Aktivis IMM tersandung Facebook membuat warga Muhammadiyah dan pengelola kampus kesal.
Solopos.com, KLATEN – Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah, H. Mawardi, yang menyeret mahasiswanya ke meja hijau bergeming menyikapi kecaman warga Muhammadiyah dan pengelola kampus. Dirinya nekat membawa kasus pencemaran nama baik yang dilakukan anak didiknya di hadapan hukum karena merasa telah diperlakukan tidak adil oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Klaten dan pengelola kampus.
Hal itu diungkapkan Mawardi, saat ditemui wartawan di Klaten, Jumat (8/5/2015). Jauh sebelum kasus pencemaran nama baik bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Klaten dengan terdakwa Muh. Dimas Yulian Saputra, 21, dan Fajar Purnomo, 24, dosen STIKES sejak tahun 1993 ini sudah membuka diri untuk berdamai melalui tahapan mediasi. Ironisnya, mediasi yang digagas pengelola kampus dan PDM Klaten selalu tak membuahkan hasil maksimal.
“Setiap kali mediasi berlangsung, saya selalu diperlakukan tidak adil. Saya selalu disudutkan dan disalahkan dalam perkara ini. Mereka [Dimas dan Fajar] juga tak pernah minta maaf. Saat saya ke PDM, justru hal ini dianggap masalah kecil. Begitu juga di lingkungan kampus, saya justru yang disalahkan. Padahal, tuduhan yang dilakukan Dimas dan Fajar itu tidak benar [sudah terpublikasi di Facebook (FB). Kalau sudah seperti itu, masak saya diam saja,” katanya.
Pada kesempatan itu, Mawardi menegaskan tak terlalu memikirkan kecaman warga Muhammdiyah Klaten terkait tindakannya yang melaporkan mahasiswanya hingga ke meja hijau. Apa yang sedang diperjuangan di mata hukum ini dalam rangka mendidik mahasiswanya agar tidak sembrono dalam bersikap. Segala sesuatu harus disesuaikan dengan data dan fakta.
“Di FB saya dianggap bukan orang Muhammdiyah, lalu ada desakan dipecat dan sebagainya tanpa alasan yang jelas. Kalau ada orang PDM Klaten mengecam tindakan saya, saya menilai orang yang ngomong itu tidak melihat masalah ini secara komprehensif. Perlu diketahui, gara-gara kasus ini, saat ini saya juga diperlakukan tak adil oleh pengelola kampus karena telah diberi surat peringatan (SP) I tanpa alasan yang jelas,” katanya.
Dosen STIKES Muhammadiyah Klaten lainnya, Agus M. mengaku prihatin dengan upaya pengelola kampus dan PDM Klaten yang cenderung menyudutkan rekan kerjanya, Mawardi.
“Saya justru merasa aneh kok ada mahasiswa yang tegel ngomong seperti itu di FB. Saya juga menyayangkan pimpinan Muhammadiyah di Klaten, kenapa organisasi sebesar ini tidak mampu menyelesaikan masalah sekecil ini [sehingga bisa masuk ke ranah pidana]. Kalau mau jujur, 90 persen dosen dan karyawan di STIKES mendukung langkah Pak Mawardi. Itu berdasarkan pooling yang telah dilakukan bersama [jumlah dosen dan karyawan di STIKES mencapai 60-an orang],” katanya.
Terpisah, saat Solopos.com menghubungi Ketua STIKES Muhammadiyah Klaten, Titi Hamranani, dirinya enggan mengangkat ponselnya. Saat Solopos.com mengirim pesan singkat, dirinya tidak menjawab.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris PDM Klaten, Jalil, menyayangkan langkah Mawardi yang nekat mengirim mahasiswanya duduk di kursi pesakitan di PN Klaten. “Masak masih satu keluarga justru saling bertengkar seperti ini,” katanya.