News
Rabu, 20 Mei 2015 - 21:40 WIB

PERBANKAN JOGJA : Daya Beli Turun, BRI Alihkan Sasaran KPR

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - llustrasi (JIBI/Harian Jogja/Bisnis)

Perbankan Jogja mengalami penurunan penyerapan kredit perumahan.

Harianjogja.com, JOGJA– Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang triwulan I-2015 berdampak pada penyerapan kredit perumahan di Jogja. Pertumbuhan kredit perumahan PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Jogja misalnya, hanya tumbuh 10% sepanjang empat bulan terakhir.

Advertisement

Kepala Sentra Kredit Konsumen (SKK) BRI Jogja Endang Sri mengatakan, penyerapan kredit perumahan pada awal tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun lalu. Hingga awal tahun ini, penyerapan dana kredit perumahan BRI untuk wilayah DIY mencapai Rp25 M.

“Kami menilai pertumbuhannya masih stabil. Beberapa developer juga mengurangi proyeknya. Kemungkinan hal itu diakibatkan daya beli masyarakat menurun,” ujar Endang saat ditemui di kantornya, Senin (18/5/2015).

Advertisement

“Kami menilai pertumbuhannya masih stabil. Beberapa developer juga mengurangi proyeknya. Kemungkinan hal itu diakibatkan daya beli masyarakat menurun,” ujar Endang saat ditemui di kantornya, Senin (18/5/2015).

Turunnya daya beli masyarakat, sambung Endang, selain disebabkan kondisi ekonomi saat ini juga disebabkan faktor lainnya. Menurut dia, masyarakat saat ini cenderung menyiapkan dana untuk kebutuhan pendidikan dan Lebaran.

“Sebentar lagi kan musim pendaftaran sekolah dan kuliah. Termasuk kesiapan menghadapi Lebaran. Ada kemungkinan, konsentrasi dana ke sana,” terang Endang.

Advertisement

Sementara, kebijakan perihal Loan to Value (LTV) untuk bank konvensional serta larangan KPR untuk rumah inden juga sedikit memengaruhi penyerapan kredit. Menurutnya, kebijakan LTV melarang pihak bank mengucurkan KPR bila bangunan rumah yang akan dibeli nasabah belum terbangun.

Dalam aturan tersebut, masyarakat yang akan membeli rumah pertama melalui fasilitas KPR dikenakan LTV maksimal 70% atau uang muka (DP) sebesar 30% dari harga jual. Untuk rumah kedua LTV sebesar 60% dan DP 40%. Sementara, untuk rumah ketiga dan seterusnya LTV sebesar 50% dan DP 50%. Peraturan ini tidak berlaku untuk ukuran rumah di bawah 70 m2.

Tujuan peraturan tersebut untuk melindungi stabilitas keuangan juga untuk membatasi pemilikan aset properti. Meski begitu, peraturan tersebut berdampak pada berkurangnya penyerapan kredit perumahan oleh perbankan.

Advertisement

“Tetapi, penurunannya tidak terlalu signifikan. Kami melakukan pengaturan strategi. Jika awalnya banyak melayani developer rumah Rp2 M, saat ini kami mengalihkan layanan kepada developer dengan rumah Rp500 jutaan,” kata Endang.

Menurutnya, perubahan strategi tersebut terbilang efektif. Alasannya, dibandingkan rumah dengan harga miliaran rupiah, rumah dengan harga antara Rp400 juta hingga Rp500 juta penyerapannya cukup cepat. Bahkan pihaknya dalam sebulan mampu menggandeng empat hingga lima debitur atau developer untuk kredit perumahan di harga tersebut.

“Sampai saat ini, kami memiliki hingga 25 developer,” tukasnya.

Advertisement

Terpisah, Marketing Manager PT. Gerbang Madani Group M. Ahmad Cholik mengatakan, penjualan rumah rumah tipe 75-85 seharga Rp500 juta ke atas masih menjanjikan. Sebab, harga jual tanah di DIY setiap tahun terus mengalami peningkatan. Selain itu, katanya, segmentasi pasar untuk sudah jelas sehingga tidak kawatir kehilangan pasar.

“Ini dapat dibuktikan dengan prosentase penjualan unit kami untuk tipe 75-85, antara 50-60 persen dibandingkan lainnya,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif