Umum
Rabu, 29 April 2015 - 06:05 WIB

HUKUMAN MATI : Cuma 3 dari 9 Senapan yang Berisi Peluru Tajam, Begini Tegangnya Eksekutor

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba jilid II, minus Mary Jane Veloso, selesai dilakukan.

Solopos.com, CILACAP — Hari pelaksanaan eksekusi mati sangat mendebarkan bagi eksekutor. Mereka diminta tidak ragu menyasar titik tubuh yang mematikan, lalu menekan picu.

Advertisement

Hal itu juga yang dilakukan sejumlah anggota regu tembak yang telah mengeksekusi sembilan terpidana mati narkoba, di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (29/4/2015) dini hari tadi.

Ketegangan biasanya terjadi di antara para personel regu tembak dengan target. Perasaan yang sama ternyata juga dirasakan seorang mantan jaksa berinisial S, yang pernah memvonis mati seorang terpidana.

Advertisement

Ketegangan biasanya terjadi di antara para personel regu tembak dengan target. Perasaan yang sama ternyata juga dirasakan seorang mantan jaksa berinisial S, yang pernah memvonis mati seorang terpidana.

“Tak hanya terpidana yang harus siap secara psikologis, tetapi kita sebagai eksekutor juga harus siap. Akan tetapi, sesiap apa pun pasti ada rasa takut dan tak tega juga,” tutur S kepada Okezone.com.

Ia menambahkan, proses hukuman mati harus sesuai prosedur. Tahapannya diatur dalam UU No. 2 PNPS/1964 serta Peraturan Kapolri No. 12 /2010. S lalu bercerita detik-detik menegangkan yang ia rasakan.

Advertisement

“Tujuannya agar tidak ada rasa bersalah saat menembak terpidana mati. Karena baik penembak maupun jaksa eksekutor, hanyalah manusia biasa yang memiliki dampak psikologis yang harus diantisipasi sebelum dan setelah eksekusi,” ungkap S.

Saat memasuki lokasi yang dijadikan tempat eksekusi, target sudah mengenakan pakaian berwarna putih dengan tanda sasaran bidik di bagian dada, tepatnya di bagian jantung. Hal ini telah sesuai prosedur untuk memastikan terpidana tidak akan merasa sakit saat ditembak.

Sebelum ditembak, target juga dipersilahkan menetukan posisi nyaman. Berdiri atau duduk, mata tertutup atau terbuka, semua diizinkan. “Itu kita tawarkan,” jelasnya.

Advertisement

Setelah semuanya siap, seorang di antara eksekutor memberikan aba-aba untuk bersiap menembak. Setelah itu, peluru meluncur ke sasaran. Apakah ketegangan hanya sampai di situ?

S mengaku tetap tegang saat ia mendapatkan tugas menemani dokter untuk memeriksa mati tidaknya target. Jika mati, maka proyektilnya dikeluarkan.

“Setelah dicek semuanya, mereka [tim dokter] ambil proyektil lalu dijahit kembali, dimandikan, lalu dipakaikan kain kafan. Selanjutnya, diserahkan kepada pihak keluarga. Kami perlakukan layaknya orang mati pada umumnya,” kenang S.

Advertisement

S juga menceritakan, tim dari jaksa eksekutor dengan tim regu penembak tidak saling mengenal. Pertemuan mereka hanyalah terjadi di lokasi penembakan saja.

“Bayangin, terpidana itu bukan saudara kita. Enggak ada ikatan emosi apa pun tiba-tiba disuruh matiin, tega enggak tuh?,” ucapnya sambil mengelus dada.

Baginya, adanya hukuman mati seharusnya menjadi ancaman dan efek jera bagi siapa saja yang melakukan kejahatan. Terlebih, mereka yang terlibat dalam kejahatan narkotika.

“Dibilang setuju hukuman mati, sebenarnya sih enggak juga. Kalau para penjahat itu banyak merugikan masyarakat, ya mau bagaimana lagi,” pungkasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif