bidang Cipta Karya DPU Gunungkidul Bambang Antono menambahkan ke depannya Pemkab akan terus mendorong didirikannya Spamdes. Sebab, berdasarkan instruksi dari Pemerintah Pusat, di 2019 nanti, seluruh masyarakat wajib mendapatkan pelayanan air bersih.

Advertisement

Tahun ini ada enam Spamdes di enam kecamatan yang mendapatkan bantuan dari Pemkab. Besaran nominal bantuan yang diberikan bervariasi tergantung dengan kondisi maupun infrastruktur yang ada.
“Maksimal diberikan sebesar Rp200 juta. Dana ini hanya untuk infrastruktur pendukung seperti jalur pipan dan pemeliharaan. Untuk pengeboran, selain inisiatif warga, juga ada bantuan dari beberapa universitas,” ucapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif