Kolom
Kamis, 7 Mei 2015 - 07:40 WIB

GAGASAN : Distribusi dan Pemanfaatan Dana Desa

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mulyanto (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Rabu (6/5/2015), ditulis Mulyanto. Penulis adalah dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret. Selain itu, penulis juga Kepala Pusat Informasi dan Pembangunan Wilayah LPPM UNS.

Solopos.com, SOLO — Pada 21 Juli 2014 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60/2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Advertisement

PP tersebut menjadi dasar pengalokasian dana dari APBN ke kabupaten/kota dengan mempertimbangkan tiga variabel utama yang menjadi faktor penentunya. Tiga variabel itu adalah jumlah penduduk (bobot 30%), luas wilayah (bobot 20%), dan jumlah penduduk miskin (bobot 50%).

Hasil akhir dari pembobotan ini masih dikalikan dengan indeks kemahalan konstruksi (IKK) sebagai cerminan tingkat kesulitan geografis di suatu kabupaten/kota. Alokasi dana desa (ADD) yang bersumber dari APBN didistribusikan ke seluruh desa di Indonesia secara berjenjang.

Tahap awal yakni menghitung ADD tingkat nasional dengan basis data di tingkat kabupaten/kota untuk mendapatkan ADD di setiap kabupaten/kota. Hasil tahap ini kemudian dikelompokkan berdasarkan provinsi untuk mendapatkan alokasi ADD di setiap provinsi di Indonesia.

Advertisement

Dengan merujuk jumlah desa di setiap provinsi akan diperoleh rata-rata ADD di setiap provinsi. Selanjutnya setiap kabupaten/kota akan mendapatkan ADD dengan cara mengalikan rata-rata ADD provinsi dengan jumlah desa di setiap kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.

Sebagai contoh, ketika rata-rata ADD di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) tahun 2015 ditemukan sekitar Rp285,4 juta maka akan diperoleh nilai ADD untuk setiap kabupaten/kota di Jateng. Di Jateng ada 29 kabupaten dan enam kota yang mencakup 7.809 desa.

Jateng memperoleh alokasi dana dari APBN Perubahan 2015 (APBN-P) sekitar Rp2,23 triliun atau sekitar 10,72% dari total alokasi ADD dalam APBN yang nilainya mencapai sekitar Rp20,8 triliun.

Di situs http://www.djpk.depkeu.go.id dapat dilihat di Jateng ada lima kabupaten yang memperoleh ADD dari APBN-P 2015 di atas Rp100 miliar. Lima kabupaten itu adalah Kebumen yang mendapat alokasi Rp125,8 miliar (449 desa), Purworejo mendapat Rp124,4 miliar (469 desa), Pati mendapat Rp110,9 miliar (401 desa), Klaten mendapat Rp108,7 miliar  (391 desa), dan Magelang mendapat Rp101,2 miliar (367 desa).

Advertisement

Kabupaten dengan ADD terendah adalah Sukoharjo yang mendapat Rp43,1 miliar (150 desa) dan Kudus yang mendapat Rp36,2 miliar (123 desa). Jika dilihat dari perolehan ADD dan berdasar jumlah desa serta mengacu regulasi yang telah ditetapkan (PP No. 60/2014), jelas ada kejanggalan perolehan ADD Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Purworejo.

Dari sisi jumlah desa jelas Purworejo punya desa yang lebih banyak, tetapi memperoleh ADD yang lebih rendah daripada Kebumen, ada selisih sekitar Rp1,4 miliar. Kementerian Keuangan yang tahu alasannya dan yang bisa menjelaskan kepada publik, khususnya ketika ada pertanyaan dari masyarakat di Purworejo. [Belum Siap]

Belum Siap
Dana desa dari APBN-P 2015 yang mencapai Rp20,8 triliun pada April 2015 sebenarnya sudah harus dialokasikan ke seluruh kabupaten di Indonesia yang jumlahnya 410 kabupaten.

Hingga pertengahan April 2015, dana desa baru didistribusikan ke 28 kabupaten atau baru sekitar 6,83% dari jumlah kabupaten di negeri ini. ADD yang didistribusikan itu senilai sekitar Rp504 miliar atau baru sekitar 2,44% dari keseluruhan dana yang harus didistribusikan ke 73.000 desa di Indonesia.

Advertisement

Masih sedikitnya kabupaten yang mendapatkan dana desa dari APBN-P 2015 tidak dapat dilepaskan dari persyaratan dalam Pasal 17, PP No. 60/2014 yang menyatakan penyaluran dana dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke  Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dapat dilakukan dengan beberapa syarat.

Pertama, kabupaten/kota telah menyampaikan peraturan bupati/wali kota (perbup/perwali) mengenai tata cara pembagian dan penetapan alokasi dana desa kepada Menteri Dalam Negeri atau Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Kedua, APBD kabupaten/kota yang bersangkutan telah ditetapkan.

Dengan mengacu persyaratan di atas terlihat banyak kabupaten/kota yang belum mempunyai perbup/perwali mengenai  tata cara pembagian dan penetapan alokasi dana desa.

Peraturan ini bisa disusun setelah semua kepala desa (kades) menyerahkan laporan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Peraturan ini sekaligus menjadi dasar bagi pemerintah kabupaten/kota untuk menyalurkan ADD yang diperoleh dari APBN ke setiap desa.

Advertisement

Harus diakui bahwa hingga saat ini masih banyak desa yang kesulitan menyusun dan melaksanakan APB Desa secara baik sehingga aparatur supradesa juga kesulitan membuat rambu-rambu mengenai tata cara pembagian dan penetapan alokasi dana desa yang baik.

Tata cara yang baik ini demi menjamin agar ADD yang akan dialokasikan ke desa dapat didistribusikan sesuai koridor hukum dan ada kepastian penggunaan ADD sesuai dengan tujuan dan peruntukan yang telah ditetapkan. [Pemanfaatan ADD]

 

Pemanfaatan ADD
Sesuai Pasal 19, PP No. 60/2014, ADD harus digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan dengan penekanan prioritas untuk membiayai pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

Untuk memanfaatkan ADD sesuai dengan koridor di atas maka bagi desa yang akan menerima ADD harus sudah mempunyai beberapa dokumen. Pertama, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) yang merupakan rencana kegiatan pembangunan desa untuk jangka waktu enam tahun. Kedua, Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) yang merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu satu tahun.

Ketiga, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) yang merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan desa. Dengan melihat permasalahan dan segenap persyaratan di atas, jangan-jangan distribusi dana desa yang bersumber dari APBN dengan nilai yang relatif besar akan menemui banyak kendala dalam implementasinya yang berakhir dengan tidak terserapnya dana desa dari APBN-P 2015 secara optimal.

Advertisement

Tugas berat menjadi beban dua kementerian terkait, yaitu Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Kementerian Dalam Negeri. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi harus bergerak cepat dalam mengimplementasikan Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 3/2015 tentang Pendampingan Desa.

Kementerian Dalam Negeri harus bertanggung jawab dalam memperlancar pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Permendagri No. 114/2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Kedua kementerian tersebut harus benar-benar bersinergi dalam mempercepat dan memperlancar implementasi undang-undang desa dan segenap peraturan pelaksanaannya sehingga upaya membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI) dapat terwujud.

Ini merupakan salah satu dari sembilan agenda prioritas (Nawacita) Pemerintahan Joko Widodo–Jusuf Kalla (Jokowi-JK) yang tertuang dalam Peraruran Presiden No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019. Hendaknya ini jangan sekadar menjadi slogan.

Kita tentu berharap visi terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong yang merupakan visi Jokowi-JK akan benar-benar menjadi kenyataan dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

Semua penyelesaian permasalahan di atas harus bermula dari desa karena di desalah berbagai macam pelayanan publik dimulai dan dari desa pulalah sebenarnya berbagai sumber daya, baik sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA), akan didapatkan dan dapat dikembangkan ke arah kemajuan yang lebih baik dari masa ke masa.

Distribusi dan pemanfaatan dana desa harus dikawal, diawasi, dan diarahkan untuk mencapai tujuan mulia, yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing bangsa serta untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis yang dimiliki rakyat dan dapat dikelola oleh bangsa Indonesia sendiri tanpa campur tangan asing secara berlebihan.

 

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif