News
Rabu, 20 Mei 2015 - 15:10 WIB

KRISIS ROHINGYA : Ashin Wirathu, Sang Ekstremis Buddha di Balik Pembantaian Suku Rohingya

Redaksi Solopos.com  /  Jafar Sodiq Assegaf  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sampul majalah TIME (time.com)

Krisis Rohingya disebut-sebut merupakan inisiasi dari sosok eksremis Buddha bernama Ashin Wirathu.

Solopos.com, NAYPYIDAW – Biksu Biddha asal Myanmar, Ashin Wirathu, sedang menjadi pembahasan terhangat media-media dunia. Wajah Ashin bahkan terpampang di sampil majalah TIME dengan judul yang cukup menohok.

Advertisement

TIME menulis judul The Face of Buddhist Terror di sampul yang terpampang gambar Ashin Wirathu itu. Penampakan wajah biksu ternama Myanmar itu mengejutkan publik. Sejumlah media dunia seperti The Washington Post, Mirror, Washington Post hingga Al Jazeera ramai-ramai mengulas Ashin Wirathu.

TIME menyebut Ashin Wirathu seperti Osama Bin Laden bagi bangsa Burma.

Sedangkan New York Times dan Washington Post menggambarkan Ashin sebagai pembenci muslim. Ashin Wirathu disebut sebagai penggerak kaum Buddha di Myanmar menyerang Muslim Rohingya.

Advertisement

“Sekarang bukan saatnya untuk diam,” kata Ashin seperti dikutip TIME, Rabu (20/5/2015). Apa yang disampaikan biksu berumur 46 tahun itu merujuk kepada kekerasan yang dilakukan pada Muslim Rohingya.

“Kamu bisa saja penuh cinta dan kebaikan, tapi kamu tidak akan bisa tidur tenang di sebelah anjing gila,” tutur Ashin seperti dikutip Washington Post. Anjing gila yang dimaksud Ashin tak lain merujuk pada Muslim Rohingya.

Ashin pun dengan terang-terangan di depan pengikutnya dalam ceramah di sebuah kuil menyebut Muslim Rohingya sebagai musuh. New York Times menulis jelas bagaimana kebencian Ashin pada kaum Rohingya.

Advertisement

“Saya bangga disebut sebagai umat Buddha garis keras,” tutur Ashin seperti dikutip dari New York Times.
Dilansir Detik mengutip laporan CNN, Rabu (20/5/2015), kini kondisi muslim Rohingya memang mengkhawatirkan. Mereka terusir dari rumah mereka di Myanmar. Pemerintah setempat pun bahkan tak bisa berbuat banyak terhadap kekerasan yang terjadi. Mereka memilih untuk pergi menjadi pengungsi.

Ada 1.000-an muslim Rohingya yang saat ini terdampar di Aceh dan Sumatera Utara. Mereka tak mau kembali ke Myanmar karena menghadapi pembantaian.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif