Kolom
Sabtu, 23 Mei 2015 - 06:40 WIB

GAGASAN : Kebijakan Berbasis Halalan Thayyiban

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Edy Putra Irawady (Istimewa)

Gagasan Solopos, Jumat (22/5/2015), ditulis Edy Putra Irawady. Penulis adalah Deputi Menko Perekonomian Bidang Perniagaan dan Industri.

Solopos.com, SOLO — Saya perhatikan tidak sedikit orang tertawa atau tersenyum-senyum setiap saya menyebut kata-kata kebijakan yang halalan thayyiban dalam berbagai forum yang membahas ekspor produk sumber daya alam (SDA) secara berkelanjutan dalam konsep sustainable production and consumption.

Advertisement

Sustainability dalam pemanfaatan SDA diwujudkan dengan prinsip  kebenaran dan sah (halal) dalam mengambilnya sekaligus memberikan kebaikan secara luas (thayyiban) dalam perdagangannya.

Ini adalah sikap dan tindakan bersama untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup, menambah penerimaan negara, memberikan nilai tambah, memperluas sumber pekerjaan, dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Advertisement

Ini adalah sikap dan tindakan bersama untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup, menambah penerimaan negara, memberikan nilai tambah, memperluas sumber pekerjaan, dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Kebijakan halalan thayyiban ini dapat dilihat, misalnya, dari upaya Menteri Perdagangan melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 33/M-Dag.PER/5/2015 yang menyempurnakan tertib administrasi ekspor timah.

Langkah ini dilakukan agar Indonesia tidak lagi sampai kecolongan ekspor timah dari perbuatan illegal trading dan illegal mining yang belakangan ini nilainya rata-rata US$720 juta per tahun (data olahan dari untrade.com 2009-2013 dan statistik lainnya) atau setara Rp9,5 triliun.

Advertisement

Pengawasan thayyiban atas pengelolaan SDA (yang suka saya sebut mensyukuri ”barang Tuhan” karena langsung diberikan Tuhan di bumi Indonesia) terlihat dari ketentuan yang mengatur bahwa ekspor timah hanya diizinkan jika sudah membayar royalti sebagai hak negara.

Jenis timah yang boleh diekspor hanyalah timah yang bernilai tambah untuk memberikan perluasan lapangan kerja. Harga timah ekspor ditentukan di Indonesia melalui mekanisme perdagangan bursa komoditas.

Ketentuan tersebut ditambah perlu tanggung jawab sosial perusahaan pengelola timah untuk memulihkan lingkungan penambangan serta mendorong kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

Advertisement

Kebaikan lainnya dari pengaturan ekspor timah ini adalah kewajiban untuk melaporkan devisa hasil ekspor kepada Bank Indonesia sehingga ikut berperan dalam neraca perdagangan dan menyehatkan overall current account Indonesia. [Inisiatif Baru]

 

Inisiatif Baru
Sedangkan pengawasan pelaksanaan kebijakan ekspor timah agar tercapai halalan thayyiban dilakukan secara berlapis, mulai dari verifikasi kebenaran yang dilakukan oleh surveyor, kebenaran data permintaaan ekspor timah dari pembeli di luar negeri yang dilihat dari informasi letter of credit (sebagai contractual agreement) yang menjadi syarat pembayaran ekspor, serta ketentuan bahwa ekspor hanya terkapalkan kalau sudah diamini atau clearance dari garda pengawasan terakhir yaitu sistem national single window.

Advertisement

Sebagai inisiatif baru, pembenahan tertib administrasi ekspor SDA ini bagus karena komprehensif dan holistik untuk memberantas illegal export, tapi perlu antisipasi menghadapi tantangan lama setiap kebijakan di Indonesia, yaitu efektivitas implementasi, lack of follow through.

Dalam hal aktualisasi pengawasan ekspor SDA ini kekhawatiran tertuju pada integritas sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam pemberian rekomendasi dan perizinan, kredibilitas surveyor, kapasitas bursa, pengawasan di pelabuhan dan pengapalan, serta dan penegakan hukum.

Konsep halalan thayyiban ini merupakan prinsip dalam kebijakan pemanfaatan SDA karena tanggung jawab dalam mengelola SDA dan adanya hak generasi turun-temurun pada SDA.

Memang bukan rahasia umum pemanfaatan SDA Indonesia tidak banyak dinikmati masyarakat luas termasuk dalam memberikan kontribusi nilai tambah dan devisa dari kegiatan  ekspornya karena sudah dibegal dari kegiatan smuggling (penyelundupan fisik) atau ekspor nyolong, kegiatan an organized illegal export (mafia), kegiatan trade malpractices atau white collar crime seperti misdeklarasi ekspor, dan protektorat ekonomi negara lain atas SDA Indonesia.

Setiap tahun rata-rata terdapat US$14,8 miliar atau setara Rp198 triliun ekspor 28 jenis SDA yang tercatat sebagai under-valuation atau over-valuation sehingga tidak saja devisa yang hilang tetapi juga tidak terkontrolnya pembalakan dan eksploitasi SDA.

Ini belum terhitung  biaya rehabilitasi yang ditanggung negara dan liability kerusakan lingkungan yang mempersempit peluang usaha dan kegiatan masyarakat. Setiap kebijakan harus memberikan kebajikan.

Sikap ini menjadi harga mati bagi semua pemimpin. Ibadah bagi setiap decision maker. Kebijakan ekonomi di mana pun pasti mengharapkan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran dan kemiskinan, kemakmuran, kemajuan, dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

Nah, kalau kita konsisten melandaskan halalan thayyiban pada kebijakan perdagangan SDA sebagai salah satu upaya reformasi sektor publik, tentu semestinya tidak terjadi lagi defisit neraca perdagangan.

Rangkaiannya akan berdampak pula pada tumbuh dan berkembangnya investasi dan industri secara merata dan kegiatan ekspor akan memberikan multiplier effect yang luas terhadap kegiatan ekonomi masyarakat, ekspor Indonesia yang berbasis SDA.

Efek positif lainnya adalah memiliki keunggulan daya saing yang tinggi dan diterima semua negara dan konsumen internasional yang memang cenderung mengonsumsi produk-produk yang sah dan memberikan kebaikan. Semoga perbuatan kita akan selalu rahmatan lil’alamin, memberikan rahmat bagi alam semesta.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif