Jogja
Minggu, 10 Mei 2015 - 13:20 WIB

SABDA RAJA : 11 Pangeran Kukuh Tolak Sabda Raja

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bupati Sepuh Imogiri KPH Soeryonegoro (kiri) saat menerima honor sebagai abdi dalem Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dari Asisten III Setda DIY, GBPH Yudhaningrat di Joglo Kekanjengan Imogiri, Rabu (6/5/2015). (JIBI/Harian Jogja/Arief Junianto)

Sabda Raja yang diucapkan Sultan cacat hukum dan batal demi hukum, karena tidak sesuai dengan adat dan paugeran Kraton

Harianjogja.com, JOGJA—Para rayi dalem (adik-adik Sri Sultan HB X) sudah menyiapkan jawaban atas Sabda Raja dan Dawuh Raja yang dikeluarkan Sultan.

Advertisement

Hasil rapat para rayi dalem atau pangeran akan disampaikan secara resmi oleh adik tertua Sultan, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto. Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat mengatakan para pangeran sudah mendengarkan penjelasan Sultan soal Sabda Raja dan Dawuh Raja. Gusti Yudho–sapaan akrab GBPH Yudhaningrat–sudah mencoba memahami Sabda Raja dengan olah pikiran dan hati, namun tetap tidak bisa
dipahami.

“Kami tetap belum bisa memahami, kami yang berjumlah 11 tetap menentang,” kata Yudhaningrat saat ditemui di kediamannya, Sabtu (9/5/2015)

Oleh karena itu para pangeran pun akan menjawabnya. Jawaban dari 11 pangeran, menurut Gusti Yudho, awalnya akan disampaikan pada Jumat, malam kemarin. Namun, KGPH Hadiwinoto, selaku yang ditunjuk menjadi juru bicara ke-11 pangeran belum bisa ditemui.

Advertisement

Ke-11 pangeran itu adalah GBPH Cakraningrat, GBPH Suryodiningrat, GBPH Suryometaram, GBPH Pakuningrat, GBPH Hadinegoro, dan GBPH Suryonegoro. Mereka adalah para putra HB IX dari satu ibu Kanjeng Raden Ayu (KRAy) Ciptomurti. GBPH Prabukusumo, GBPH Yudhaningrat, dan GBPH Condrodiningrat (ketiganya putra HB IX dari ibu KRAy Hastungkoro). KGPH Hadiwinoto dari ibu KRAy Widyaningrum (Satu ibu dengan Sultan HB X), serta GBPH Hadisuryo (dari KRAy Pintoko Purnomo).

Menurut Gusti Yudho, Sabda Raja yang diucapkan Sultan cacat hukum dan batal demi hukum, karena tidak sesuai dengan adat dan paugeran Kraton.

“Ibaratnya kereta sudah keluar dari rel yang sudah ada,” ujarnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif