Soloraya
Jumat, 8 Mei 2015 - 11:15 WIB

MASALAH ANGKUTAN UMUM : Organda Tolak Pemberlakukan Badan Hukum Per 31 Desember 2015

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua DPC Organda Wonogiri, Edy Poerwanto (tengah, depan) bersama pengurus yang lain mengadakan hearing dengan Komisi 3 DPRD Wonogiri terkait pemberlakukan Badan Hukum bagi pengusaha angkutan umum di Grha Paripurna DPRD Wonogiri, Kamis (7/5/2015). (JIBI/Solopos/Trianto Hery Suryono)

Masalah angkutan umum di Wonogiri, dibahas dalam hearing Pengurus DPC Organda Wonogiri dengan pimpinan dan anggota Komisi III DPRD Wonogiri. 

Solopos.com, WONOGIRI-Pengurus dan anggota Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Wonogiri menolak pemberlakukan badan hukum bagi angkutan umum orang atau barang. Dua aturan yang muncul dinilai saling bertentangan.

Advertisement

DPC Organda mendesak DPRD dan dinas terkait mencarikan solusi agar pengusaha lokal Wonogiri tidak termarginalkan atas terbitnya dua peraturan itu.
Dua peraturan yang dinilai membingungkan itu adalah Peraturan Pemerintah Nomo5 74/2014 tentang Angkutan Jalan dan Permendagri Nomor 101/2014 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 2015.

Persoalan itu mencuat saat digelar hearing Pengurus DPC Organda Wonogiri dengan pimpinan dan anggota Komisi III DPRD Wonogiri, Kamis (7/5/2015) di Grha Paripurna DPRD Wonogiri. Hearing dipimpin Ketua Komisi 3, Bambang Sadriyanto dan dihadiri Kepala Dishubinfokom Wonogiri, Ismiyanto dan pejabat terkait, Kadisperindagkop dan UMKM Wonogiri, Guruh Santoso.

Ketua DPC Organda Wonogiri, Edy Poerwanto, mengatakan regulasi baru itu akan mematikan pengusaha lokal. Edy minta dinas terkait menunggu petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis sebelum memberlakukan regulasi tersebut. Dia meminta anggota Dewan dan dinas terkait berkonsultasi dengan Kementerian Perhubungan agar ada kesamaan berpikir.

Advertisement

Keinginan Organda disetujui oleh Ketua Komisi III DPRD Wonogiri, Bambang Sadriyanto. Ditambahkan oleh pemilik bus AKAP Tunggal Dara, Mulyadi menegaskan, apa yang dijanjikan tentang insentif pajak kendaraan bohong. Dia menceritakan, perusahaan yang dipimpinnya telah menjadi perseroan terbatas (PT) sejak 1980 tetapi dirinya tidak pernah menikmati keringanan pajak. “Kenapa legalitasnya diatur hanya PT atau koperasi bukan CV dan sebagainya,” kata Mulyadi.

Mantan Sekda Wonogiri ini menduga, keberadaan PT akan memudahkan pemerintah dalam mengontrol dan menarik pajak terhadap pemiliknya. “Silang sengkarut pejabat baru diawal menjabat wajar tetapi jangan menyengsarakan rakyat. Kini, pengusaha angkutan seperti kepompong yang tidak tahu harus mengikuti aturan yang mana. Saya saja yang telah menjadikan perusahaan bus menjadi PT tidak pernah ada keringanan pajak. Tolong anggota Dewan memperjuangkan perubahan aturan baru itu agar pengusaha kecil Wonogiri tidak mati.”

Mulyadi mengaku prihatin terhadap kondisi pengusaha angkutan umum saat ini. “Saya pernah bertanya kepada sopir bus AKDP atau bus bumel. Seharian mengoperasikan bus uang setoran ke pemilik bus hanya Rp50.000/hari sedangkan kru bus belum mendapatkan sisa. Kondisi ini akan lebih parah jika aturan baru soal badan hukum diberlakukan.”

Advertisement

Mulyadi minta agar pemerintah tidak mempersulit kemunculan pengusaha muda lokal. Hal sama disampaikan pemilik bus AKAP PO Tunggal Daya, Sutardi. Dia meminta ditengah arus globalisasi, pengusaha lokal Wonogiri jangan dimatikan. Sedangkan pemilik bus AKDP PO Sari Giri, Novri Roesmono mengaku takut akan menguji bus miliknya jika aturan baru diterapkan.

“Jika aturan berbadan hukum diberlakukan 31 Desember 2015, mayoritas bus milik saya tak bisa mengajukan uji kir. Sedangkan masa berlaku kendaraan masih dua tahun lagi,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif